Bab 2

1093 Kata
"Tetap kuat, semangat, walau rasanya ingin menyerah. Yakin bahwa bisa melalui hari dengan baik dan tetap bersyukur." ♡♡♡♡ "Mana uangnya?" Kayla memberikan uang kepada pria berperawakan besar itu dengan tangan gemetar. "Hanya segini?" teriak pria itu. "I-iya, sa-saya hanya bisa beri uang segitu." "Buat apa segini? Gak cukup buat bayar hutang lho." "Ma-maaf, saya sudah tidak megang uang lagi," ujar Kayla sambil menunduk. Dagangan kuenya sudah tidak berjalan selama empat hari ini karena pembeli memilih membeli ke pedagang kue yang berada di pojok jalan. Padahal untungnya lumayan buat tambahan bayar hutang. "Kalau tahu gak bisa bayar hutang mending gak usah hutang deh! Nyusahin orang lain saja!" teriak pria itu sambil menatap tajam Kayla. "Bro, sama cewek jangan begitu. Jodoh lo takut deh karena lo kasar gitu orangnya, makanya sampe sekarang gak datang juga." "Diem lo!" "Bro..." "Ngomong lagi gue pecat lo?" "Jangan bro, gue masih butuh uang. Ntar kalau gak butuh uang lagi deh baru pecat gue bro." "Ma-maaf, saya janji bakal secepatnya melunasi hutang saya," ujar Kayla dengan takut. "Janji-janji saja, jangan kayak lelaki playboy yang suka ngumbar janji!" "Kayak lo dong, bro," sahut temannya yang tak lain anak buahnya itu. "DIEM LO!" Kayla tersentak kaget. Ia memundurkan langkahnya. Jantungnya seperti lari marathon karena suara bentakan dari pria itu yang berbaik hati meminjamkan uang kepadanya. "Oke, saya pegang janji lo! Jika sampai lo gak segera lunasin hutang lo yang banyak itu, lo bakalan gue jual ke pria playboy bertubuh buncit!" ancamnya. Kayla mengangguk takut. Ia menangis saat kedua pria itu pergi dari hadapannya. Ia menangis di depan pintu kosnya. "Kayla." Kayla mengusap air matanya dengan kasar. Ia tersenyum menatap lelaki yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. "Kak Argan, kenapa gak bilang kalau mau kesini?" "Kenapa? Biar kakak gak tahu apa masalahmu, begitu?" tanya Argan sambil menatap tajam Kayla. Kayla berusaha tersenyum lebar. Walau hatinya sedang dirindung pilu. "Kenapa enggak bilang sama kakak kalau kamu punya hutang? Bukannya kakak sudah bilang, kalau ada apa-apa bilang sama kakak," decak Argan. "Ma-maaf, Kak. Aku gak mau nyusahin kak Argan." Argan menggelengkan kepala. "Kayla, kamu gak pernah nyusahin kakak." Argan memutuskan duduk di kursi kayu yang ada samping pintu kos Kayla. Sedangkan Kayla memilih berdiri. "Aku gak ngerti apa yang kamu pikirkan, Kayla. Kamu selalu bilang menyusahkan, gak mau menyusahkan. Katanya kamu anggap aku sebagai kakakmu. Bukan seperti ini sikap seorang adik kepada kakaknya." Argan menarik nafas lalu menghembuskannya. Kemudian ia melanjutkan berkata, "Bisa kamu ceritakan yang sejujurnya kepada kakak?" Kayla memijat keningnya yang terasa pusing. Ia terdiam dan menimbang apakah harus menceritakannya kepada Argan. Ditatapnya Argan yang menatapnya dengan penuh harapan. "Aku akan menceritakannya, kakak jangan potong perkataanku selama aku menceritakannya. Aku mohon kakak gak bilang sama ibu juga. Aku gak mau membuat ibu terbebani mendengar cerita ini," pinta Kayla. "Aku janji," ujar Argan tegas. Kayla mulai menceritakan segalanya. Sejak awal keputusannya dan sampai detik ini. Tidak semua ia ceritakan, tetapi intinya seperti itu. Argan yang mendengar cerita Kayla menggeram marah. Ia kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Kayla dengan baik. Ingin sekali memeluk Kayla, namun ia tahu bahwa dirinya dan Kayla bukanlah muhrim. Mungkin inilah salah satunya alasan Kayla tidak mau tinggal bersamanya. "Kenapa baru cerita sekarang? Kenapa tidak kemarin saat kita bertemu?" tanya Argan sedih. "Kak, aku punya pertimbangan. Aku gak mau dianggap kasihan. Aku gadis yang kuat kok, buktinya aku masih hidup sampai saat ini," jawab Kayla dengan senyuman lebar. Argan tampak berfikir mencari solusi supaya Kayla dapat segera melunasi hutangnya. Ia bisa saja memberi Kayla bantuan untuk melunasi hutangnya, namun itu akan menguras uang tabungannya. Sedangkan ia perlu uang juga untuk menyambung hidupnya. "Kakak tak perlu khawatir akan keadaanku, aku sudah biasa dengan hal ini, kak," lanjut Kayla berkata. "Tidak, kakak akan bantu kamu!" ujar Argan tegas. "Dengan apa, kak? Ini tidaklah sedikit." "Akan kakak usahakan." Ini benar adanya Argan ingin membantu melunasi hutang Kayla. Asalkan Kayla bisa hidup dengan tenang tanpa kesusahan bekerja full seharian. Apalagi Kayla seorang wanita, ia merasa khawatir. Pasti terkadang ada orang jahat yang mengganggu Kayla saat mencari rongsokan di malam hari. Ia tidak tega dan tidak suka melihat Kayla menderita seperti ini. "Kak, udah Kayla bilang Kayla gak mau nyusahin kakak." "Kamu gak nyusahin kakak! Hapus pikiran burukmu itu, ganti pikiran yang baik," tegur Argan. Ia tidak suka jika Kayla menganggap menyusahkan dirinya. Ia justru senang. Kayla memilih diam. Ia melamun memikirkan hal tadi. Hari ini ia libur bekerja karena ada Argan, lagipula tidak enak jika ia kerja disaat ada tamu datang berkunjung di tempat kosnya. Argan tampak berfikir. Selama lima menit hanya keheningan diantara keduanya. Sampai pada akhirnya Argan tersenyum lebar menatap Kayla. "Kamu tahu kasus kematian Laura Bagaskara?" bisik Argan. Kayla sedikit mendekat kearah Argan, lalu mengangguk. "Nah, kakak ada tugas buat kamu. Jika kamu berhasil kamu akan dapat uang buat bayar hutang kamu." "Apa, kak?" tanya Kayla penasaran. "Kamu tahu kan apa pekerjaan kakak? Kakak gak mungkin dan gak yakin bisa mengerjakan ini, mungkin kamu bisa. Dan, jika kakak mendapatkan kebenarannya kakak bakal dapat uang yang lumayan dari boss kakak. Karena boss kakak sendiri membenci keluarga itu. Sudah lama kakak ditawari tugas ini, tetapi kakak gak sanggup." "Langsung saja pada intinya kak," desak Kayla penasaran. "Kakak bantu kamu bayar hutang 30% nya dulu, ntar sisanya kakak bayarin hutangmu kalau kamu berhasil menjalankan misi ini." Kayla meresapi perkataan Argan, namun ia masih belum tahu apa maksud dari perkataan Argan. "Kakak mau kamu mencari kebenaran atas meninggalnya Laura Bagaskara, dan juga bagaimana dengan keluarga itu," ujar Argan dengan senyuman lebar. Kayla terdiam. "Jika kamu berhasil, maka hutangmu akan beneran lunas nantinya. Bagaimana?" "Kak, aku gak bisa!" "Kenapa? Kakak gak bisa bantuin kamu lunasin hutangmu. Kakak cuman bisa bantu 30%nya saja," ujar Argan sedih. "Kak, aku gak minta..." "Kenapa sih kamu selalu menolak bantuan dari kakak? Kamu anggap aku kakakmu, bukan?" tanya Argan sedikit marah. Ia juga kecewa atas jawaban dari Kayla. "Aku memata-matai keluarga itu kan, kak? Aku kayak menyebarkan aib orang lain," ujar Kayla pelan. "Enggak, kamu gak seperti itu Kayla. Kamu hanya mencari kebenarannya saja. Lagipula tidak disebarluaskan. Ini untuk kepentingan boss kakak. Kamu mau, kan?" pinta Argan. Kayla menarik nafas lalu menghembuskannya. Kemudian ia mengangguk. "Oke, kak. Aku akan menjalankan misi itu." Argan tersenyum lebar. "Kakak seneng dengernya. Kamu hati-hati melakukan misi ini. Bagaskara orang yang licik." Kayla mengangguk. Walau ia sedikit takut mendengar perkataan Argan yang terakhir. Ia akan usaha berhati-hati. Lagipula ia butuh uang buat bayar hutangnya. Mungkin jika utangnya sudah lunas, setidaknya hidupnya sedikit tenang. "Mulai kapan, kak?" "Minggu depan saja, kakak akan menemui boss kakak lebih dulu." Kayla mengangguk. Ia berharap semoga keputusannya ini benar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN