"Woi!" tepukan, ah, ralat bukan lagi tepukan melainkan pukulan ringan Sutini membuat Mia hampir saja terjungkal. Pasalnya, meski Tini memiliki badan kurus kerontang nyatanya tenaga gadis itu sangatlah luar biasa.
"Ya, Tuhanku Tini! Kowe iki kurang ajar, kok! Sampek jantungku apek copot gara-gara kaget," gerutu Mia akibat ulah sahabatnya yang sedikit nyeleneh itu.
"Kowe iki nyapo ngelamun ae. Ket maeng tak celuki ra kok jawab. Sampek kesel lek ku bengok-bengok." Tini berusaha membela diri. *
(Kamu ini kenapa melamun saja. Dari tadi aku panggil tapi tidak kamu jawab. Sampai aku capek teriak-teriak)
Mia diam saja tak menanggapi apa yang Tini tanyakan. Ya, sejak kepergian Mas Bule dari warung kopinya, membuat Mia sedikit terusik akan apa yang tadi ia obrolkan bersama pria ganteng itu. Menikah, bisa-bisanya Mia menawarkan hal demikian pada orang yang bahkan baru saja ia kenal.
"Cangkem ra iso diatur," Mia mengumpati kebodohannya sendiri dengan telapak tangan memukul pelan mulutnya berkali-kali. *
(Mulut tidak bisa diatur)
Tentu hal itu membuat Tini terheran akan tingkah ajaib sahabatnya.
"Mi! Mia! Eleng, Mi! Kowe ki nyapo koyok ngunu? Duh, ojo-ojo kowe kerasukan." Tini dengan panik mengomel sendiri dengan kedua tangan menggoyang-goyang tubuh Mia. *
(Mi! Mia! Sadar, Mi! Kamu ini kenapa seperti itu? Duh, jangan-jangan kamu kerasukan.)
"Kerasukan gundulmu, kuwi! Aku lagi akeh pikiran, Tini!" *
(Kerasukan kepalamu, itu! Aku lagi banyak pikiran, Tini!)
Kesal, tentu saja. Mia sampai harus menaikkan satu oktaf nada bicaranya karena Tini tak mengerti sama sekali dengan apa yang ia rasakan kini.
Tini begitu saja mengambil tempat di sebelah Mia. Saat ini keduanya sedang duduk di salah satu kursi yang berada di dalam dapur. Kebetulan warung kopi sedang di tangani oleh adik Mia dan ibu Mia. Karena mereka sepakat akan menjaga warung secara bergantian. Banyaknya pelanggan membuat Mia kerepotan dan kehilangan banyak tenaganya. Terlebih dengan kahadiran James tadi semakin membuat tubuh Mia lemas tak bertenaga.
Tini semakin merapatkan duduknya di sebelah Mia. Sungguh ia ingin tahu dengan apa yang sedang Mia pikirkan saat ini.
"Jane opo to, Mi, sing lagi kok pikirne. Perasaan isuk maeng pas awake dewe terakhir ketemu, kowe apik-apik ae. Ra enek sing bedo yen tak sawang," cerca Tini membuat kepala Mia semakin berdenyut nyeri. *
(Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan, Mi? Perasaan tadi pagi saat kita terakhir bertemu kamu masih baik-baik saja . Tidak ada yang berbeda jika aku lihat)
Jika Mia tak menceritakan semua pada Tini, maka bisa-bisa gadis itu tak akan mau pulang dan akan tetap mengekori Mia kemana pun ia berada. Yang ada Tini akan menginap di rumah Mia dan terakhir sebelum tidur Tini akan menodong lagi dengan apa yang ia inginkan. Begitulah sifat Tini yang sudah dihapal oleh Mia di luar kepala.
"Ceritane dowo." Mia menjawab singkat lalu gadis itu berdiri dan meraih gelas . Mengambil air minum agar tenggorkan yang kering bisa kembali basah. Banyak berpikir membuatnya dehidrasi. *
(Ceritanya panjang)
"Yo, diendekne to, Mi. Kowe ki mesti seneng marai aku senapsaran." Tini sudah menunjukkan wajah memelas dengan bibir dimonyongkan ke depan. *
(Ya dipendekin lah, Mi. Kamu itu selalu suka membuatku penasaran)
"Engko ae nek warung wes tutup tak ceritani," putus Mia sepihak. *
(Nanti saja kalau warung sudah tutup aku akan cerita)
Jika tidak maka percakapan dengan Tini tak akan ada habisnya. Terlebih pengunjung warung kopi miliknya sudah mulai lagi datang dan pergi silih berganti membuat Ibu dan adiknya mondar mandir sejak tadi. Mia tentu tidak tega melihat ibunya yang ikut sibuk seperti itu. Seharusnya Mia memang menambah satu orang karyawan lagi. Tapi ia rasa untuk memberikan gaji Mia masih belum berani. Alhasil selama ini Mia hanya mengandalkan bantuan Ibu, adik perempuan dan adik lelakinya serta terakhir adalah bapaknya. Namun biasanya sang Bapak hanya membantu di depan, bagian jaga parkiran. Maklumlah motor yang terparkir di depan warung sampai tumpah ruah ke pinggir jalan sepanjang rumah yang juga merangkap sebagai warung kopi milik Mia. Jadi Bapaknya tidak ingin mengambil resiko andai kata sampai ada pencuri yang nekat membawa kabur atau membawa lari salah satu kendaraan pengunjung warung kopinya.
"Kowe ki lek mesti ngunu. Ra seneng aku. Bar tutup warung mesti alasan akeh tugas lek nggak mesti alasan ngantuk. Tuman kok ancene kowe iki." *
(Kamu itu selau begitu. Enggak suka aku. habis tutup warung pasti kamu akan banyak alasan. Kalau tidak mengerjakan tugas pasti alasan mengantuk)
Tini menggerutu tidak jelas tapi tak ditanggapi oleh Mia. Gadis itu memilih kembali ke depan dan meggantikan posisi ibunya yang sedang melayani pembeli.
Karena ia merasa tak ditanggapi oleh Mia, Tini memiih kembali bekerja. Ia tidak enak juga karena tadi sempat ijin tidak bisa menunggu warung karena harus mengantar emaknya. Dan setelah urusannya beres, meskipun sekarang sudah jam delapan malam nyatanya Tini merasa tidak tenang jika tidak datang ke warung dan membantu Mia.
Tini dan Mia memang sahabat sekaligus bertetangga. Jarak rumah keduanya juga tidak jauh hanya sepuluh langkah mungkin yang dipisahkan oleh lima rumah milik tetangga yang lainnya. Sejak kecil Tini dan Mia juga sudah dekat hingga detik ini pun masih akur dan jarang ribut apalagi sampai bertengkar. Sekesal-kesalnya Tini pada Mia akan tetapi ia sangat menyayangi Mia karena Mia bukanlah tipe gadis yang suka ingkar janji. Seperti sekarang ini misalnya. Mia sudah berjanji akan bercerita mengenai masalah yang sedang gadis itu hadapi. Tapi karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, alhasil Mia hanya bisa menjanjikan. Dan janji itu suatu ketika juga pasti akan diingat lagi oleh Mia andaikan gadis itu sempat melupakannya.
***
Otot dan tulang tubuh Mia serasa mau copot dari tempatnya masing-masing Ia sangat lelah karena hampir setiap hari pengunjung warung kopinya tak pernah surut sama sekali, bahkan di setiap harinya akan semakin bertambah. Mia wajib bersyukur akan nikmat yang telah Tuhan berikan ini. Setidaknya dengan bertambahnya pengnjung warung kopinya maka pemasukan dari jualannya juga semakin banyak. Tak hanya dia yang diuntungkan termasuk salah satunya adalah Tini yang juga ikut kecipratan hasilnya. Mia bukanlah orang yang pelit. Ia akan menggaji Tini sesuai porsi kerja gadis itu. Jika bayak pengunjung dan Mia mendapat banyak keuntungan maka Tini pun akan mendapatkan sekian persennya karena Tini juga berperan penting dalam mengurus warung kopi ini.
Pagi hingga sore jika Mia harus pergi kuliah, maka Tini lah yang akan menghandel warung dengan didampingi ibu Mia. Sementara adik Mia juga sedang pergi ke sekolah. Hanya malam hari saja kedua adik Mia akan membantu sementara Tini dari pagi sampai tengah malam gadis itu selau stand by di warung kopi. Hanya jikalau merasa capek maka Tini akan istirahat sebentar lalu pulang ke rumahnya, an jika dirasa tubuhnya kembali segar maka Tini akan kembali lagi ke warung. Begitulah aktifitas mereka dalam sehari-hari. Mengelola warung kopi viral di dunia maya. Mungkin bagi sebagian orang yang melihat merasa wah akan pencapaian yang Mia peroleh kali ini. Warung kopinya ramai, omsetnya berkali-kali lipat. Tapi mereka tidak ada yang tahu bagaimana perjuangan Mia membangun warung kopi miliknya hingga bisa sebesar ini dan menjadi viral di jagad maya. Semua membutuhkan pengorbana dan kerja keras.
Ah, mengingat pengorbanan dan kerja kerasnya selama mendirikan dan membesarkan warung ini menjadikan Mia teringat akan Mas Bule yang tadi menngunjungi warung kopinya. Bagaimana mungkin dengan tidak berperasaanya Mas Bule menginginkan resep rahasia racikan kopinya. Mia juga tidak bodoh dan mau begitu saja menyerahkan apa yang menjadi rahasia perusahaan seorang pengusaha seperti dirinya. Karena bagaimana pun juga si Bule tetaplah saingan bisnisnya meski pada awalnya mereka tak saling mengenal. Bahkan tawaran menikah yang ia bicarakan dengan Mas Bule tadi hanyalah akal-akalannya saja karena tidak sopan rasanya jika ia langsung menolak begitu saja menuruti apa yang Mas Bule minta.
Mia menggelengkan kepalanya masa bodoh dengan Mas bule itu. Toh setelah ini dia tidak akan lagi bertemu dengan pria itu. Ah, siapa bilang tidak lagi bertemu jika KTP milik Mia saja masih masih berada ditangan Mas Bule. Sementara mobil Mas Bule yang ia tabrak juga belum diperbaiki. Duh, apes tenan nasibmu Mia.