Jessica mendengkus kesal. Kenapa dirinya bisa satu lift dengan dosen m***m nan menyebalkan ini?
Jessi masih menaruh dendam kepada Dareen, sebab pria tua itu yang menyebabkan dirinya harus begadang mengerjakan tugas yang sangat menyiksa.
"Hai, Jessi," sapa Darren tersenyum manis pada mahasiswi cantuk yang mampu menarik perhatian dirinya.
Darren merasa senang. Sebab ia dan Jessi berada dalam satu lift, satu lift saja dia senang apalagi satu kamar. Darren harus mengontrol dirinya agar tidak menerkam Jessi sekarang dalam kotak persegi enpat yang hanya ada dirinya dan Jessi, kebetulan atau keberuntungan, tidak ada orang lain selain mereka berdua dalam lift sekarang.
Darren bisa menatap wajah Jessi leluasa, tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang seringkali membuat Darren jengah. Pihak-pihak di sini maksud Darren adalah, mahasiswi yang mengangumi dirinya atau mahasiswa yang Darren ketahui banyak yang naksir kepada Jessi.
Setiap melihat para pria menatap Jessi penuh kekaguman. Rasanya Darren ingin mencekik atau membunuh pria tersebut.
Jessi tersenyum masam kepada Darren yang menyapa dirinya, kalau tidak ingat nilainya berada di tangan Darren! Sudah dipastikan Jessi bakalan menendang aset pria itu!
"Oh, Hai, Bapak di sini juga? Saya kira Bapak lagi booking kubur untuk Bapak," Jessi dengan tidak sopannya berkata hal tersebut, mengabaikan dirinya akan kena hukum bila mencari masalah dengan Darren.
Rasa tidak suka Jessi kepada Darren tidak bisa disembunyikan oleh Jessi, karena Jessi adalah seseorang yang tidak bermuka dua. Kalau dirinya bilang suka maka dia suka, kalau dirinya tidak suka maka dia akan bilang tidak suka.
Seperti Jessi yang tidak suka dengan Darren, pria yang konon katanya menjadi dosen paling banyak disukai pada abad ini. Cih, disukai? Apanya yang harus disukai? Menyebalkan seperti itu.
Darren bukannya marah malah tertawa. Jessi sangat lucu dan blak-blakan sekali. "Rencananya saya mau booking gedung hotel buat acara kita nanti." ucap Darren penuh arti.
Jessi mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti dengan ucapan dari Darren. Buat apa sewa gedung hotel?
"Buat apa? Rasanya aku tidak punya acara dengan Bapak,"
"Nanti kamu juga tahu, saya pergi dulu." Darren keluar dari dalam lift membawa senyuman penuh artinya, sebelum itu dirinya berbalik dan mengedipkan matany pada Jessi yang ditanggapi oleh gadis itu dengan delikan tajam.
Darren sebenarnya ingin berlama-lama dalam lift bersama Jessi, namun tugas mengajarnya harus dilaksanakan mengabaikan sejenak gadis yang membuat jantungnya berdebar.
"Apaan itu dosen?! Matanya kena sawan kali!!" Jessi mengerutu kesal, menanti lift untuk berhenti di lantai kelasnya berada.
Kelas Jessi berada pada lantai empat kampus, membuat dirinya tidak akan sanggup kalau menaiki tangga. Pernah sekali, Jessi menaiki tangga akibat lift kampus sedang rusak dan membuat para mahasiswa menaiki tangga termasuk Jessi, keesokan paginya, jantung betis Jessi naik mengakibatkan Jessi susah berjalan.
"Kayaknya Pak Darren kelamaan jomlo, makanya otaknya kurang sekilo." Jessi mengerutu keluar dari lift, membawa langkah kakinya menuju kantin yang terdapat pada lantai empat.
Jessi memgambil duduk di depan kedua sahabatnya yang sudah menghabiskan dua mangkok bakso di depan mereka. Jessi berdecak, badan kedua makhluk yang memiliki nama hampir mirip ini sangat kurus, namun nafsu makan mereka berdua seperti kuli bangunan.
"Kerja dimana kalian? Sampai menghambiskan makanan sebanyak itu." sindir Jessi, sembari memanggil Mbak kantin untuk memesan jus jeruk agar pikirannya kembali segar setelah merasa panas dan kesal akan perjumpaan yang tidak diharapkannya, bersama Darren.
"Segarnya..." Jessi merentangkan tangannya merasakan kesegaran yang mengalir di dalam tubuhnya. Jam mata kuliahnya akan dimulai dalam satu jam ke depan, dengan rajinnya Jessi datang sangat cepat hari ini. Padahal Darren sebagai dosennya hari ini, masih mengajar di kelas lain.
"Tumben lo datang cepat. Nggak sabar ketemu Pak Darren, ya?" goda Rini dan Rena bersamaan, hari ini mereka hanya mempunyai kelas di mata kuliah Darren dan itu berlangsung satu jam lagi.
Jessi menatap tajam kepada Rini dan Rena, nggak sabar ketemu Darren? Cih! Hanya dalam mimpi! Dalam mimpi saja Jessi enggan bertemu dengan Darren, apalagi dalam kehidupan nyata.
Darren bukanlah tipe Jessi. Jessi hanya ingin memiliki hubungan dengan seorang pria yang bisa menyenangkan dirinya bukan membuat dirinya kesal. Darren adalah termasuk orang paling menyebalkan bagi Jessi, dengan menyiksa Jessi selalu dengan tugas-tugas atau melarang dirinya untuk tidur dalam kelas.
"Ogah gue ketemu sam dia!!" ucap Jessi kesal, namun mengundang tawa dari kedua sahabat Jessi.
"Lo serius nggak mau ketemu sama Pak Darren? Gue sumpahi ketemu setiap hari kalau perlu setiap malam." Rena menyumpahi Jessi berharap sahabatnya bisa berjumpa terus menerus dengan Darren.
Banyak pepatah yang mengatakan. Benci dan cinta beda tipis, setipis benang. Sehingga Jessi bisa saja suatu hari nanti mencintai Darren, atau Jessi tiba-tiba saja menyandang status sebagai istri pria itu.
Menbayangkan Jessi menikah dengan Darren, membuat Rena tertawa geli. Apalagi kalau sampai Jessi mencintai Darren, akankah sahabatnya itu akan seperti b***k cinta Darre?
"Kenapa lo ketawa? Ada yang lucu?" tanya Jessi, pasti Rena sedang membayangkan hal-hal menyebalkan bersangkutan antara dirinya dengan dosen menyebalkan itu.
Rena menggeleng. "Nggak ada. Lo mah berpikiran mulu sama gue!" Rena melanjutkan memakan camilan yang dibelinya, sesekali akan menatap geli ke arah Jessi.
"Jess, malam nanti kita jalan yuk!" ajak Rini.
Malam nanti adalah malam sabtu, kebetulan besok pagi mereka libur. Tidak masalah pulang larut malam atau bahkan mengadakan acara nginap bersama di apartemen Rena, karena hanya Rena yang tinggal terpisah dari orangtuanya.
Jessi hanya mengangguk saja, menyetujui ajakan dari Rini untuk pergi malam ini. Lumayan menghilangkan rasa penat setelah dihantui dengan tugas-tugas dan rasa kesal kepada Darren.
***
"Baik, kalian sudah mengerti. Sekarang kerjakan tugas halaman dua puluh empat, buat rangkuman dan kumpulkan pada hari senin." Darren menatap kepada mahasiswanya setelah menerangkan dan setelah itu menyuruh mahasiswanya untuk mengerjakan tugas yang diberikan olehnya.
Mata Darren berhenti pada satu titik. Gadis yang dua hari yang lalu, diberikan tugas olehnya karena gadis itu tidur dalam jam mata kuliahnya.
Sekarang Jessi, bukan tidur tapi malah tertawa dengan memegang ponsel. Gadis itu pasti tidak memerhatikan pelajaran yang diberikan olehnya lagi. Yang membuat Darren kesal adalah, Jessi yang terlihat senang dengan memandang ponsel. Pasti gadis itu sedang chatting dengan pria lain.
Membayangkan Jessi mempunyai seorang kekasih. Membuat Darren kesal dan marah dalam seketika, ia melangkah lebar menujuu tempat Jessi dan menatap tajam ke arah Jessi.
Membaca sekilas chat Jessi dengan seorang pria.
Beb, nanti malam aku telepon kamu. Cih! Apa-apaan pria itu memanggil Jessi dengan sebutan beb! Hanya Darren yang boleh memanggil Jessi dengan panggilan mesra.
"Nona Jessica Lioni Joseph, Anda silakan mengerjakan rangkuman dan kerjakan semua soal yang terdapat pada Bab 4." ucap Darren dingin.
Jessi membeku, memandang Darren tanpa berkedip. Tugas lagi?!! Demi apa dirinya mendapatkan tugas lagi?! Lagi!!
"Ta-tapi-"
"Tidak ada tapi-tapi. Saya membenci seorang yang tidak menghargai dosen yang menerangkan di depan, silakan kerjakan saja tugasmu. Hari senin harus sudah siap." ucap Darren dingin, tanpa menoleh ke arah Jessi lagi, dirinya berjalan mengambil bukunya dan keluar dari kelas.
Teman-teman kelas Jessi menatap Jessi prihatin. Namun, karena kesalahan Jessi juga tidak mendengarkan Darren menerangkan malah bermain ponsel. Sudah jelas Darren adalah dosen killer.
"Gue benci Darren!!" gumam Jessi kesal mengepalkan tangannya.
Memasukkan bukunya secara kasar ke dalam tas dan berjalan keluar dari jelas, sembari menyumpah serapahi Darren.
Rini dan Rena, merasa iba melihat Jessi tidak bisa jauh-jauh dari mengerjakan tugas dari Darren. Tapi, itu semua karena ulah Jessi. Coba saja, Jessi main ponsel? Pasti tidak akan terjadi seperti ini.