9. Balik Omah

2234 Kata
Sekian detik hingga menit berlalu tapi gadis pemilik warung kopi yang ia tunggu tidak juga menampakkan diri lagi. Padahal pembahasan mereka tadi belum selesai karena tragedi pingsannya seorang perempuan yang James tak kenal siapa. Mungkinkah salah satu pelayan di warung ini? Karena tak lagi ada kesempatan bagi James untuk dapat kembali bertemu Mia, maka pria itu putuskan untuk meninggalkan tempat saja. Ia merasa sia-sia jika terlalu lama berada di tempat ini. Beranjak berdiri meninggalkan selembar uang lima puluh ribu yang diselipkan di bawah cangkir kopi. Lalu James pergi keluar dari dalam warung mengabaikan tatapan penuh tanya dari beberapa pengunjung. Terang saja dia jadi pusat perhatian pasalnya wajah bule yang ia miliki menjadi daya tarik tersendiri di tengah kerumunan wajah jawa yang mendominasi. Memasuki mobil dan menjalankannya meninggalkan warung milik Mia dengan sejuta tanya yang ada dalam benak James. Karena dirasa tak lagi ada yang bisa ia lakukan di kota ini, atau lebih tepatnya misinya mencari resep kopi tak ia dapatkan membuat James mengambil keputusan. Ia akan kembali ke rumahnya. Terlalu lama meninggalkan bisnis coffe shop miliknya juga bukan hal yang baik. Dalam hati James berpikir, ia bisa kembali lagi ke kota ini kapan saja ia mau. Toh KTP milik Miati masih ada di tangan. Bisa ia gunakan sebagai alasan untuk menekan wanita itu jika tetap saja tidak mau membocorkan kepadanya akan resep kopi andalan yang mungkin saja menjadikan ia ketagihan. Itu bukan sebuah mitos. Tapi fakta. Jika seseorang telah atau pernah mencoba kopi racikan dari warung kopi milik Mia, maka lidah seseorang itu akan merasa ketagihan. Ingin minum lagi dan lagi. Oleh sebab itulah kenapa pelanggann warung kopi milik Mia selalu kembali lagi bahkan setiap hari. Jika tidak merasakan kopi racikan Mia sehari saja maka dapat menyebabkan sakit kepala. Bukan berarti Mia memberikan pelet atau sejenis jampi-jampi pada minuman yang ia jual. Akan tetapi dari jenis kopi itulah yang membuat seseorang akan kecanduan. Kopi khas yang tak bisa dijumpai oleh sembarang orang juga tak dijual bebas di pasaran. James kembali ke hotel lalu memutuskan untuk chek out hari itu juga. Ketika ponsel di tangan berdering James sedang menyimpan tas ke dalam bagasi mobilnya. Mami Isma. Gumam James lalu mengangkat panggilan telepon dari mamanya. "James ... how are you darling, dadar gulingnya Mami yang paling ganteng sedunia?" James mendengus mendengar kata sapaan yang Mami ucapkan dengan panjang dan lebar. "I'm fine, Mami." "Kapan pulang? Mami sudah sangat merindukanmu," ucap Mami Isma terdengar berlebihan di telinga James. "Eum ... bagaiman jika James pulang bulan depan saja, Mami?" "What?! Jangan kurang ajar kamu James. Buat apa lama-lama di sana? Apa kamu kecantol kembang desa, hah?" James tertawa terpingkal-pingkal dengan apa yang Mami ucapkan. Pria itu selalu teringat akan semua kisah asmara Papi dan maminya. Menurut Mami Isma, beliau dulu adalah kembang desa yang kesasar ke negara tetangga demi bisa menikah dengan lelaki bule kaya raya. Padahal kenyataan yang ada, maminya dulu adalah mantan tenaga kerja wanita yang mendapatkan sebuah keberuntungan bertemu dan akhirnya menikah dengan papinya. "Kowe ojok ngguyu Mami, James. Kuwalat tahu rasa, ya! Awas aja nanti mami doain kamu ketemu kembang desa yang hanya bisa bicara dengan bahasa Jawa. Mampus pora kowe engko!" "Mam ... apa yang Mami katakan. Tega sekali menyumpahi James. Jika begitu lebih baik James tidak jadi pulang saja. Biarkan mami kesepian dan kehilangan dadar guling kesayangan mami ini." "Loh ya ... ojo ngunu ta lah James. Mami hanya bercanda. Pulanglah, Nak. Mami rindu." Memelas Mami Isma berucap membuat James mencebikkan bibirnya. Drama queen dimulai. Pandai sekali maminya merayu tak hanya pada dirinya tapi juga pada papinya. Meskipun begitu, James tetap cinta pada Mami Isma. Wanita pertama dan cinta pertamanya James. "Hari ini James pulang. Mami tunggu saja di rumah." "Oh, ya. Jadi ... beneran kowe apek mulih James?" [ jadi benar kamu mau pulang, James?] "Iya, Mami." "Hati-hati di jalan, gantengnya Mami. Jangan lupa bawakan Mami oleh-oleh." Dan disebutlah dari A sampai Z semua makanan khas daerah yang Mami Isma inginkan. James hanya mendengarkan sembari menggaruk-garuk belakang telinganya. Jika sudah berurusan dengan maminya maka siap-siap saja James tersiksa. *** Lima jam perjalanan yang menjadi saksi bisu seorang James menempuh berkilo-kilo meter jauhnya demi kopi viral telah terlewati, meskipun tak mendapatkan hasil alis zonk. Namun, bukan James namanya jika patah semangat dan berhenti di tengah jalan. Tidak. Itu tidak akan James lakukan. Memarkir mobil di garasi rumah yang ia tinggali bersama kedua orang tuanya. Karena tubuh yang lelah dan rasa pegal pada punggung menjadikan James ngeloyor begitu saja masuk menuju kamarnya berada. Tanpa mau repot-repot membangunkan mami atau papinya yang sudah dapat James pastikan tengah tertidur lelap di tengah malam seperti ini. Memasuki kamar yang beberapa hari tak ia singgahi. Melepas asal kaos juga celana yang ia kenakan selanjutnya menjatuhkan tubuh besarnya di atas kasur empuk yang langsung membuatnya terlelap larut akan mimpi indahnya malam ini. James rasa dirinya baru tidur beberapa jam saja, akan tetapi suara alarm dari ponsel yang pengaturannya lupa ia matikan, membangunkan pria itu di tengah tidur lelapnya. Mengumpat untuk beberapa saat sembari tangan meraba-raba dari mana asal suara yang selalu membangunkan dia setiap pagi. Ya, setiap hari memang James selalu membunyikan alarm untuk membangunkan dia sebelum alarm dari maminya yang memekakkan telinga itu singgah di telinga. Sebagai seorang pria yang harus pergi bekerja setiap hari mengharuskan James tak boleh bermalas-malasan. Itulah sebab pria itu selalu rajin bangun pagi. Biasanya sebelum memulai ritinitas pagi, maka yang James lakukan adalah berolahraga. Treadmill, push up atau justru berenang. Pria itu duduk dengan mengacak acak rambutnya sembari mengumpulkan nyawa yang belum kembali sepenuhnya. Menyingkap selimut yang menutupi tubuh berotot, tanpa baju atasan dan hanya celana boxer yang membalut tubuh bagian bawahnya saja. Kebiasaan James jika sedang tidur adalah menanggalkan semua baju yang melekat ditubuh dan hanya alat vit*alnya saja yang ia tutup. Setelah membasuh wajah dan menggosok giginya, James keluar kamar. Tak lupa menyambar kaos yang tergeletak di atas sofa. Suara kegaduhan yang hampir satu minggu tak pernah ia dengar lagi di setiap pagi membuat James hanya geleng-geleng kepala. Sudah biasa jika James mendapati perdebatan papi dan mami di meja makan karena masalah sepele. Entah mengenai menu sarapan, minuman atau masalah baju yang dikenakan papinya ketika akan pergi bekerja. Mami Isma menolehkan kepala ketika mendapati suara kaki yang sedang menuruni anak tangga. Gedebak-gedebuk suara yang ditimbulkan dari kaki berotot milik James yang melangkah lebar-lebar sampai di lantai satu rumahnya. Binar bahagia dari wajah mami Isma mendapati sang putra telah kembali ke rumah mereka. Begitu saja James memeluk erat maminya yang berdiri di sisi papi yang duduk di salah satu kursi ruang makan. "James ... Mami sangat merindukanmu, Sayang." James menepuk-nepuk punggung maminya. Meski wajah bule dan berbadan kekar nyatanya James begitu mencintai wanita yang telah melahirkannya ini. "James juga merindukan Mami." "Ouch ... anak mami." Sesi melepas rindu itu harus usai lantaran Thomas Howard tak terima merasa diabaikan oleh anak dan istrinya. "Kau tak merindukan papi, James?" Berkata demikian dengan masih fokus dengan menu sarapan yang tidak Thomas sukai, tapi dipaksakan terus oleh sang istri. Oat toping buah strawberi. Menu sarapan sehat untuk pria perusia kepala lima. Sehat untuk jantung karena rendah kolesterol. Namun, Thomas tidak suka. Menjadi bule sejak lahir yang terbiasa sarapan roti juga bacon lalu setelah menikah dengan Isma sering dicekoki menu sarapan nasi pecel, lontong sayur, bubur ayam juga segelas kopi, membuat lidah kebarat-baratan Thomas terkikis sedikit demi sedikit. Dan sekarang dengan teganya Isma kembali merubah menu makan paginya dengan oat, buah, juga salad sayur membuat Thomas kesusahan untuk mulai menyesuaikan diri. Apalagi sekarang Isma juga menjauhkan dia dari kafein dan menggantinya dengan air mineral. Sungguh menyiksa dirinya meski yang Isma lakukan karena alasan demi kesehatan. James menolehkan kepala ke samping lalu mengurai pelukan maminya. "Hai, pap. How are you?" James memilih menarik kursi di sebelah papinya. Thomas memperhatikan James sekilas lalu menjawab, "Papi baik. Kau sendiri, kapan sampai?" "Semalam." James meraih cangkir lalu mengisinya dengan kopi dari coffe maker yang biasa mami Isma buat setiap pagi. Keluarga pecinta kopi. Aroma dari asap yang mengepul membuat Thomas terbuai. Pria berusia memasuki angka lima puluh tahun itu mengikuti pergerakan James dengan jakun naik turun. Bibir James yang meniup asap panas dari kopi yang masih mengepul lalu menyeruput sedikit sembari mata memejam menikmati aliran pekat yang melewati tenggorokan. Semua tak lepas dari perhatian Thomas. Sampai sebuah pukulan di punggung membuat pria tua itu tergagap. Menelan ludah susah payah mendapat pelototan Isma. Thomas yang ketakutan memilih menundukkan kepala menghabiskan sisa sarapannya. James yang tak mengerti apa-apa hanya memperhatikan kedua orang tuanya lalu melanjutkan acara ngopinya. "Kau tahu honey, sangat tidak adil memperlakukanku seperti ini. Dengan James ... kau membebaskannya menikmati makan pagi sesuka hatinya. Sementara denganku ... apa yang kau berikan ini?" Gerutuan yang lebih menyerupai sebuah protes kala ekor mata Thomas memperhatikan Isma yang menghidangkan sebuah nasi goreng telor ceplok dan taburan bawang goreng serta bawang daun yang seketika membuat Thomas meneteskan air liurnya. "Papi jangan bandel. Papi ini bukan anak kecil. Ingat kesehatan. Sudah tua juga. Apa papi mau penyakitan terus tak bisa lagi menikmati hidup dengan penuh kenikmatan?" Thomas mencebik dan tak lagi mendebat sang istri. Ia tahu apa yang Isma lakukan juga demi kebaikannya. Tapi Thomas juga masih ingin menikmati hidup dengan memakan apa saja yang ia suka. "Kau kenapa, Pap?" James bertanya dengan mulut penuh makanan. "Tidak ada. Hanya ... Papi merasa jadi anak tiri sekarang. Kau bisa lihat bagaimana mamimu memberikan menu makan pagi papi yang berbeda darimu." James tertawa sampai ada bulir nasi yang menyembur keluar dari mulutnya. "Jangan menertawai Papi, James!" "Itu sih derita Papi," goda James semakin membuat Thomas memberenggut sebal. Isma yang berada di antara mereka dan sedang menyesap jus buah yang tadi ia buat, mengusap bahu suaminya. "Habiskan menu makan pagimu, honey. Kau tahu kan jika menu sehat seperti ini membuat badanmu semakin kuat." Mami Isma mencondongkan tubuh lebih mendekat pada Thomas. Berbisik lirih di telinga sang suami. James tak tahu apa yang Mami katakan pada papi. Yang jelas binar bahagia begitu saja nampak di wajah papinya. Selanjutnya dengan semangat empat lima Thomas kembali menyuap makanannya sampai habis tak bersisa. Isma senyum-senyum mendapati Thomas tak lagi memprotesnya. Sementara James hanya geleng-geleng kepala mendapati tingkah laku kedua orang tuanya. "Honey ... makananku telah habis. Aku akan ke kantor. Dan ingat! Apa yang telah kau janjikan padaku. Aku tak akan lembur malam ini. Tunggu aku kembali," ucap Thomas lalu mencium bibir Isma di hadapan James. Sudah terbiasa melihat interaksi keduanya tak membuat James kaget. Ia biarkan saja papi dan maminya menikmati kebahagiaan mereka. Dia sendiri lebih sibuk menghabiskan makan paginya seorang diri karena mami meninggalkannya untuk mengantar papi sampai depan rumah. Tepat di saat nasi dalam piring James habis, mami kembali menghampiri. Duduk di salah kursi berhadapan dengan James. "Mana oleh-oleh pesanan mami, James?" "Ada. Masih di dalam mobil. Aku belum menurunkannya." "Dapat semua kan apa yang Mami minta?" James hanya mengedikkan bahu lalu menghabiskan kopinya. "Mami bisa mengeceknya sendiri nanti." Dengan penuh semangat Isma berniat beranjak dari duduk untuk mengambil semua barang pesanannya. Namun, harus ia urungkan ketika James kembali bersuara. "Mam! Jangan ke mana-mana. Temani aku dulu di sini. Kita bisa saling bertukar cerita misalnya. Lagipula ada hal yang ingin aku sampaikan pada mami." Isma yang penasaran mengerutkan kening sembari menatap putranya penuh pertanyaan. "James ... Kowe ojok ngomong nek beneran nemu kembang desa Nang kono? (James .. kamu jangan bilang jika benar bertemu dengan bunga desa di sana?)" "Cih ... Kenapa Mami selalu bisa tahu apa yang sedang terjadi denganku?" "Jadi beneran? Yes! Mami dapat mantu." Girang betul mami Isma mendapati James mendapat bunga desa. Namun, reaksi James hanya geleng-geleng kepala mendapati tingkah absurd maminya. Sungguh, James tak habis pikir bagaimana dia bisa mendapat mami yang nyeleneh seperti ini. Sangat berbeda dengan kebanyakan mami-mami di luaran sana. Mungkin perbedaan inilah yang dulu membuat papinya jatuh cinta. Jangankan papinya. Dia sendiri pun juga sama. Begitu tergila-gila dengan sang mami tercinta. Mami yang jika ia sedang berjauhan maka rasanya tak akan bisa menahan kerinduan. Mami yang dengan caranya sendiri menunjukkan perhatian serta kasih sayang pada anak dan suami. Mami yang humoris membuat para penghuni rumah tak bosan dan jenuh serta kerasan meski hanya berada di rumah seharian. Ah, mami Isma yang banyak kelebihan tapi hanya keluarganya saja yang tahu. "Woi! James! Malah ngelamun. Jadi bicara dengan mami tidak? Jika tidak jadi, mami pergi saja ini. Tidak sabar membuka semua oleh-oleh yang kamu bawakan. Apa iya karena kembang desa Kowe jadi kesambet cinta begini?" "Ck. Mami ini ngomong apa? Kesambet? Memang mami mau jika anaknya yang tampannya tidak ketulungan ini kesambet?" "Bukan begitu cah bagus. Sekarang buruan katakan pada Mami. Apa yang sudah terjadi pada anak mami yang lucu dan menggemaskan ini." Kedua tangan mami Isma begitu saja sudah mencubit dua pipi James yang dipenuhi oleh jambang menggelikan. "Mam ... Bisa mami bantu aku? Aku ingin kawin mami!" "What? Kawin?" "Yah. Aku mau mami melamar seorang gadis untukku." Mami Isma mengerjab-ngerjabkan matanya. Merasa apa yang James katakan hanya sebuah lelucon semata. Bagaimana mungkin putranya meminta padanya untuk melamar seorang wanita? Bahkan James mengatakan ingin kawin segala? Astaga, ini sungguhan atau hanya khayalan semata. Mami Isma masih tak percaya. "Mam ... kenapa sekarang justru mami yang bengong? Aku serius. Rasa-rasanya aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis desa" Yap. Tentu saja James berbohong. Dia sedang tidak jatuh cinta pada Mia, melainkan jatuh cinta pada kopi racikan gadis itu. Dan hanya dengan menikahi Mia lah maka James akan bisa mendapat resep racikan kopi yang begitu dia inginkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN