Part 05

1117 Kata
Darren berjalan dengan tatapan tajamnya. Menuju arah kantin, terdapat sang pujaan hati beberapa hari yang lalu menolak dirinya. Menolak ketika Darren mengajak Jessi menikah, mengajak dengan cara tidak romantis sama sekali. Darren tidak tahu caranya bersikap romantis. Yang ia tahu hanya mengajak dan Jessi harus mengatakan iya! Namun, alih-alih mendapat kata, iya, dirinya malah mendapatkan penolakan dari gadis yang mampu menarik perhatiannya itu. Gadis yang tidak ada pintar-pintarnya malah sering dapat hukuman dari Darren. "Jess!" panggil Darren dengan suara berat. Jessi yang sedang memakan baksonya, langsung menghentikan kegiatan yang membuat perut kenyang. Ia menoleh ke samping berdecak kesal. Walau suara Darren sangat jantan sekali. Tapi, Jessi tidak akan pernah terpengaruh. Darren tetaplah orang yang tidak disukai olehnya. "Eh, Bapak ngapain ke sini? Mau traktir saya bakso atau mau beliin saya semuanya." Jessi menatap Darren dengan senyuman paksanya. Dalam hatinya Jessi enggan mengucapkan satu patah kata pun kepada Darren. Muak melihat senyuman sok manis dan sok tampan dari dosennya ini, kenapa para mahasiswi sangat mengidolakan Darren? Nggak ada bagus-bagusnya Darren sedikit pun. Darren menggeleng. Memgambil duduk di dekat Jessi menatap gadis itu begitu lekat dan mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh gadisnya ini. Bolehkan, Darren menganggap Jessi gadisnya? Meng-klaim Jessi terlebih dahulu baru nanti meng-klaim dengan status pasti. Pasti dalam agama dan negara. Membayangkannya saja sudah membuat Darren tersenyum lebar. "Bapak kenapa senyam-senyum? Bapak nggak kesambet bangku kantin, 'kan?" kali ini bukan Jessi yang berbicara. Tapi Rini yang menatap Darren dengan ngeri. Walau Darren tampan. Kalau kerasukan tetap saja mereka takut. Konon katanya, di kantin ini banyak yang meninggal akibat bunuh diri, dibunuh, atau terjatuh dari tangga. Kebetulan sekali, kantin di lantai tiga terletak di sebelah tangga, membuat orang-orang enggan untuk duduk di kursi yang berada di dekat tangga. Sayangnya Jessi, Rini, dan Rena duduk di kursi dekat tangga. Darren mengalihkan pandangan matanya sebentar pada Rini, ia tahu Rini salah satu mahasiswi yang bersahabat dengan Jessi. Rini juga terkenal dengan kepintaran otak yang dimiliki oleh gadis itu. Walau tidak pintar-pintar berlebihan sangat. Namun nilai Rini selalu memuaskan. "Rin, kamu ada-ada saja. Mana ada bangku kantin bikin orang kesurupan." Darren menggelengkan kepalanya. Ternyata otak orang pintar masih ada celah kosong untuk kebodohan. Seperti Darren. Sudah banyak gadis lulusan terbaik di Indonesia atau lulusan terbaik di universitas luar negeri, namun hatinya tetap pada Jessi gadis yang memiliki otak pas-pasan, sering melawan, bermulut pedas, dan paling penting. Jessi menolak dirinya. Rini dan Rena, menaikkan sebelah alis mereka. "Terus kenapa Bapak ke sini? Pakai acara senyam-senyum kayak orang keseurupan." Darren menarik ujung bibirnya. Memang cinta. Sepedas apa pun orang mengatai dirinya, tapi tetap tersenyum saat orang dicintai ada di samping kita. "Ada perlu sama Jessi. Minta kepastian untuk jawaban kemarin." Darren menjawab ambigu, tidak dimengerti oleh Rini dan Rena. Karena Rini dan Rena lagi malas kepo. Mereka hanya diam dan melanjutkan makan mereka, paling Jessi cuman ditanya seputar perkuliahan. Apa pentingnya coba? Lain dengan Jessi, menghentikan makannya dan melirik Darren tajam melalui mata kirinya. Kenapa dosen ini sangat menyebalkan? Rasanya pengin Jessi tusukan garpu yang berada di tangam kirinya pada mata Darren. Biar Darren buta, susah berjalan, kalau perlu mati. "Bapak mau minta jawaban yang mana? Jawaban saya sudah jelas. Me-no-lak." Jessi menekankan kata menolak pada Darren, biar sadar dan tak menuntut jawaban lagi. Emang dasar, dosen-nya kayak orang pikun. Atau memang pikun beneran? Darren hanya tersenyum. Lalu berkata, "Sampai kapan pun saya akan menuntut jawaban sama kamu, bukan jawaban penolakan tapi jawabam penerimaan." Darren bangkit dari tempat duduknya, melangkah menjauhi kantin setelah melihat pujaan hati yang hari ini dirinya tidak mengajar di kelas Jessi. Darren memegang dadanya. Setiap saat berdekatan dengan Jessi, jantungnya selalu memompa begitu cepat dan seperti orang melari maraton. Sebegitu kuatkah pengaruh Jessi? Darren tertawa pelan.  Lebih baik dirinya segera mengajar daripada menjadi orang gila karena cinta. *** Darren William Malam, sayang. Lagi ngapain? Kamu rindu aku nggak? Aku rindu sama kamu. Jessi menatap datar pada ponselnya menatap ngeri sendiri setelah menerima pesan dari Darren, seorang dosen yang melamat dirinya atau lebih tepatnya memaksa dirinya menikah dengan pria itu. Cih! Percaya diri sekali Darren. Jessi tidak akan mau menikah dengan Darren, kalau hanya disogok dengan pesan bau kampret seperti ini tak akan mempan! Jessica Joseph Anda mau memesan pembesar p******a dari kami? Kebetulan sedang diskon. Pastikan p******a Anda terasa kencang dan besar. Oke. Sepertinya Jessi sudah gila menyamar sebagai seorang sales yang menawarkan pembesar p******a seperti di i********:. Mudahan saja Darren percaya. Namun harapan tak akan pernah sesuai dengan realita. Selalu saja Darren membuatnya kesal. Sangat kesal. Darren William Payudara kamu aja udah pas di tangan aku. Kamu nggak perlu pakai pembesar p******a, karena saat mengandung dan menyusui anak-anak kita nantinya, p******a kamu akan semakin besar dan sexy. Jessi ingin melemparkan ponselnya detik ini juga. Apa-apaan Darren?! Mengukur payudaranya dan membayangkan payudaranya yang akan membesar saat mengandung dan menyusui. Memang lelaki m***m. Jessi tidak akan kehilangan akal. Sampai detik ini, otaknya yang pas-pasan dan tidak akan kelebihannya sama sekali, tetap mempunyai ide cemerlang. Jessica Joseph Anda kurang semangat? Atau istri Anda kurang puas? Beli obat kuat dan pembesar p***s dari kami, dijamin pasangan Anda puas. Belum lebih dari satu menit. Sudah ada balasan masuk dari Darren, dosen yang Jessi duga sangat naksir berat pada dirinya. Darren William Penis aku sudah besar. Dijamin kamu bakalan puas. Mau coba? Jessi mengeram kesal. Akhirnya ia lebih memilih meletakkan ponselnya di atas nakas lalu berbaring. Daripada meladeni Darren, lebih baik dirinya merajuk ke alam mimpi. Tak bisa berjumpa dengan Lee Min Hoo di dunia nyata. Dalam mimpi pun jadi. "Oppa! Aku otw ketemu sama kamu!" *** Setengah jam berlalu. Darren belum mendapatkan balasan dari Jessi, apakah gadisnya sudah tidur? Atau gadisnya sedang membayangkan betapa besarnya milik Darren. Opsi kedua sepertinya tidak benar. Opsi pertama yang benar. Dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Darren pada ayah Jessi langsung, kalau jam sepuluh malam dan tidak ada kuota sekaligus VCD Korea terbaru. Gadis itu sudah tertidur. Sepengetahuan Darren, Jessi belum membeli kuota untuk internet hanya tersisa untuk chatting juga Jessi tidak membeli VCD Korea terbaru, dijamin Jessi sudah tidur. Darren mengetikan sebuah pesan pada bidadari pengisi hatinya. Darren William Jangan lupa mimpikan diriku, betapa hebatnya aku di atas ranjang. Kau akan puas dan mendesah kenikmatan. Selamat tidur, sugar. Darren meletakkan ponselnya ke atas nakas, setelah mengirim pesan pada Jessi. Ia tersenyum dan menggeleng, tidak menyangka akan menaruh hati pada gadis yang bukan kriteria dirinya. Selama ini, Darren akan mencari gadis pintar, baik, dan bersikap kalem. Namun sayang, rata-rata gadis yang dekat dengannya mata duitan semua walau mereka pintar. "Jess, Jess, Jess, pelet apa yang kamu pakai? Atau kamu pakai susuk?" tanya Darren sembari membayangkan wajah Jessi dan segala kelakuan gadis itu. Fix! Dirinya sudah terkena virus mematikan. Virus yang membuat orang-orang akan sering menangis, tertawa, atau lainnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN