Saat Paulo Garcia sampai di Terminal Pelabuhan Norfolk International pada malam itu untuk mengambil barang kirimannya, kesibukan pada saat saat akhir jam kerja di lapangan peti kemas itu membuatnya nyaris tidak diperhatikan oleh para pekerja yang hilir mudiknya di atas hamparan lantai semen yang terguyur hujan. Tepat seperti yang direncanakannya, pergantian shift kelompok kerja memungkinkannya berbaur dengan mudah dalam kerumunan orang, dan bukan suatu kebetulan kalau mantel biru warna angkatan laut, sepatu berpaku dan topi pengawas dari wol yang digunakannya sangat mirip dengan pakaian kerja kebanyakan karyawan golongan rendah di Norfolk International Terminal (NIT). Hamparan lapangan berlantai plester semen itu penuh dengan ratusan peti kemas berukuran standar dua puluh dan empat pulu