Tara segera duduk di kubikelnya dan mengerjakan laporan penjualan perusahaannya. Ia harus mengerjakan semuanya dengan cepat dan tak mau lembur. Hari ini, ia ingin memasak untuk makan malam mereka, hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima tahun. Dulu, lelaki itu tak pernah lupa akan hari penting mereka dan kerap memberikan kejutan, akan tetapi setahun belakangan lelaki itu mulai melupakan banyak hal, termasuk kehadiran dirinya.
Tara akan memberikan kejutan, ia tak mau hari perayaan itu dilaluinya seorang diri seperti tahun lalu. Ia menanti di restoran yang sudah dipesannya jauh-jauh hari, akan tetapi dengan gampangnya lelaki itu mengirim pesan singkat dan mengatakan jika ia tak bisa datang, ada urusan dadakan. Pimpinan perusahaan meminta suaminya lembur untuk mengaudit cabang mereka yang berada di Bogor. Sungguh, Tara tak tahu jika seorang auditor bisa sesibuk itu.
Pada akhirnya, Tara hanya bisa menangis dan menikmati semua menu yang telah ia pesan. Banyak mata yang menatapnya iba di restoran itu, namun ia abaikan. Air matanya tetap mengalir deras tanpa bisa ia hentikan, ia bahkan tak malu-malu sesegukan di sana. Sungguh, pedih di hatinya tak mau pergi. Ia berusaha memaklumi, akan tetapi tak mampu menepis kesedihan yang tercipta karna rasa tak diinginkan yang menyeruak dan memenuhi hatinya.
“Mbak hari ini lembur, ‘kan?” pertanyaan yang disertai dengan tepukan pada pundak itu membuat Tara menoleh ke belakang punggung. Dania, gadis bertubuh molek dengan wajah cantik yang selalu terlihat modis itu duduk pada kursi di sampingnya.
“Aku nggak bisa hari ini. Aku akan sambung besok aja.”
“Wah … tumben Mbak Tara nggak mau ikutan lembur?” wanita itu tersenyum manis, senyum yang kerap melelehkan hati banyak lelaki di perusahaannya.
“Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahanku, jadi aku mau merayakannya dengan suamiku. Aku nggak mau terus-terusan sibuk kerja dan mengabaikan tugas utamaku sebagai istri.” Tara tersenyum lembut, membayangkan memasak untuk suaminya membuat hatinya menghangat. Ia harap, lelakinya mampu merasakan hal yang sama.
“Wah … ulang tahun pernikahan yang ke berapa, Mbak?”
“Lima tahun,” ucap Tara sumringah. Lima tahun bukanlah waktu yang pendek baginya, mereka telah menjalani banyak cerita berasama, senang dan juga sedih.
Kebahagiaan Tara seakan menular pada wanita muda itu. “Keren banget, Mbak. Bisa tahan hidup bersama seseorang selama lima tahun itu adalah hal yang luar bisa. Kalian pasti saling mencintai ya, Mbak?”
Tara tersenyum tipis. Saling mencintai? Memang dulu itu yang ia rasakan. Mereka bertemu di saat ulang tahun kakaknya, Abimanyu adalah sahabat kakak lelakinya. Tara yang memang terbiasa mengisi acara, diminta menyanyi di acara itu. Saat itu, mata mereka saling bertemu, Tara jatuh hati pada lelaki tampan yang menatapnya lekat di panggung kecil yang menjadi perhatian banyak orang. Cinta yang terlalu polos bagi seorang remaja, yang ia pikir, akan berakhir begitu keduanya mulai beranjak dewasa. Akan tetapi, lelaki itu langsung melamarnya begitu mendapatkan pekerjaan tetap. Awalnya, pernikahan itu bak akhir manis untuk kisah cintanya.
“Ya, kami sangat mencintai satu sama lain,” ucap Tara tersenyum. Ia segera mengalihkan pandangan pada dokumen di mejanya.
Wanita itu menepuk pelan lengan Tara. “Semoga sukses acaranya ya, Mbak.” Senyum tulus Dania seakan mampu menyulut semangatnya. Tara tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ia tak akan menyerah, meski lelaki itu terus menjauh.
Tara mengambil ponsel dan mengetikkan pesan pada suaminya. “Malam ini jangan pulang kemaleman ya, Mas. Aku menunggumu di rumah.” Ia tersenyum sembari meletakkan kembali ponselnya. Ia tersenyum membayangkan rencananya. Ia akan mengembalikan api yang telah padam dalam rumah tangga mereka. Ia ingin semuanya kembali seperti sedia kala.
Tara segera membuka dokumen demi dokumen dan memasukkan semua data di sana ke dalam computer. Ia memfokuskan penuh perhatiannya pada dokumen yang tengah dikerjakannya. Ia akan menyelesaikan semampunya dan menyelesaikan semuanya besok. Hari ini ia tak mau sama sekali diganggu. Hari ini, ia ingin memberikan yang terbaik untuk suaminya.
Tanpa terasa, jam sudah menunjuk ke angka lima. Tara segera merapikan mejanya, menyambar tas tangan, dan buru-buru pergi. Ia berpamitan pada Dania yang ikut mengurungkan niatan untuk lembur dengan alasan tak ada yang akan menemaninya bekerja hingga malam. Terkadang, Tara iri pada Dania yang masih muda dan juga cantik. Banyak yang mau menemani kemanapun ia ingin pergi. Wanita itu masuk ke kantor mereka dua tahun yang lalu dan langsung menjadi pembicaraan orang-orang kantor karna kecantikan dan sikap supelnya. Betapa beruntungnya menjadi muda, begitu pikir Tara melihat kebahagiaan yang kerap menghiasi wajah wanita itu. Bukannya ia sedih karna terus menua, hanya saja, muda itu masa yang sangat indah.
Tara memutuskan untuk mengunjungi pusat perbelanjaan sebelum kembali ke rumah. Ada beberapa bahan yang ia butuhkan untuk memasak steak kesukaan suaminya. Dengan hati gembira Tara memilih bahan masakan, tangannya terhenti begitu ia melihat seseorang yang begitu mirip dengan suaminya. Ia tersenyum dan ingin berjalan mendekat untuk memastikan, namun urung dilakukannya begitu melihat seorang wanita memeluk lelaki itu dari belakang. Reflek kaki Tara melangkah mundur, senyumnya sirna, dan pedih menjalar ke penjuru hati.
Ia menggeleng. Tak mungkin itu suaminya dan siapakah wanita itu yang kini bersembunyi di dalam dekapan lelaki pemilik hatinya? Tak ingin terus tersakiti, Tara memutuskan berjalan menjauh dan segera membayar belanjaannya meninggalkan tempat itu.
Menit demi menit telah berlalu. Demi mengusir bayangan akan sosok lelaki di pusat perbelanjaan tadi, Tara segera memulai kegiatan memasaknya. Ia tak lagi bisa merasa bahagia seperti sebelum melihat seseorang di pusat perbelanjaan tadi. Meski dari kejauhan, ia amat yakin lekaki itu adalah suaminya, Abimanyu. Tara menggeleng, mengusir pemikirannya barusan. Abimanyu tak ‘kan mungkin mau menyakiti hatinya. Lelaki itu tak ‘kan tega menoreh luka pada hatinya yang rapuh. Mereka saling mencintai dan ia mempercayai lelaki itu sepenuhnya.
Tara menatap puas Sirloin Steak dengan berbagai makanan pelengkap seperti kentang goreng, anggur merah, dan juga salad. Menu yang dihasilkannya setelah sejam lamanya berkutik di dapur. Setelah selesai, Tara segera berlari ke lantai dua untuk membersihkan diri. Ia telah membeli gaun merah menyala tanpa lengan untuk merayakan hari penting itu bersama suaminya. Hari ini ia akan berdanda maksimal dan menarik perhatian suaminya.
Beberapa menit kemudian Tara sudah tampak cantik dan juga menggoda dengan gaun merah handalannya. Wajahnya pun telah dipoles make up yang semakin menonjolkan kecantikannya. Ia tersenyum puas menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan membawa ponsel ia menuruni anak tangga dan menunggu di ruang tamu. Ia duduk pada sofa yang ada di sana dan melirik jam dinding yang sudah menunjuk ke angka sembilan. Biasanya, lelaki itu akan pulang jam Sembilan, namun hingga kini lelaki itu belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Tara berjalan ke meja makan, untuk memastikan makanannya masih terlihat menarik untuk disajikan. Ia memutuskan duduk pada kursi di balik meja. Ia telah menyiapkan sebuket bunga dan juga lilin yang akan menambah suasana romantis di meja makan itu. Tara tersenyum.
Semenit, dua menit, hingga tanpa terasa tiga puluh menit telah berlalu. Tara masih berada di meja makan dengan wajah sedihnya. Lagi-lagi, dirinya tak pernah menjadi yang utama. Ia mencoba menghubungi lelaki itu, namun tak dijawab. Sepuluh kali dan tak ada satupun panggilannya yang direspon. Air mata Tara jatuh dan membasahi pipinya.
Bayangan akan sosok yang di pusat perbelanjaan tadi kembali hadir di benaknya. Apakah ia harus mempercayai apa yang matanya perlihatkan? Benarkah lelaki itu telah membagi cintanya untuk wanita lain? Lalu bagaimana dengan kisah mereka? Tentang semua cerita yang mereka tulis bersama? Apakah semuanya telah hilang dimakan waktu?
Air mata Tara mengalir semakin deras, pedih mendominasi hatinya. Ia tak memperdulikan lagi make up yang akan berantakan karna tangisnya, sakit di hati membuat dadanya begitu sesak.