Bab 4

1170 Kata
Thevy duduk di meja kerjanya. Tatapannya tampak tidak fokus dengan layar laptop di hadapannya. Berulang kali ia menoleh ke arah ponsel yang tampak tak berdaya yang berada di sebelah laptopnya. Sejak siang tadi hingga malam ini Mada masih belum mengiriminya pesan. Panggilan dan pesan yang dikirimkan oleh Thevy pun masih belum ada jawaban. Thevy bingung antara harus khawatir atau marah karena mendadak saja Mada seperti tidak ada kabar. Thevy memijit kedua pelipisnya. Rasanya kepalanya mendadak pusing memikirkan segala macam hal mengenai Mada. Belum lagi Thevy juga memiliki beban pikiran mengenai persiapan pernikahannya. Oh, juga naskah cerita yang masih saja belum selesai. “Mada ke mana, sih?” gumam Thevy mengambil ponselnya dari atas meja. Diamatinya ponselnya itu yang masih saja diam. Thevy menimbang-nimbang haruskah dirinya kembali menghubungi Mada? Tapi, Thevy takut kembali kecewa kalau Mada tidak mengangkat panggilan teleponnya. Ponsel Thevy tiba-tiba bergetar. Buru-buru Thevy mengangkat panggilan yang ternyata dari Mada. “Mada?” panggil Thevy. “Hai,” sapa pria itu dengan tenang. “Kamu ke mana aja, sih? Kenapa seharian nggak ada kabar? Kamu juga nggak datang tadi pas aku fitting gaun pengantin? Aku nungguin kamu tahu.” “Sori,” kata Mada lirih. “Tadi aku sibuk banget sama kerjaan, Thev. Beneran nggak sempat ngasih kabar ke kamu. Maaf ya.” “Emang sesibuk apa, sih, kamu tadi? Sekadar kirim pesan bilang kalau kamu nggak bisa datang apa nggak bisa?” tanya Thevy dengan kesal. “Iya, aku lupa tadi, Thev,” balas Mada masih dengan nada tenang. “Aku beneran minta maaf.” “Kamu beneran sibuk sama kerjaan?” “Iya. Tadi ada meeting dadakan,” jawab Mada. “Meeting di mal?” “Hah?” balas Mada terdengar bingung. “Tadi aku lihat kamu di mal.” Untuk sesaat Mada terdiam. Lalu, pria itu terkekeh pelan yang membuat Thevy mengernyit bingung. “Iya. Tadi meeting di salah satu restoran di sana. Kamu kok tahu?” “Aku lihat kamu tadi,” kata Thevy. “Aku lihat kamu jalan sama cewek,” tambah Thevy pelan. Awalnya Thevy tidak ingin mengatakan asumsinya yang bisa jadi salah. Tapi, Thevy sedang sangat kesal kepada Mada karena seharian tidak ada kabar dengan alasan sibuk sama kerjaan. “Sama cewek?” tanya Mada terdengar tidak yakin. “Cewek siapa, sih? Aku tadi meeting bareng banyak orang, sayang. Mungkin yang kamu lihat salah satu rekan kerjaku.” “Masak? Tapi aku lihatnya cuma berdua doang, kamu sama cewek itu,” kata Thevy. “Kamu jangan mikir aneh-aneh deh. Orang tadi banyak orang kok.” Katanya orang yang akan menikah bakal mendapat cobaan bertubi-tubi. Apa mungkin, ini yang sedang dialami oleh Thevy? Karena pasalnya, Mada hampir tidak pernah mengabaikan Thevy seperti ini. Mada selalu memberi kabar kebada Thevy sesibuk apa pun pria itu. Belum lagi asumsi Thevy tentang Mada yang mungkin saja selingkuh. Thevy merasa frustrasi sendiri karena menghilangnya Mada hari ini. “Omong-omong, kamu udah makan?” tanya Mada. Thevy menarik napas dalam lalu bergumam. Thevy masih merasa kesal dengan Mada. “Jangan marah dong, Thev. Aku beneran minta maaf,” kata Mada sungguh-sungguh. “Besok aku jemput kamu di rumah ya? Kita makan siang bareng. Oke?” “Iya,” jawab Thevy tak bersemangat. “Ya udah, kalau gitu sampai ketemu besok ya. Kamu jangan begadang, buruan tidur.” “Iya.” “I love you, Thevy.” “Me too,” balas Thevy sebelum memutuskan sambungan telepon mereka. Padahal, Thevy itu sangat jarang sekali marah kepada Mada. Thevy selalu berusaha mengerti Mada. Thevy juga tidak banyak menuntut Mada dalam hal apa pun. Tapi, entah mengapa hari ini Thevy merasa Mada agak keterlaluan. Mungkin saja hal ini karena Thevy sangat ingin Mada melihatnya memakai gaun pengantin. Tapi, keinginannya itu tidak terwujud. Dan tentu saja Thevy kecewa. *** Thevy menggeliat. Siraman sinar matahari yang masuk ke kamarnya melalui jendela membuat tidurnya terganggu. “Bangun, Kak. Udah jam sepuluh,” kata suara yang Thevy kenali. Itu adalah suara adiknya. “Nanti,” gumam Thevy seraya menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Tadi, Thevy baru tidur pukul setengah enam pagi setelah semalaman begadang menulis cerita. Dan Thevy sedang membutuhkan tidur panjang karena saat ini dirinya sangat capek dan masih mengantuk. “Bangun, makan, habis itu tidur lagi nggak apa-apa,” kata Sera seraya menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Thevy. “Nanti,” gumam Thevy lagi mencoba mempertahankan selimut di badannya. “Aku masih ngantuk. Nggak usah ganggu. Tutup lagi tirainya.” Sera berdecak. “Dicariin Kak Mada,” katanya. Mendengar nama Mada disebut sontak membuat Thevy mengerjapkan mata. Thevy berusaha keras menyingkirkan rasa kantuk dan silau sinar matahari dari matanya. “Mada?” tanya Thevy menatap ke arah Sera yang menjulang tinggi di sebelah tempat tidurnya. “Iya.” “Dia di sini?” tanya Thevy. Sera menoleh ke belakang sambil menunjuk sesuatu dengan dagunya. “Tuh,” jawabnya. “Bangun makanya.” Setelah mengatakan itu Sera berderap pergi meninggalkan kamar Thevy. Thevy memaksa diri untuk bangkit duduk. Diamati arah yang tadi ditunjuk oleh adiknya. Di atas meja kerjanya kini terdapat sebuah buket mawar merah yang tampak segar dan indah. Sontak senyum kecil terukir di bibir Thevy melihat buket bunga itu. Thevy bangkit berdiri lalu berjalan ke arah meja kerjanya. Ia mengambil buket bunga mawar merah itu dan membelainya dengan hati-hati. Dihirupnya bau wangi yang menguar dari bunga tersebut. Sebuah kartu terselip di antara bunga-bunga itu. Segera Thevy mengambil kartu tersebut dan membaca tulisan di kartu itu. Maaf buat yang kemarin. I love you, Thevy. -Mada- Thevy berdecak. “Emang pinter ngerayu,” gumamnya menahan senyum. Setelah merenungkan semua hal yang terjadi kemarin, akhirnya Thevy bisa memaklumi Mada yang mungkin memang sedang sibuk-sibuknya. Jadi, sebenarnya Thevy sudah tidak begitu kesal lagi dengan Mada. Thevy tidak ingin bertengkar dengan Mada yang hanya akan membuat hubungan mereka renggang. Padahal kan mereka mau menikah. Seharusnya, mereka menjadi lebih mesra. Jadi, Thevy akan selalu berusaha mengerti keadaan Mada. Thevy tidak boleh marah-marah tidak jelas. Thevy kembali ke tempat tidurnya. Ia mengambil ponsel yang berada di atas nakas. Segera Thevy mendial nomor Mada yang kali ini langsung diangkat oleh pria itu. “Pagi,” sapa Mada. “Udah bangun?” “Udah,” jawab Thevy seraya mengamati bunga yang berada di pangkuannya. “Tadi ke rumah?” “Iya. Tapi, kamu masih tidur.” “Kenapa nggak bangunin sih, tadi?” “Kamu kelihatan nyenyak banget tidurnya. Mana tega bangunin kamu,” jawab Mada. Thevy tersenyum kecil. “Omong-omong, bunganya bagus,” katanya seraya mengendus harum dari bunga mawar merah di pangkuannya. “Kamu suka?” Thevy menganggukkan kepala. “Sangat suka,” jawabnya. Mada terkekeh. “Syukur deh,” katanya. “Thank you,” ucapnya. “Mau makan siang bareng?” tanya Mada. “Tentu.” “Oke. Aku jemput jam setengah dua belas ya?” “Oke. Sampai nanti.” Setelah mengucapkan itu, Thevy langsung mematikan sambungan telepon mereka. Thevy menatap jam digital di ponselnya. Saat ini jam menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh. Sebaiknya Thevy segera bersiap-siap. Thevy tidak ingin nantinya membuat Mada menunggu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN