Ketika Jihan keluar dari restoran, ia masih sempat-sempatnya menoleh ke arah lorong toilet dimana Ivan berada. Dan ia melihat atasannya masih makan dengan santai. Entahlah, apa yang membuat ia mau-maunya menoleh ke arah sana. Padahal jelas tadi ia merengut kesal pada atasannya itu. Sudah disapa baik-baik, jawabannya bikin keki. Padahal kalau lelaki itu baik, mungkin Jihan bisa menawarkan makan bersama. Sebentar, kenapa dia jadi peduli sama Pak Ivan? Ini bukan bentuk kepedulian sebenarnya, tapi membayangkan jika ia makan sendirian sementara meja yang lain dengan pasangan dan rekan? Bukankah gak nyaman? Tapi ... kenapa juga dia yang harus pusing memikirkan nyaman atau tidaknya? Sedangkan bosnya saja cuek. Ini pasti karena Diah dan Lani meledek dirinya seharian ini. Gak aneh sih orang ka