3| Bimbang

1199 Kata
♥●♥●♥ Tiba ditempat kostnya, Kinara segera memarkir motor Puspa dan bergegas mengembalikan kunci motor pada sang empunya. "Kok cepet banget?" tanya Puspa ketika Kinara tiba-tiba masuk kamarnya lantas duduk bersila disebelahnya. Tak mengindahkan pertanyaan sahabatnya, Kinara justru menyambar air dingin dalam botol yang terletak didepan Puspa. Dan dalam beberapa detik saja botol bening tersebut langsung kosong setelah ditenggak habis oleh gadis cantik bermata cerah itu. "Karena gak ada yang perlu dilama-lamain?" jawab Kinara tanpa menoleh "Emang dapet tawaran nyanyi dimana? Cafe remang-remang? Club malam? Diskotik?" cecar Puspa tanpa jeda. "Gak ada tawaran kayak gitu Pus" jawab Ayesha memutar bola matanya malas "Terus?" "Diluar pekerjaan nyanyi" "Maksudnya?" "Dia ngelamar aku" Uhuuuuk.... Puspa sontak menyemburkan remahan keripik singkong yang sedang ia nikmati "Whaaaat???" "Hmm.." Kinara mengangguk lemah "Kayaknya beneran geser deh otak tuh orang, kasian kan? Ganteng-ganteng tapi kelakuan gak beres." "Gak beresnya gimana? Dia nawarin kamu jadi istri kedua? Selingkuhan? Istri simpanan?" kejar Puspa lagi-lagi "Pilihan pertama?" "Hmm.." "Terus kamu jawab gimana?" "Ya aku tolak mentah-mentah lah, emangnya harus jawab gimana lagi?" "Ya kali aja kamu bisa lihat dari sisi lain" "Sisi gelap maksud kamu?" "Ckk... bukan dodol" Puspa memutar posisi duduknya menjadi menghadap Kinara "Listen ya, pak Ajisaka itu ya, ganteng iya, badan pelukable, mapan juga iya. Hidup kamu bakal terjamin banget kalo sama dia" "Pus, kamu lupa ya kalo pria itu sudah beristri? Gak hanya itu, dia juga udah punya dua anak loh" "Terus, dimana letak salahnya kalo kamu jadi istri kedua?" "Otak kamu yang salah. Emang kamu mau jadi istri kedua?" tantang Kinara "Mau laah, jadi istri muda tapi selalu dimanja, hahaha..." Puspa terbahak dengan jawabannya sendiri, hingga hanya terlihat garis lurus saat matanya menutup "Astaga Puspa, kamu gak mikirin perasaan istri pertamanya apa gimana sih? Mana ada sih perempuan yang rela dimadu" "Laaah, kalo pak Ajisaka aja gak mikirin, kenapa kita harus repot-repot mikirin sih Nar? Menikah lagi itu hak prerogatif nya laki-laki loh" "Ckk..tapi nggak lah, aku tetap sama keputusan ku" "Realistis lah Kinar, sekarang itu apa-apa butuh yang namanya u-ang." potong Puspa sambil menggerak-gerakkan ibu jari dan telunjuknya. "Setidaknya ya, kalo kamu menerima pinangan Ajisaka. Kamu ga perlu pusing-pusing lagi mikirin biaya hidup. Hidup terjamin, masa depan oke, gak perlu sedih tiap inget ibu dan adik-adik kamu, dan gak perlu lagi hujan-hujanan atau kepanasan nyanyi dari panggung ke panggung." ceramah Puspa panjang lebar. "Tapi sekalipun aku gak pernah ngebayangin akan bersuamikan seorang yang masih beristri puspa" "Andai kita bisa bebas milih jodoh Nar." Puspa merebahkan punggungnya pada tepian tempat tidur "Hmmm..." "Saranku nih ya, pikirkan baik-baik. Dimana lagi kamu bisa nemuin laki-laki dengan rentetan gelar suami idaman seperti pak Ajisaka. Kekurangannya cuma satu kok, ber-is-tri. Udah itu doang." Puspa menepuk pundak sahabat lantas beranjak menuju dapur kecil didalam kamar kostnya. "Itu mah bukan kekurangan pus.." decih Kinara lirih. "Terserah deh nona paling benar" Puspa hanya mengangkat kedua bahunya lantas berlalu. ▪️▪️▪️ "Assalamu'alaikum Bu pripun kabare (*bagaimana kabarnya)?" tanya Kinara sesaat setelah panggilan telponnya terhubung. Gadis itu memilih menelpon ibunya dikampung demi sekedar melepas rindu, karena keadaan yang belum memungkinkan untuknya segera pulang. "Alhamdulillaah sehat nduk, kamu sendiri gimana di sana?" jawab wanita paruh baya dari seberang sana. "Sehat juga Bu" Kinara menghembuskan nafas lega, sekilas senyumnya terbit mendengar suara sang ibu. "Bapak sama adek-adek gimana Bu?" "Sehat juga Nar, Bilal lagi bantuin bapak di pasar, Anis bantuin ibu diwarung..eh.." "Lho, bukannya Anis waktunya sekolah Bu?" "Hmm... iya, se..sekolah kok, tadi pulang cepet terus bantuin di warung" jawab ibunya terbata-bata "Beneran bu?" Kinara sanksi dengan jawaban sang ibu, karena ia tau persis saat ini seharusnya Anis—adik bungsunya masih berada disekolah. "Kinar bisa bedain suara ibu loh kalo lagi nutupin sesuatu" lanjut Kinara masih belum puas dengan jawaban sang ibu. "iya Nar... su-sudah yaa ibu tu-tup dulu, ini ada orang yang mau beli" "Yaudah Bu, nanti sore Kinar telpon lagi ya" "Iya..iya..jaga kesehatan ya nak. Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumsalam bu" Karena perasaannya yang masih tak nyaman, semenit kemudian Kianra memutuskan untuk menghubungi Bilal, adik laki-lakinya. "Assalamu'alaikum Bilal" "Wa'alaikumsalam mbak, gimana kabarnya mbak?" "Sehat dek, kamu gimana?" "Sehat juga mbak alhamdulillah.." "Lagi dimana dek?" "Biasalah mbak, dipasar sama bapak, bentar lagi balik kok sekalian jemput Anis pulang sekolah" "Lho kata ibu Anis lagi diwarung?" benar firasat Kinara, ada sesuatu yang ditutup-tutupi ibu dan adik-adiknya "Ooh..iya..anu..itu.." "Kenapa dek? Gak usah bohong sama mbak, udah janji kan kamu?" desak Kinara tak mau kalah "Anu mbak...itu sebenarnya gak boleh bilang sama ibu, tapi" "Tapi tetap saja, gak boleh nutupi apa-apa dari mbak. Anis kenapa gak sekolah?" "Dek Anis nunggak bayar sekolah sama biaya ujian akhir semester mbak" "Kenapa gak bilang dek?" "Gak boleh sama ibu, mbak Kinar udah kerja susah payah buat kebutuhan kami, gak mungkin kami bebani lagi. Ini aku juga lagi nyambi cari kerja kok mbak, biar bisa bantu mbak Kinar." jawab pemuda itu tulus "Butuh berapa dek?" "Tapi mbak..." "Udah tinggal bilang aja, mbak usahakan besok transfer ke rekening kamu ya" "Tapi kalau ibu marah gimana?" "Biar mbak nanti yang ngomong sama ibu ya, berapa tunggakan sekolah Anis?" "Hmm..sekitar satu juta tiga ratus mbak" jawab Bilal lirih "Yasudah besok mbak usahakan transfer, langsung kamu bayar ke pihak sekolah ya. Pokoknya jangan sekali-kali Anis gak lanjut sekolah" "Anu... itu mbak, gima—" "Cukup mbak aja yang gak tamat sekolah, jangan sampai sekolah kalian berdua ikutan mutung (*terputus ditengah jalan)"potong Kinara cepat-cepat. "I..iya mbak iya" "Kamu juga, jangan sibuk dipasar terus. Usahakan cari info beasiswa biar bisa lanjut kuliah, kejar mimpi kamu jadi arsitek. Ingat kamu anak laki-laki satu-satunya dikeluarga kita dek, usahakan capai pendidikan setinggi-tingginya. Mbak rela kok pontang-panting demi kalian." ujar Kinarapanjang lebar "Iya mbak, sabar..sabar.." Bilal mencoba menenangkan kakaknya. "Nanti bilang ke Anis ya, gak boleh bolos sekolah sehari pun." "Iya mbak iya" "Yawes mbak tutup dulu kalau gitu. Jaga kesehatan dek, salam buat...hmm..buat ba.. bapak" Kinara selalu saja tergagap tiap mengingat sosok ayahnya itu. Pria ringkih yang dulu pernah menjadi idolanya, namun kini luntur seiring dengan perilaku pria itu yang kerap kali meninggalkan tanggung jawab untuk keluarganya sendiri. Kinara menatap nanar layar ponselnya yang sudah berubah gelap. Diusapnya kasar wajah kurusnya. Berpikir keras bagaimana ia akan mendapatkan biaya tambahan untuk keperluan sekolah adik bungsunya. Tabungannya saja hanya tinggal separuh dari yang dibutuhkan. "Setidaknya, kalo kamu terima pinangan Ajisaka. Kamu ga perlu pusing-pusing lagi mikirin biaya hidup. Hidup terjamin, masa depan oke, gak perlu sedih tiap inget ibu dan adik-adik kamu, dan gak perlu lagi hujan-hujanan atau kepanasan buat nyanyi." tiba-tiba saja ucapan Puspa dua minggu yang lalu terngiang lagi di telinganya. Kinara tertunduk, merasa tergelitik dengan pemikiran yang baru saja terlintas. Seraya mengusap pelipisnya dengan jari telunjuk, gadis itu bergumam lirih. Masa aku harus terima tawaran gila si Ajisaka itu sih?? . Bersambung yaa.... ( ˘ ³˘)♥ ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Wuhuuu akhirnya nyampe bab 3 meski harus merangkak lama yaaa cerita ini, mueheheheh... sabarrr... udah dibilang di awal kan kalo ini cerita slow update, btw teteeuup yaa ujung-ujungnya kutunggu komenmu ( ˘ ³˘)♥ Happy reading semuanya... jangan lupa follow sss & i********: @rinai.hening juga buat tau update-update ku yaa... love you all (◠‿◕)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN