11 | Cuma Gelisah

1341 Kata
♥●♥●♥ "Habis dari mana sama pak Aji?" tanya Moko ketika mereka sudah duduk santai di teras rumah Moko. Rumah dua lantai dengan desain minimalis yang didominasi warna kuning cerah dengan ukiran khas Jawa tengah dibeberapa bagian pintu dan jendela. Rumah hasil penjualan sebidang tanah di kampung Moko, yang dulu diwariskan padanya oleh sang kakek. Dan dari hasilnya bekerja sebagai teknisi beberapa alat musik serta mengomandani Senorita home band, ia bisa bisa merenovasi rumah sederhana itu jadi senyaman sekarang. Itu yang diceritakan Moko pada Kinara setelah beberapa bulan bertemu. "Diajak makan siang." jawab Kinara santai. "Sering diajak makan siang gini?" "Nggak, ini pertama kalinya. Karena aku menolak kiriman makanan dari dia." "Makanan?" "Hmm... sejak kejadian itu, pak Aji sering kirim makanan buat aku dan Puspa. Hampir tiap hari, dan karena aku menolak, dia ajak aku makan siang hari ini." Moko mengangguk-angguk pelan. Matanya masih tertunduk mengamati jus jambu yang hanya ia aduk-aduk. "Pak Aji tadi nawarin aku nyanyi di kafe." lanjut Kinara menatap lurus ke sepasang netra kecoklatan milik pria didepannya. "Kafe Pijar?" tanya Moko memastikan "Aku gak tau nama kafenya, tapi katanya disekitar taman Kartini." jawab Kinara. "Ooh... berarti benar. Pijar Cafe. Aku beberapa kali kesana sama Cakra. Cakra sempat jadi drummer pengganti pas personil mereka kurang." "Pak Aji bilang itu milik temannya." "Hmm.. mungkin. Aku taunya itu milik Willy." Moko akhirnya menyesap separuh dari jus jambunya. "Terus?" "Ya... Belum aku iyakan. Aku masih pengen bareng kalian. Tapi kamu malah gak mau kasih aku job nyanyi." jawabnya pelan. "Bukannya gak mau Nar, aku cuma mau jaga kamu." "Kamu sama anak-anak cowok kan bisa jagain aku." "Tapi buktinya kami kecolongan juga kan waktu itu." potong Moko cepat. "Maaf." desis Kinara mengusap punggung tangan Moko. "Bukan salah mu Nar, kami aja yang teledor. Karna itu aku sengaja stop job kamu nyanyi, kan masih ada Risa dan Bimo yang handle." "Tapi kan aku butuh pekerjaan juga Ko." "Aku lagi nyariin kamu kerjaan juga kok. Dan kayaknya tawaran dari pak aji itu gak ada salahnya. Aku pernah ke cafe itu beberapa kali, tempatnya oke, banyak karyawan cewek dan buka nya gak sampe tengah malem. Paling poll jam 12 malem udah tutup." Melihat Kinara tak bersuara membuat Moko memberanikan diri mengusap balik tangan Kinara yang masih bertahan ditangannya. "Tempatnya juga gak terlalu jauh dari tempat kost kamu kan Nar?" "Tapi aku merasa didepak Ko. Dipaksa keluar secara halus gitu." ucap gadis itu sedih. "Heii... gak ada yang depak kamu dari Senorita kok. Kalo ada job yang deket-deket dan acaranya pagi atau siang, aku usahakan ajak kamu Nar.." jawab Moko mencoba menenangkan Kinara. "Tapi tetap saja, rasanya.... hmm.. aku udah nyaman sama kalian Ko. Hampir empat tahun loh aku ikut kamu." "Yaa.. mungkin karena itu juga kamu butuh tempat dan pengalaman baru diluar Senorita. Tanpa perlu pergi jauh-jauh, tanpa pusing mikirin dress yang sesuai acara, make up juga, belum lagi kalo kita harus nginep atau pulang subuh Nar. Semua demi kebaikan kamu. Kamu yang paling kecil diantara kita Nar, paling kita jaga. Lagian kita tetep bisa ketemuan kan, nanti aku akan sering ajak nongkrong anak-anak di sana." ucap Moko panjang lebar. "Nanti aku pikirin lagi." Kinara menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Pikirannya masih berkecamuk antara menerima tawaran Ajisaka atau memaksa Moko untuk memberinya pekerjaan lagi. "Hmmm..." "Tapi kamu gak ninggalin aku kan Ko." lirih Kinara lagi. "Aku cuma kenal kalian disini dan kamu yang paling dekat." Diingatnya lagi pertemuan pertamanya dengan Moko hampir empat tahun silam. Ketika Kinara yang baru beranjak remaja nekat merantau ke kota karena keinginannya bekerja. Ia bertemu Moko dan Risa di stasiun, mereka baru saja selesai mengisi acara pembukaan gedung baru disebelah stasiun Lasem. Risa yang merasa iba pada gadis sepolos Kinara, mengajaknya bergabung dengan grup menyanyi mereka yang saat itu hanya ada tiga orang. "Yaa.. enggak lah, kamu aja yang mikir kejauhan. Kamu udah jadi adik aku Nar, gimana bisa aku ninggalin adiknya sendiri." "Ya... tapi kan kita bukan adik kakak beneran." sanggah Kinara. "Kamunya aja yang gak mau anggep aku jadi mas. Manggil aku aja langsung pake nama, padahal umur kamu jauh dibawahku non." Moko mengacak rambut Kinara gemas. "Kamu gak keliatan kayak mas-mas sih Ko, makanya wajahnya dituain dikit lah yang sesuai umur. Jangan kayak ABG terus." kekeh Kinara. Moko yang kini berusia 26 tahun memang memiliki wajah putih mulus, dengan mata yang sedikit sipit namun memiliki tatapan yang tajam, rahangnya tegas dan rambutnya yang unik karena ditata undercut man bun. Itu, style rambut dimana bagian atas yang sedikit gondrong namun dikuncir kecil dibagian tengah, namun bagian bawah dibiarkan dipotong pendek., "Laah.. kan aku jadi ABG lagi biar sesuai sama kamu Nar." saut Moko ikut tertawa. "Tau ah. Anterin pulang yuk Ko, mampir ke gudeg mbok Parmi dulu tapi yaa." Kinara menyebut nama angkringan gudeg Jogja yang menjadi langganannya. "Okeh, aku ambilin jaket dulu buat kamu ya." "Gak usah, panas gini." "Kalo kena angin jalanan juga dingin, lagian debu juga kan." sergah Moko tetap beranjak masuk ke kamarnya. Moko memang seperhatian itu padanya. Pria itu tak sekalipun membiarkan Kinara kedinginan di perjalanan. Kinara yang malas membawa jaket saat diluar rumah, digantikan Moko yang selalu menyiapkan dan memaksanya memakai jaket. ▪️▪️▪️▪️ "Ko, aku ambil tawaran yang di Pijar cafe." ucap Kinara mantap setelah pembicaraannya beberapa hari lalu di rumah Moko. "Hmm.. udah fix nih?" Moko mengambil duduk dikursi panjang di depan kost Kinara. "Iya, jadwal disana kan cuma Jumat sampai Minggu. Selain itu aku bisa ikut kalian manggung ya... ya.. ya.. please Ko." Kinara mengguncang bahu Moko yang tersenyum tipis. "Baru berapa hari sih kamu gak manggung Nar, usah gak sabaran gini." "Berapa hari?" Kinara membelalakkan mata. "ini udah hampir sebulan Ko, jadi pengangguran gak enak banget ternyata. Dompet menipis pula." dengus Kinara. "Niih.. nih.. Abang tebelin lagi dompetmu dek." Moko berlagak mengeluarkan isi dompetnya. "Sombongnya." ejek Moko. "Aku serius Nar, apa sih yang nggak buat kamu." jawab Moko terkekeh kecil. "Aku maunya dapet uang dari kerja Ko, bukan dari nodong kamu." "Kamu kerja kok." "Sebulan ini aku jadi pengangguran gara-gara kamu pelit kasih job. Lupa kamu Ko?" "Kamu kerja kok, masa gak sadar?" "Kerja apa? Ngelamun?" cibir Kinara. "Kerja... mondar-mandir di pikiran aku." jawab Moko lantas terbahak. "Ckk.. apaan coba." decak Kinara makin manyun. "Udah... Mana pesenan bubur kacang ijo aku." Kinara membuka plastik-plastik yang ditenteng Moko tadi. Sejak pagi, Kinara merengek saat menghubungi Moko. Gadis itu memaksa Moko datang ke tempat kost nya karena berdalih sedang tak enak badan. "Itu, plastik putih." tunjuk Moko dengan lirikan matanya. "Mas Moko terbaik deh.." ucap Kinara sambil mengusap lengan Moko. "Ckk.. kalo ada maunya aja baru panggil mas." gerutu Moko mengeluarkan rokok dari saku celananya. "Kan biar kamu makin jinak Ko." "Emang aku kambing, bisa dijinakkan? Wes buruan makan, katanya sakit perut." Moko membantu Kinara membuka kotak sterofoam dan menuangkan bubur kacang hijau yang masih terbungkus plastik bening. "Hmm... Nar," panggil Moko setelah menyerahkan bubur untuk Kinara. "Hmm.." Kinara mendongakkan kepalanya menatap Moko. "Kamu gapapa kerja ditempat yang disaranin pak Aji." "Ya gapapa, dia cuma nawarin kan." jawab Kinara mengangkat bahunya. "Tapi kayaknya pak Aji," Moko sengaja menggantung kalimatnya demi membalas secercah binar di mata Kinara. "Pak Aji tertarik sama kamu. Kamu tau?" "Tau. Tapi aku cuek Ko, aku kan fokusnya ke kerjaan yang pak Aji tawarin. Bukannya fokus ke dia." "Hmm... yaudah, asal kamu enjoy kerja disana nanti." "Kan kamu juga yang saranin aku terima tawaran nyanyi di sana. Kok sekarang jadi ragu gitu sih?" "Bukannya ragu Nar... cuma.. cuma.. hmm.." "Cuma?" Kinara mengernyitkan kening melihat Moko menggaruk tengkuknya seolah salah tingkah. "Cuma apa Ko?" desak Kinara. "Hmm.. anu... hmm.. itu..." "Ana anu ita itu apa deh kamu Ko, gak jelas!" "Tau' deh.. buruan makan sono biar gak ngerengek gak jelas lagi." sentak Moko menutupi gelisahnya. . . Bersambung. (ʘᴗʘ) ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Udahlah Mas Moko, ngaku aja kalo kamu cemburu... ( ˘ ³˘)♥ Kinkin, udahlah kamu sama Moko aja dari pada ditabok sama pembaca disini kalo jadi pelakornya Ajisaka, iya kan? (≧▽≦)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN