10

1074 Kata
Aku tidak memberitahukan pada Tian kepergian ke Bali karena memang kami tidak memiliki hubungan apapun dan juga aku masih tidak tahu bagaimana perasaanku sebenarnya pada Tian. Terlalu sering menitip absen membuat kedua sahabatku bertanya-tanya tapi setelah aku bercerita sebenarnya mereka langsung paham. Devan tidak melarangku ke Bali tapi aku belum bicara langsung ke papa kecuali ketika malam sebelum aku berangkat dan aku tidaj tahu bagaimana reaksi papa tapi Tania yang akan menangani hal itu. Kejadian aku tanpa busana di kamar Tian belum terjawab sampai sekarang dan aku takut mengetahui kenyataan yang ada, sayangnya aku pulang dari rumah Tian sore karena harus menjemput Boy terlebih dahulu dan berjalan layaknya keluarga. Boy seusia Nisa jadi sekolahnya pun tidak terlalu lama jadi kami bisa menghabiskan waktu bersama. Ketika aku sampai Bali dijemput Pak Putu salah satu orang kepercayaan di sini yang mengurus rumah sini juga bersama sang istri Bu Kadek, kami sudah menganggap mereka layaknya keluarga. Sampai di rumah aku tidak melihat siapa-siapa kecuali Bu Kadek yang menyambutku dan katanya kedua orang itu ada di meja makan. Aku berlari memeluk papa membuatnya terkejut tapi selanjutnya menatapku tajam seolah ingin memarahiku namun Tania langsung memelukku agar tidak terkena luapan emosi papa dan mengajak makan masakan Bu Kadek yang aku tatap di meja makan adalah makanan kesukaanku, aku langsung duduk dan mengambil nasi langsung memakannya setelah berdoa. “Papa sudah dilupakan” sindir papa membuatku menatap papa dan menghentikan makan “malah hubungi Tania giliran papa list terakhir” aku menatap Tania minta bantuan “jangan bela” papa menatap Tania tajam. Tania menggelengkan kepala “cuman mau bilang aja kalau sayang marahin Tari nanti puasa aja ya sampai aku mood” papa menatap wajah Tania tidak terima membuatku diam-diam tersenyum. “Jahat banget sih” omel papa “terserah dia disini ngapain asal gak ada ancaman begitu” papa berdiri meninggalkan meja makan. "Dari kemarin lagi gak bagus moodnya" ucap Tania sambil tersenyum. "Memang kenapa?" tanyaku penasaran. Tania tersenyum "kamu kasih tahu dadakan udah gitu kamu malah hubungi aku" aku menatap Tania tidak percaya "katanya kamu menganggu" aku mencibir perkataan Tania. Aku langsung masuk ke dalam kamar menikmati hari tanpa pikiran berat bahkan aku melupakan Tian dan juga Dodo, aku ingin hidup nyaman tanpa mereka berdua. Tidak terasa aku tertidur karena terlalu lelah, lelah melayani Tian yang sampai sekarang menjadi misteri untukku mengenai sikapnya dan juga kejadian terakhir pada saat itu. Tania membangunkan aku dari luar kamar ketika melihat sekitar sudah mulai gelap, aku langsung menuju kamar mandi membersihkan diri. Koper yang berada di luar membuat aku menghembuskan nafas karena harus menatanya, kebiasaan jika kesini selalu membawa pakaian lama dan pakaian yang ada disini tidak cukup dibawa Bu Kadek ke tetangga-tetangga rumahnya yang kurang mampu. Aku menatap papa dan Tania di meja makan tampak Tania sangat perhatian pada papa dan aku senang melihatnya, dalam bayanganku saat ini adalah melayani Tian dan Boy seperti beberapa hari lalu. Tania memberikan kode untuk duduk di depannya dengan segera aku duduk membuat papa menatapku sekilas sebelum melanjutkan makannya, Tania memberikan piring yang sudah berisi nasi aku langsung mengambil lauk yang ada di depan. Suasana meja makan yang sunyi membuatku tidak enak bahkan papa tidak mengahak berbicara sama sekali, Tania beberapa kali membuat suasana sedikit santai dengan bertanya mengenai keadaan di Kalimantan dan aku hanya mengatakan apa yang aku ketahui karena memang papa dan mama selalu meminta kami anak-anaknya paham dan mengerti mengenai perusahaan. “Ada masalah apa kesini?” tanya papa akhirnya menatapku dengan tanda tanya namun aku hanya diam “apapun masalah kamu jangan melarikan diri” aku mengangguk “papa harap kamu bisa menjaga diri” aku sekali lagi mengangguk “masuk kamar layani aku” ucap papa sebelum meninggalkan meja makan dengan matanya menatap Tania. Esok hati karena aku tidak memiliki kegiatan Tania mengajakku jalan-jalan yang otomatis aku setujui, Om Bima dan Devan hubungi papa makanya Tania ingin keluar dengan mengajakku ke salon untuk pijat. “Biar kelihatan ok nanti pas layani papa kamu” ucap Tania sedangkan aku hanya mengangguk saja. Ketika kami sudah berada di dalam dan mengganti pakaian ternyata yang akan menjadi terapisnya adalah pria dengan tubuh yang menurutku sangat ok, seketika aku membayangkan bagaimana rasanya di tubuhku, namun Tania segera membatalkan dengan meminta kembali uangnya dan aku hanya bisa diam karena tidak mungkin aku melanjutkan bisa-bisa papa tahu semuanya. Dalam bayangku malah aku membayangkan Tian yang menyentuh aku jika Tania tetap melakukannya, aku tidak tahu alasan Tania membatalkan tapi aku tidak peduli mungkin aku bisa kesini nanti tanpa Tania. "Kamu melepaskan perawan ke siapa?" tanyaku ketika kami dalam mobil. "Suami" jawab Tania santai "dan jangan sekali-sekali kamu melepaskan sebelum menikah kecuali sudah siap dengan segala resikonya" menatapku tajam Aku menunjukkan foto Dodo bersama tetangga Hilda pada Tania, namun hanya dilihat sesaat membuatku curiga. Aku ingin berbagi masalah Dodo ini dan dalam benakku hanya Tania padahal aku bisa melakukan pada sahabat atau kedua kakakku tapi aku tidak percaya dengan mereka. "Aku sudah tahu sebelum ini" ucap Tania langsung "tapi aku gak mau kasih tahu agar kamu tahu sendiri" menatapku lembut "aku tidak mau hubungan kita berantakan karena pria macam dia" aku mengangguk setuju "lalu langkah selanjutnya?" "Aku dekat dengan tetanggamu Tian" ucapku langsung dan reaksi Tania menutup mulut tidak percaya "kami baru jalan namun aku merasa cocok dengan dia dan ingin menyerahkan ke Tian" Tania hanya menatapku "apa boleh?" "Keputusan ada di tangan kamu karena akupun bukan perempuan suci" jawab Tania "buktinya aku bisa langsung sama papa kamu" sambil tersenyum Aku tersenyum "karena papa memang jatuh cinta sama kamu" Tania tertawa "bisa aja tapi aku yang mencintai dia sekarang" Tidak salah jika papa jatuh cinta pada Tania karena memang pembawaannya yang santai, ramah, mudah tersenyum dan rendah hati membuat orang terkesima ditambah bentuk badan dan wajahnya. Terkadang aku iri dengan Tania yang serba sempurna baik sifat maupun wajahnya bahkan Tian mengakui jika menyukai Tania, pria bodoh yang membuang Tania dan aku rasa mantan suaminya akan menyesal suatu saat nanti. "Aku gak sempurna kalau aku sempurna suamiku gak akan menceraikanku" ucap Tania dengan nada sedih "semenjak tahu dia menceraikanku papamulah yang memberi semangat dan keyakinan atas cinta dan sekarang aku sangat yakin mencintai papamu" sambil menggenggam tanganku erat. Kami memutuskan kembali karena memang sudah waktunya kembali, aku masuk ke dalam kamar dan mengirim pesan pada Dodo berupa foto dan perkataan putus tanpa menunggu jawabannya aku memblokir nomornya Malam setelah kami pulang papa mendatangi kamarku membicarakan masalah Kalimantan serta memberitahukan agar aku bersiap-siap karena besok kita semua kembali papa harus turun langsung mengenai masalah ini dan mantan suami Tania ingin bertemu. Papa meminta bantuan pada aku untuk memberitahukan pada Via juga menemani Tania bertemu mantan suaminya dan ke rumah orang tuanya, aku segera siap-siap karena kebiasaan papa adalah selalu melangkah cepat dalam hal apapun tanpa memberitahu jam keberangkatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN