Aku menatap pintu yang ada di depan ini memikirkan apa sudah benar yang kulakukan dan bagaimana dampak ke depannya, aku menghembuskan nafas berkali-kali sebelum melangkah masuk. Ketika aku masuk mencari keberadaan Tian namun ruangan ini kosong tidak ada orang, aku melangkah ke kamar yang tadi pagi Tian mengajakku masuk secara perlahan aku membukanya betapa terkejutnya aku melihat Tian di ranjang dengan membelai penisnya perlahan yang sudah berdiri menandakan telah tegang dan menahan dari tadi. Aku menatap apa yang dilakukan Tian dan membuatku berpikir kembali apa yang aku lakukan ini tepat atau tidak.
"Kemarilah" ucap Tian membuyarkan lamunanku dan langsung menatapnya kembali.
Aku berjalan mendekat ke arah Tian membuat gerakan tangan di penisnya berhenti dan menatapku dalam sayangnya aku tidak menyadari tatapan Tian dan karena pandanganku fokus ke arah p***s Tian yang sudah membesar, waktu di mobil aku tidak memandang dengan jelas tapi sekarang semua terlihat dengan sangat jelas.
"Buka semua" ucap Tian membuatku kembali menatap matanya namun aku hanya diam “sekarang” aku terkejut dengan nada suara Tian yang tegas.
Perlahan aku membuka pakaianku hingga hanya menyisakan pakaian dalam dan aku tetap malu melakukan ini depan Tian karena pertama kali aku berdiri tanpa busana di hadapan Tian tanpa melakukan apa-apa, namun pandangan Tian memintaku membuka semuanya dengan perlahan aku membukanya dengan sedikit gemetar. Tian memandangku tanpa berkedip sama sekali seakan aku adalah salah satu makanan yang disajikan untuk dirinya.
"Sempurna" ucap Tian dengan nada rendah "kemarilah nikmati pemandangan ini" menepuk sisi ranjang sebelahnya.
Aku duduk sebelah Tian melihat lebih dekat penisnya yang sudah tegak sempurna, seketika aku membelai menggantikan tangan Tian yang sekarang berada di p****g p******a membuat gerakan memutar di sekitar p****g. Aku mendekatkan mulut di p***s Tian dengan perlahan aku menjilati kepala penisnya memberikan gerakan memutar dengan tangan mengurut batangnya, gerakan tangan Tian di p****g sangat pelan seolah menikmati apa yang aku lakukan pada penisnya.
"Oughhh enak" desah Tian meremas payudaraku "akkkkhhhhh" ketika aku memasukkan p***s ke dalam mulut "oughhhh" aku menatap wajah Tian untuk melihat bagaimana ekspresinya "akhhh apa yang kamu lakukan oughhhh" aku menjilat dengan memutar dari dalam mulut sambil tanganku bermain di buah zakarnya "oughhh"
Tian menarik kakiku sekarang posisinya vaginaku berada depan mulutnya tanpa menunggu lama Tian memasukkan jarinya ke dalam dengan lidahnya bermain di bibir v****a, aku yang mendapatkan serangan ini semakin menggoda di setiap gerakan pada p***s Tian namun makin membuat Tian semakin cepat menggerakkan jarinya dalam v****a.
"Ehmmm" desahku yang tertahan dengan p***s Tian "ehhh" aku membelalakkan mata ketika merasakan Tian menambah jarinya "akhhhhh" desahku ketika lidah Tian memainkan daging di v****a, aku mengocok p***s Tian "akhhhh" teriakku lagi ketika Tian mencubit daging itu "aku mau keluar" teriakku namun gerakan Tian semakin cepat dan cubitan pada daging kecil itu semakin keras "ahhhhhh" aku mengeluarkan cairan o*****e di mulut Tian yang disambut Tian dengan mulut terbuka.
"Wow sampai kencing kamu" ucap Tian membuatku malu
Tian mengangkat diriku dan sekarang posisi kami berhadapan dengan membersihkan dagunya dari cairan vaginaku yang keluar, dibiarkannya diriku istirahat setelah pelepasan tadi. Tatapan wajah Tian yang lembut dan damai membuatku terlena, Tian mencium bibirku lembut dengan segera aku menyambut ciumannya tidak kalah bernafsunya seolah aku menginginkan Tian saat ini juga.
"Kamu masih perawan?" Tian menatapku setelah melepaskan ciuman kami dan aku hanya bisa mengangguk malu "tapi kamu cukup ahli untuk ukuran perawan" goda Tian mencium pipiku singkat “dan aku suka” bisik Tian dengan mencium telingaku
"Apa itu masalah?" tanyaku pelan membuat Tian menatapku lembut.
Tian tersenyum dan menggeleng "apakah kamu akan mempertahankan perawan ini?"
"Itu pesan mama" jawabku langsung "aku harus menjaganya untuk suamiku"
Tian menghembuskan nafas "aku belum keluar ah tidak bakal keluar jika tidak masuk ke v****a" sambil membelai bibir vaginaku "dan aku tidak memaksa kamu melakukannya"
Belaian di bibir v****a semakin sering membuat pandanganku sayu, Tian mencium bibirku lembut lalu menarikku ke dalam pelukan yang membuatku sangat nyaman bahkan Dodo tidak pernah melakukan ini padaku.
"Tidak usah dipikirkan aku akan mencari cara agar terpuaskan" ucap Tian, aku menatap wajah Tian "mencari jalang" jawab Tian jujur dengan melihat wajahku yang langsung melotot mendengar kata-katanya "aku tidak akan memaksa jika kamu tidak mau melakukannya" Tian membelai pipiku lembut “bagiku cukup begini tapi nanti aku akan menagihnya ketika kita sudah menikah”
“Apakah itu harus?” tanyaku dengan berani “karena aku tidak mungkin melanggar perkataan mama dan memang aku ingin memberikan harta ini pada suami aku walaupun aku sudah pernah seperti ini dengan pria lain tapi”
Tian meletakkan telunjuknya pada mulutku “kalau memang seperti itu aku akan menghargainya dan kamu juga harus menghargai keputusanku untuk bermain dengan jalang” aku tidak percaya Tian akan sejujur ini padaku.
“Tapi aku calon mamanya Boy jadi bisa melarangmu” aku menatap Tian emosi namun Tian tersenyum dan menarikku duduk di pangkuannya dapat aku rasakan p***s Tian menyentuh belahan pantatku “kamu yang bilang Boy memanggilku mama” ucapku berusaha biasa saja tidak terpengaruh dengan penisnya.
“Memang kamu calon mamanya Boy tapi kebutuhanku tidak bisa dibiarkan begitu saja” ucap Tian membuat gerakan penisnya pada pantatku perlahan “kamu menyukainya sayang” bisik Tian “tapi aku masih bisa menahan diri dengan menghormati keputusanmu ini” mencium bibirku lembut.
“Jika itu membuatmu puas ayo kita lakukan saja” ucapku langsung dan seketika menyesali perkataan itu.
“Jangan bermain dengan hal itu, sayang” ucap Tian dengan tersenyum “kamu harus kuliah buruan bersihkan diri” aku mengangguk “tapi aku ingin kamu disini” aku menatap bingung “hanya tidur tidak lebih sampai menjemput Boy di sekolah”
“Aku sudah membolos masa sekarang bolos kembali?” aku menatap wajah Tian yang masih menahan gairah.
Tian menarikku hingga aku berada di atasnya dan lagi aku bisa merasakan p***s Tian kali ini berada di bibir vaginaku, Tian memelukku erat seakan tidak ingin melepaskan aku dari pelukannya.
“Aku ingin seperti ini” bisik Tian “kamu bisa merasakan kan?” aku mengangguk pelan “aku harus bisa tahan sampai menikahimu, secepatnya aku akan bicara dengan Devan dan Wijaya tentang hubungan kita” aku hanya diam.
Tian mengubah posisi kami berdua menjadi dirinya berada di atasku dengan menatapku lembut, aku merasakan gesekan di bibir v****a membuatku menatap Tian tajam. Tian mencium bibirku lembut seolah menyampaikan apa yang di rasakan saat ini, ciuman Tian diikuti gesekan di bibir v****a tanpa henti. Tian menjatuhkan diri di atasku dan langsung memelukku erat membuat aku bingung atas apa yang dilakukan.
“Aku gak bisa menahan diri” bisik Tian “aku menginginkanmu”
Dalam pelukan Tian aku berpikir apa yang harus dilakukan menahan semuanya hingga menikah atau memberikan kepada Tian saat ini juga. Aku tidak merespon apa yang Tian katakan dalam pelukanku karena aku hanya bisa diam tanpa bisa menjawab.