Bab 8

1098 Kata
""Kita saling menyibukkan diri demi impian. Kita saling menyendiri untuk merenungi kesalahan dan memperbaiki diri. Kita saling menyapa, walau tak berani saling mendekat. Tetapi, kita saling merindu di dalam do'a." ♡♡♡♡♡ Hidup itu serius, bukan untuk main-main. Jika saat itu juga, seseorang dicabut nyawanya, apakah masih tetap menganggap hidup tidak selamanya harus serius? Maka, dari itu selama masih hidup memang perlu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Memanajemen waktu dengan baik. Bukan justru berduduk santai dan bersenang-senang terus tanpa mau berfikir bagaimana hari esoknya. Kayla pernah mengalami hidup yang begitu sulit, ia tentu mengerti bagaimana pahitnya kehidupan. Ia pernah sehari makan hanya satu kali, karen demi menghemat. Ia pernah makan hanya kerupuk dan nasi saja. Ia juga pernah makan hanya dengan kecap dan nasi saja. Dalam kehidupan memang harus sering bersyukur. Walau memang pada dasarnya sebagai seseorang tidak bisa merasa puas, dan selalu akan mencari kepuasan yang lain. Kayla selalu memikirkan kehidupan orang lain di luar sana, yang mungkin lebih keras dari apa yang dijalaninya. Sudah seharusnya ia beryukur dan tidak banyak mengeluh. Kali ini, Kayla harus bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik. Berani berbuat tentu berani bertanggung jawab. Ia tahu konsekuensi apa yang akan didapatkannya jika sampai ia gagal menjalankannya. Kayla mulai melakukan apa yang diperintahkan oleh Argan. Seperti memvidio Jelita yang asyik menari, memfoto Jelita yang asyik belajar, dan banyak sekali yang ia dapatkan. Walau memang agak kesulitan karena ada Bagaskara yang selalu keluar masuk rumah. Entah apa yang dilakukan pria paruh baya itu. Apalagi sekarang ia sedang berada di luar tamu dengan Jelita. "Jelita, ini kakek bawain buah buat kamu." Bagaskara meletakkan seplastik bening besar berisikan macam-macam buah. Ada anggur, apel, pir, dan salak. Kayla menelan ludah melihatnya. Ia ingin merasakannya, sudah lama rasanya tidak memakan buah-buahan. Maklum, uangnya harus ia putar lagi buat membeli bahan kue dan juga ditabung. "Kakek habis dari mana?" tanya Jelita tanpa menoleh kearah Bagaskara. "Beli buah," jawab Bagaskara. "Beli buah kok keluar masuk rumah terus, mau ngawasin Jelita ya?" Kayla menegang seketika. Ia seperti mendapat sebuah jawaban, mungkinkah Bagaskara sedari tadi mengawasi tingkahnya? Huh, jika benar adanya ia dalam keadaan gawat. "Enggak kok, sok tahu kamu. Makan tuh buahnya, kakek mau ke belakang dulu." Jelita mengangguk. "Ya udah, aku juga gak mau kakek ada disini," ujarnya dengan pelan. Kayla tidak dapat mendengarnya. Kayla menatap Jelita, "bilang apa sama kakek?" Jelita mendengus. "Harus bilang ya?" Kayla mengangguk. "Ya udah, terima kasih, Kek." Bagaskara tersenyum tipis. Kemudian ia melanjutkan langkahnya menuju belakang. Kayla masih menemani Jelita yang sedang mengerjakan tugas matematika. Jelita tampak pusing, dan dengan telaten ia memberikan arahan Jelita mengenai cara mengerjakannya. Bisa saja ia mengerjakan pekerjaan Jelita, namun bukannya belajar Jelita pasti akan asyik bermain nanti. Sehingga, Jelita akan terbiasa malas belajar, dan kalau ada tugas tinggal minta orang buat mengerjakannya atau tinggal nyontek temannya. Suara mobil memasuki halaman rumah, Jelita segera berlari keluar rumah. Ia bertepuk tangan senang saat melihat Cahaya. Dibelakangnya Kayla menghela nafas lega, Jelita tampak gesit sekali. "Tante," pekik Jelita senang. Seorang lelaki keluar dari mobil dan mendorong kursi roda Cahaya. Kayla mengernyitkan dahi. Mungkinkah ini lelaki pilihan Jelita? Jelita memeluk Cahaya dengan erat. "Tante sibuk kerja terus, Jelita jadi sendirian dong." "Ada Kak Kayla itu, maafin tante pekerjaan tante benar-benar banyak lho," ujar Cahaya sambil terkekeh pelan. "Ya, tante mah gitu. Mana pulang bawa lelaki pula." "Hush," tegur Cahaya. "Hei, anak cantik, namanya Jelita, ya?" tanya lelaki yang mendorong kursi roda Cahaya itu. Jelita tidak menjawab, ia justru menyedekapkan kedua tangannya. "Kalau ditanya dijawab dong, sayang. Om nya tanya tuh," ujar Cahaya. "Jelita," jawabnya dengan judes. Cahaya menatap lelaki itu dengan tatapan merasa tak enak. Seakan mengerti, lelaki itu hanya tersenyum tipis saja. Kayla terpaku melihatnya. Lelaki itu begitu tampan. Seakan sadar, ia mengerjapkan kedua matanya. Cahaya lalu meminta lelaki itu mendorong kursi rodanya untuk masuk ke dalam rumah. Kayla pun dengan segera membereskan buku-buku Jelita. Untung saja Jelita tadi tidak sedang membeberkan mainannya sehingga ia tidak akan kerepotan. Setelah itu, ia berjalan ke dapur mengambil minum dan kue untuk disuguhkan ke tamu tadi. "Dimana papa?" tanya Cahaya. "Ada di halaman belakang, Bu," jawab Kayla. "Bisa panggilkan papa kesini?" Kayla mengangguk. Ia lalu menghampiri Bagaskara yang lagi di halaman belakang. Setelah itu, ia memutuskan duduk di halaman belakang sebentar. Tak mungkin ia ikut bergabung obrolan orang-orang di ruang tamu tersebut. Ia hanyalah pembantu disini dan tentu ia sadar diri akan statusnya. ******** "Kak Kayla," panggil Jelita saat Kayla hendak menutup pintu kamar Jelita. Tadi dirinya habis memberikan segelas s**u untuk Jelita. Bukan hanya hari ini, tetapi setiap malam juga. Kayla menoleh menatap kearah Jelita. Tak biasanya anak itu memanggil dirinya, biasanya langsung tidur bahkan mengusirnya supaya segera pergi dari kamarnya. "Kenapa?" Kayla berjalan mendekati Jelita. "Apa jika tante Cahaya menikah akan tinggal bersama suaminya? Lalu aku gimana?" tanyanya dengan sedih. Kayla mengelus rambut panjang Jelita. "Tante Cahaya selalu di hati Jelita. Kan ada kakak yang nemenin Jelita. Coba tanya sama tante tinggal dimana nanti." "Aku gak mau tinggal sama kakek. Kakek jahat, suka marah sama tante dan mama. Mama meninggal karena kakek." Kayla terkejut atas perkataan Jelita. "Aku mau ikut tante, tetapi suami tante pasti gak mau ajak aku." "Lebih baik Jelita tanya sama tante cahaya dulu, Jelita juga harus baik sama suami tante nanti. Sekarang, Jelita harus tidur dulu ya. Udah malam lho," bujuk Kayla. Jelita mengangguk. Kayla menyelimuti Jelita dan mencium keningnya. Kayla menghela nafas lelah. Sungguh ia kelelahan bekerja setiap hari begini tidak ada yang membantunya. Tentang misinya yang belum juga ia dapatkan kebenarannya. Ah, ia juga sudah mengirimkan ke nomor Argan mengenai vidio dan foto Jelita. Punggungnya terasa pegal, jika difikir gajinya memang lumayan ini daripada pekerjaannya yang dulu. Namun, capeknya minta ampun. "Gerak-gerikmu mencurigakan, ya." Kayla membalikkan tubuhnya dengan kaget. Ia terkejut melihat lelaki yang menjadi calon suami Cahaya itu. "Apa tujuanmu bekerja disini?" Kayla menunduk, kedua tangannya saling meremas. Ia benar-benar takut. Hatinya bertanya-tanya kenapa dengan lelaki itu? Kenapa lelaki itu tahu, apa tingkahnya memang mencurigakan. Ah, ia tidak boleh gugup. Jika ia gugup mudah sekali orang mencurigainya. "Tentu bekerja supaya dapat uang, pak." "Saya tahu pasti kamu memiliki alasan lain." Suaranya begitu tegas dengan tatapan mengintimidasi. "Maaf, pak. Tidak baik mencampuri urusan orang lain, niat saya memang bekerja," ujar Kayla memberanikan diri. "Huh, begitu?" Lelaki itu berjalan mendekatinya. "Perkataanmu menunjukkan bahwa kamu memiliki alasan lain," lanjut lelaki itu berkata. Kayla memundurkan langkahnya, dengan cepat ia melangkah menuju kamarnya. Menghindari lelaki itu adalah pilihan yang baik untuk sekarang. Lelaki itu membiarkannya. Kayla tidak tahu bahwa lelaki itu menyeringai menatapnya. Kayla juga tidak tahu bahwa sejak hari ini hidupnya tidak akan tenang lagi. Ia sudah masuk ke dalam perangkap lelaki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN