Kualat loh Kamu

879 Kata
"Oooohhhh, jadi selama ini kamu bilang ke Mbak Putri ini kalau kamu mau ceraiin aku, Mas? Walah, dan alasannya karena aku sudah tua? Ckckckckck, bisa-bisanya kamu ngibulin anak kecil ya Mas, mustahil pengadilan mau kabulin gugatanmu kalau alasanmu aku ini sudah tua." Kalimat sarkas dan santai Bunda saat Si pelakor ini mengungkapkan hal menyakitkan tentang Bunda yang sudah tua dan betapa buruknya Ayah dalam membicarakan Bunda di belakangnya, membuat Ayah semakin kalut, tidak bisa aku bayangkan bagaimana sakit hatinya beliau. Aku anaknya yang mendengarnya saja merasa terhina apalagi Bunda yang mendengar bagaimana dirinya yang mulai tua dianggap sebagai satu alasan yang membenarkan Ayah untuk berselingkuh. Semakin aku meliat fakta tentang perselingkuhan Ayahku, semakin jijik aku dibuatnya. Beliau benar-benar tidak lebih dari seorang hidung belang rendahan yang haus akan perempuan muda. Sungguh benar-benar tidak bersyukur beliau ini. "Bun bukan kayak gitu, Ayah nggak pernah......" Ayah mengusap wajahnya dengan keras, aku seolah bisa mendengar otak beliau bekerja dengan keras mencari alasan untuk Bundaku, tapi baru satu kalimat pendek keluar dari mulut Ayah, si Jalang ani-ani ini sudah memotong kalimat Ayah. Bahkan yang lebih menggelikan adalah dia yang berkacak pinggang dan melotot kepada Ayah, hal yang tidak akan pernah dilakukan Bunda. "Jangan terus menerus bohong, Mas. Mumpung istri tua Mas sudah tahu, apalagi yang harus Mas tutupi dari hubungan kita. Dio makin gede, aku juga butuh kejelasan, aku juga butuh status, nggak bisa aku diginiin terus menerus." Astaga, ditengah hatiku yang porak poranda ini aku bahkan ingin menertawakan bagaimana harga diri Ayah sama sekali tidak berguna, bisa-bisanya Ayahku mencari selingkuhan downgrade dan tidak beratittude sama sekali. "Bisakah kamu diem dulu, Put! Kamu bikin semuanya jadi runyam." Aku mendengar Ayah berdesis pelan menegur selingkuhannya, tapi yang namanya orang nggak punya otak, ditegur bukannya diam tapi malah ngelunjak marah-marah. "Kok kamu malah marahin aku sih, Mas! Aku cuma mau perjuangkan hakku sama Dio, aku ini juga istrimu, sama kayak Mbak Harti." Aku tahu jika pelakor adalah modal utamanya cuma ngangk4ng di hadapan pasangan orang lain tanpa menggunakan otaknya, tapi si Putri yang kelakuannya sama sekali nggak cocok dengan namanya ini benar-benar bodoh. Antara bodoh, tol*l, dan juga b***k, sepertinya tiga kombinasi itu membuatnya tidak tahu malu. Bisa-bisanya dia kekeuh berpikiran dia berhak atas rumah ini sama besarnya dengan Bunda bahkan saat dia sudah mendengar jika rumah ini adalah rumah Bunda, rumah yang Bunda beli hasil dari kerja kerasnya bukan dari harta Ayahku. Percayalah, diantara para Abdinegara yang keren, dan hebat bukan hanya dalam pengabdian tapi juga bisnisnya, atau memang mereka yang terlahir sudah kaya, Ayahku adalah sedikit dari Abdinegara yang bisa dikategorikan Halo Dek mokondo yang tertolong dengan kebesaran hati Bunda, bisa dikatakan justru Bundaku yang bodoh karena mau bersabar menghadapi Ayahku yang nol besar dalam hal apapun. Nah sebenarnya semuanya bukan masalah sampai pada di titik Ayah ternyata selain Mokondo dia juga nggak punya otak, nggak tahu diri, sampai-sampai bisanya dia kawin lagi, mana kawinnya sama modelan curut B3go, yang bahkan nggak punya sopan santun. Demi Tuhan, pantas saja dua orang Curut ini berjodoh, mereka sama-sama nggak punya otak. Aku dan Bunda terdiam, sesekali aku melirik Bunda, alih-alih marah Bunda justru tersenyum geli mendapati mereka yang berdebat tentang Ayah yang memaksa wanita J4lang itu untuk diam sementara si Jalang justru bersikukuh untuk terus berbicara tentang hak, tapi meski Bunda tersenyum mata beliau tidak bisa menyembunyikan lukanya. Pria yang dia cintai, yang Bunda perjuangkan dan Bunda dukung mati-matian justru menggadaikan cintanya, hanya karena alasan Bundaku yang mulai tua. "Mbak Putri, bisakah Anda diam terlebih dahulu." Bahkan Bunda masih memanggil wanita penghancur rumah tangganya dengan sangat terhormat, jika aku yang ada di posisi Bunda aku mungkin akan memanggil Anjing atau s****l sekalian. Enak saja! Perdebatan mereka seketika terhenti saat Bunda bersuara, "saya perlu berbicara dengan suami saya, tolong hargai aturan dirumah saya. Persoalan Anda yang ingin menuntut hak yang sama tentang omong kosong status Anda sebagai istri siri, silahkan bahas berdua saja, jangan di depan saya. Saya tidak mau mendengar Anda merengek ingin tinggal di rumah ini hanya karena Anda sudah dikawini siri oleh suami saya. Ingat ini rumah saya, bahkan saya sudah mengatasnamakan rumah ini untuk anak saya. Jadi, bisakah Anda diam dan duduk dengan tenang! Jika tidak bisa diam, silahkan angkat kaki dari rumah saya." Si jalang tersebut tampak tidak terima dengan ancaman Bunda, tapi Ayah segera menarik wanita itu dan memelototinya, alhasil perempuan itu pasrah dan duduk dengan anaknya di kursi samping Ayah. Bunda tidak bersuara apapun, Bunda menunggu Ayah menjelaskan semuanya, ditatap sedemikian rupa oleh Bunda, akhirnya Ayah menyerah. "Maaf Bun, Ayah sudah mengkhianati kepercayaan Bunda. 3,5 tahun yang lalu Ayah bertemu dengan Putri, dan Ayah jatuh cinta lagi sampai akhirnya Ayah memutuskan untuk menikahinya secara siri." "Oooh jatuh cinta lagi? Sesederhana itu alasan kamu mengkhianatiku, Mas? Lucu sekali mendengarkan Bapak-Bapak berkata jatuh cinta dengan wanita seusia anaknya." Gurau Bunda dengan tawa penuh penghinaan, "sudah sampai disana saja penjelasannya, aku nggak mau dengar part kamu merayu Mbak Putri dengan janji manis kamu yang akan menceraikanku dengan alasan aku sudah tua. Bukan karena aku merasa terhina, tapi ngomong-ngomong soal tua, kamu jauh lebih tua dariku, Mas Agung. Membicarakan usia akan mempertegas betapa tidak tahu dirinya kamu yang sudah tua tapi bukannya makin dekat sama Sang Pencipta, tapi makin dekat sama dosa. Kualat loh kamu bohongin istrimu yang nganterin kamu sampai diposisi ini."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN