Kesucian Yang Direnggut Paksa

1315 Kata
Eryk berdecak. Pria arogan itu beranjak ke meja kerjanya, mengambil sebuah map putih yang berisi surat kontrak perjanjian yang tadi ditandatangani oleh gadis ceroboh itu. “Kau baca kembali isinya!” titah Eryk sambil menghempaskan map itu di atas meja kerja Jeanice. Raut wajahnya nampak kesal. Ia berdiri sambil menyandarkan bokongnya di tepian meja kerjanya, dengan kedua tangannya yang dilipat di d**a, lalu memijat pangkal hidungnya. Jeanice meraihnya dan mengeluarkan surat itu dari dalam map, lalu membacanya dengan teliti dari lembar pertama sampai lembar ke lima surat tersebut. Di dalam surat tersebut tertulis, bahwa selama dalam masa kontrak, Jeanice harus bersedia tinggal di tempat tinggal Eryk, sebuah apartemen elit yang letaknya tak jauh dari Schwarz Company, perusahaan tempatnya bekerja. Jeanice juga diharuskan untuk bersikap mesra di depan semua orang agar mereka percaya bahwa Jeanice adalah kekasih Eryk. Namun, ketika mereka hanya berdua, Jeanice tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya. Gadis itu memejamkan mata, mengembuskan kasar napasnya, lalu menatap tajam Eryk. “Kenapa kau memandangku seperti itu?” tanya Eryk kesal. Beraninya Jeanice menatap dirinya seperti itu. Jeanice berdecih, memutar bola matanya, lalu tersenyum miring menatap Eryk, “Kau tidak malu memiliki kekasih bodoh sepertiku, Tuan?” tanyanya dengan berani. “Maksudmu?” Eryk mengernyitkan alisnya menatap wanita yang kini tengah ada di hadapannya. “Kau kan selalu mengatai aku bodoh! Lalu, di antara banyaknya gadis cantik dan pintar di luar sana, kenapa harus aku yang jadi kekasih kontrakmu, huh?” tanya Jeanice dengan kedua tangannya yang dilipat di depan d**a, wajahnya sedikit mendongak, menatap kesal pada Eryk. Alih-alih menjawab, Eryk justru mendekatkan wajahnya pada wajah gadis yang berani menantangnya itu. Sontak, Jeanice pun memundurkan wajahnya. “Karena hanya kau yang berusaha menghindari ku seperti ini. Berbeda dengan wanita lain yang justru akan bersikap agresif padaku,” jawab Eryk. Jeanice yang semakin memundurkan langkahnya hampir terjatuh karena hilang keseimbangan. Namun, dengan gesit Eryk merengkuh pinggang Jeanice hingga masuk ke dalam pelukannya, mengikis jarak di antara mereka. Keduanya saling menatap beberapa detik dengan degup jantung yang berdetak begitu cepat. Bahkan jakun Eryk nampak bergerak, saking gugupnya ia. Kemudian ia lepaskan seketika hingga Jeanice terjatuh di atas lantai. “Aaakh!” teriak Jeanice seraya memegangi pinggangnya yang terasa sakit. Eryk nampak mengulum bibirnya, berusaha menahan tawa saat melihat sekretarisnya itu terjatuh. Jeanice mendongak dan memicingkan matanya pada atasannya itu. Ia bangkit berdiri dan menghentakkan kakinya, kemudian kembali ke meja kerjanya. Kesal karena tak melihat rasa bersalah sedikit pun di wajah CEO arogan itu. Diraihnya tas selempang tak bermerek miliknya dan berlalu hendak meninggalkan Eryk tanpa berpamitan seperti biasanya. Ia sungguh kesal pada pria itu. “Hugo! Cegah wanita itu!” teriak Eryk pada salah satu pengawalnya yang berjaga di depan pintu, ketika Jeanice membuka pintu ruangannya. Dengan sigap, Hugo dan dua pengawal lainnya berdiri tepat di hadapan Jeanice, berhasil menghentikan langkah gadis cantik itu. “Sabar, Jeanice. Kau harus memiliki stock kesabaran yang lebih banyak jika menghadapi tuanmu yang gila ini,” gerutu Jeanice dalam batin. Ia kembali mengembuskan kasar napasnya dan berbalik menatap Eryk, memasang senyum palsu. “Okay! Aku akan tinggal di apartemenmu, Tuan Eryk yang terhormat! Tapi tolong, izinkan aku untuk menemani daddyku terlebih dahulu di rumah sakit sampai jam 8 malam. Setelah itu, aku akan pulang ke apartemen Anda. Bagaimana?” tanyanya menatap Eryk yang sedang duduk di meja kerjanya. “Hugo! Perintahkan dua pengawal untuk mengantar dan mengawalnya selama di rumah sakit. Lalu setelah jam 7 malam, bawa dia ke apartemenku! Jangan biarkan dia kabur!” titahnya pada Hugo sambil membalas email di laptopnya. Jeanice hanya mendengus kesal mendengar perintah CEO arogannya itu pada Hugo. Walaupun baru satu bulan ia bekerja dengan pria itu. Namun, ia sudah sangat hafal dengan karakternya yang tak bisa ditentang jika sudah membuat keputusan. Flashback off Mengingat semua itu, Jeanice benar-benar merasa bodoh. Andai saja dirinya membaca isi surat perjanjian itu sebelum menandatanganinya, lalu menolak persyaratan Eryk yang mengharuskannya untuk tinggal bersama di apartemen mewah ini, mungkin Eryk tidak akan melakukan hal seperti ini. Kesucian yang telah ia jaga selama 24 tahun ini telah direnggut oleh pria itu dengan cara yang sungguh tak pernah ia bayangkan sebelumnya. *** Keesokan paginya, Eryk terbangun ketika sinar mentari menyentuh wajahnya dari tirai yang sedikit tersingkap. Matanya mengerjap sambil berdesis, kedua tangannya menjambak rambutnya, merasakan kepala yang terasa berdenyut sakit. Pria itu merubah posisinya, duduk dan bersandar pada sandaran ranjang sambil memejamkan mata dan memijat dahinya. Menyadari tubuhnya yang terasa dingin, ia membuka mata dan menatap tubuhnya, lalu membuka selimut yang membalut setengah tubuhnya. Sontak kedua matanya terbelalak, menyadari tubuhnya dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. “f**k s**t! Apa yang terjadi padaku tadi malam?” gerutunya dengan jantung yang berdegup kencang, “siapa yang sudah ti ….” Ucapannya mendadak terhenti karena merasa terkejut dengan apa yang terlintas di benaknya tentang kejadian tadi malam. “Jeanice?” gumamnya, sekali lagi matanya terbelalak mengingat kejadian semalam. Eryk bangkit dari ranjangnya hendak memakai pakaiannya untuk mencari Jeanice di kamarnya, karena walaupun mereka tinggal satu unit, selama ini mereka tinggal di kamar terpisah. Namun, saat ia meraih pakaiannya yang ada di atas seprai, terdapat bercak darah di seprai berwarna abu muda tersebut. Disentuhnya bercak darah yang sudah mengering itu, “Dia ….” Mendadak lidahnya terasa kelu, membayangkan dirinya yang sudah merenggut kesucian Jeanice, rasa bersalah menyelimuti hatinya. Pria ini sungguh tak menyangka jika dirinya telah melakukannya pada Jeanice yang masih virgin dan dirinyalah yang telah merenggutnya. Berlari lah ia ke kamar Jeanice, diketuknya pintu kamar Jeanice. “Jeanice, buka pintunya!” teriaknya memanggil sekretarisnya itu. Karena tak mendengar ada jawaban, Eryk mencoba membuka pintu kamar itu. Ceklek … Masuklah ia ke dalam kamar yang bernuansa vintage dan didominasi warna putih itu. Namun, tidak ada Jeanice di sana, dibukanya pintu toilet yang berada di kamar itu, juga tidak ada tanda-tanda keberadaan Jeanice. Ya, wanita. Jeanice kini sudah tak gadis lagi, karena kegadisannya yang telah direnggut secara paksa oleh Eryk tadi malam. Dibukanya pintu almari yang ternyata sudah tidak ada sehelai pun pakaian Jeanice di sana. Eryk menjambak rambutnya dan meninju udara, seraya merutuki kebodohannya dengan napas yang memburu. Untuk pertama kalinya, ia menyesal meminum minuman beralkohol tinggi itu hingga mabuk berat. Ditatapnya jam yang bertengger di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ia kembali bergegas membersihkan tubuhnya dan berangkat ke kantor. “Hugo!” panggilnya kepada pengawal kepercayaannya, setelah tiba di lobi apartemen. “Ya, Tuan?” sahut pria bertubuh kekar yang tinggi badannya mencapai 200 sentimeter. “Cari tahu keberadaan Jeanice!” titahnya dengan tegas sambil melangkah masuk ke dalam mobil Bentley Mulsanne miliknya. “Memang dia ke mana, Tuan? Apa dia kabur?” tanya Hugo yang masih belum menutup pintu kabin belakang. Pertanyaannya berhasil membuat emosi Eryk semakin memuncak. “Jika aku tahu keberadaannya, aku tidak akan memintamu untuk mencarinya, Bodoh!” umpatnya. “Maaf, Tuan!” ucapnya menundukkan kepalanya, lalu menutup pintunya. Hugo masuk ke kabin depan berdampingan dengan Marco, rekannya yang akan melajukan mobil mewah tersebut. Dihubunginya Max, peretas andalannya yang biasa ia minta untuk melacak seseorang melalui rekaman CCTV. Ia pun mengirimkan foto Jeanice pada Max. Sepanjang perjalanan menuju perusahaan, Eryk hanya memejamkan matanya sambil memijat pangkal hidungnya. Terdengar suara perutnya yang terasa sangat lapar. Mendengar itu, Hugo dan Marco saling melirik. Tiga bulan terakhir, sejak Jeanice tinggal di apartemennya, mereka berdua tidak pernah lagi mendengar suara perut sang tuan yang kelaparan di pagi hari. Sebab, sebelum adanya Jeanice, tuannya yang arogan itu memang sering melewati jadwal sarapannya. Kecuali jika ia tengah pulang ke mansion keluarga Schwarz. Sejak Jeanice tinggal bersama sang tuan, mereka tak pernah mendengarnya lagi, karena setiap paginya Jeanice selalu menyiapkan sarapan untuk Eryk. Bahkan, tak jarang Jeanice berbagi sandwich buatannya kepada Hugo dan Marco. Tiga puluh menit berselang, mereka telah tiba di tower perusahaan Schwarz Company. Induk perusahaan dari Schwarz Groups. Dengan langkah cepat, Eryk bergegas menuju ruangannya. Namun, setibanya di sana, ternyata Jeanice tidak ada di ruangannya. Membuat pria arogan itu semakin frustasi dibuatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN