Hantu Mabuk

1838 Kata
Dokter Rian tersenyum karena kali ini kalian yang keluar dari mulut Elea begitu lancar. Sudah tidak gagap dan tersendat seperti tadi. “Untuk sementara kamu pulang ke rumah dokter dulu sampai kedua orang tua kamu pulang,” ucap dokter itu lagi membuat senyuman di bibir Elea mendadak sirna. “Kamu masih dalam masa pemulihan yang harus sering dipantau. Lagi pula kalau kamu sendirian di rumah, andai terjadi apa-apa bagaimana?” Elea terlihat berpikir sejenak. Akhirnya dia mengangguk paham. Dia juga tahu bahwa tubuhnya saat ini masih lemah. Jadi dia akan menurut saja apa kata dokter yang lebih paham dengan kondisi kesehatannya saat ini. “Kalau begitu kamu istirahat lagi, ya?” Elea mengangguk, dan dokter pun membantu menurunkan bantal yang ada di bagian belakang tubuh Elea agar gadis itu bisa berbaring. Dokter Rian lantas meninggalkan Elea. ‘Semoga kamu bisa bersabar atas apa yang menimpa dirimu. Kamu pasti kuat saat mengetahui yang sebenarnya.’ *** Tama sudah siap dengan pakaian kasual. Kemeja slim-fit dipadukan dengan jas dan celana press tubuh serta sepatu ketznya, dia terlihat seakan tidak siap menghadiri perhelatan akbar dan cuma seperti ingin main saja. Tapi karena wajahnya memang tampan, berdandan seperti apa pun tetap mempunyai daya tarik tersendiri. Pemuda dua puluh tiga tahun itu pasti tetap menjadi pusat perhatian banyak orang terutama kaum hawa meski tampilannya compang-camping juga. Dia sudah mengatakan pada manajer untuk mengosongkan jadwal malam ini setelah dia menerima tropi yang cuma memenuhi pajangan kamarnya tanpa ada kebahagiaan menyertai. Satu-satunya yang Tama tunggu dari malam panjang itu adalah acara setelahnya. Sahabat dekatnya di studio musik sedang berulang tahun. Jadi dia ingin menghabiskan malam ini di club’ tempat acara tersebut diadakan. Mobil hitam itu melaju di jalanan yang padat. Kelihaian seorang Tama tidak diragukan lagi. Dengan mudahnya dia bisa menyalip beberapa kendaraan yang ada di depannya sekaligus. Hingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke tempat yang dimaksud. Tama tidak suka dirinya disupiri. Itu terasa seakan dia diatur dua puluh empat jam penuh. Sedang Tama bukan pria yang bisa diatur. Blitz kamera menyapa kehadirannya. Bahkan sorot lampu langsung tertuju pada Tama diikuti riuh penonton langsung histeris ketika melihat Tama. Idol baru melejit itu seolah langsung meraup hati para penggemarnya dengan mudah. Karenanya, banyak yang juga iri pada Tama. Namun Tama tidak peduli. Selama tidak menganggunya. Dia tidak akan bergeming dengan tatapan nyalang atau remeh orang lain. Tama berdiri di red carpet. Seperti arahan para crew acara dia langsung bergaya seadanya. Sedang jepretan kamera mengabdikan pesonanya menjadi sebuah foto. "Wah lihat! Hasil fotoku jadi bagus banget," rancau salah satu kameraman. "Itu karena objeknya yang menjual. Mahal banget!" sahut temannya yang berprofesi sebagai kameraman pula. Tama yang mendengar cuma tersenyum tipis sambil membetulkan jambulnya. Dia bahagia karena dia pekerjaan orang lain jadi lebih mudah. Tama menatap para penggemarnya seraya bersenandika... 'Lihat Tam, lo udah sampai sini. Semua orang mengelu-elukan lo. Para pengejar berita dan ahli kamera juga puas dengan sikap lo yang sok ramah itu. Lo harusnya bahagia, Tam. Tapi kenapa di hati ini seolah terus kosong tanpa kebahagiaan sedikitpun?' Tama mempertanyakan dirinya sendiri. Adakah yang salah. Tapi dia yakin tidak ada. Tama sudah mulai berubah, dia jadi lebih ramah meski itu cuma di depan kamera. Alih-alih bahagia dia malah makin menderita. Satu yang Tama sadari. Sekalipun dia tidak pernah pulang ke ibunya. Dia seolah sangat marah pada wanita yang melahirkannya. Meski perasaan rindu menumpuk hingga menggerogoti tulang. Tama tahu, langkah seorang anak tanpa restu Sang ibu hanya menjadi sebuah kesia-siaan. Dan kini Tama mulai pahami mengapa ibunya tidak bisa melepaskan pekerjaan begitu saja. Ini bukan tentang uang. Namun tentang tanggung jawab dan kepercayaan orang-orang sekitar dan menumpuk di bahu. Pada akhirnya dia juga terjun dalam dunia showbiz. Yang mengharuskan Tama tersenyum ketika hati menjerit. Itulah yang Rike rasakan. Mata Tama berkaca-kaca setiap kali memikirkan tentang Rike. Tama menduga ibunya sudah pernah melihatnya di televisi karena dia memang suka seliweran dilayar perak itu. Tanpa disadari, dia mencari sosok Rike diantara ribuan manusia. Berharap Sang ibu menyaksikan langsung dia meraih piala demi piala. "Hah, pikir apa sih Tam!" Dia mesti kecewa karena tidak mendapati Rike diantara ratusan gadis muda. Tama duduk di bangku yang sudah disiapkan. Dia jadi salah satu tamu terhormat yang ditunggu kehadirannya. Dari situ juga Tama berfikir.., mana mungkin ibunya bisa masuk tanpa undangan. Lagi-lagi batinnya kecewa. Acara mulai berjalan. Dengan suguhan pertama dari band papan atas lantas diikuti aktraksi sulap dari magician termasyhur. Perhatian Tama ikut tersedot. Dadanya bergerumuh karena hentakkan jantung yang meletup-letup. Pasalnya setelah magician itu. Dia diminta manu membacakan para nominator pendatang baru terhitz. Tama sedikit grogi takut dirinya salah membawakan. Dia terus berdoa meminta kekuatan dari ibunya agar tidak salah jalan. "Kita sambut, Tantama Buana dan Evelyn!" Namanya disandingi dengan wanita muda yang kini juga tengah hitz. Lucunya mereka berdua masuk dalam rangkaian peserta nominasi yang berjumlah lima orang itu. Bedanya Evelyn sudah lebih dulu terjun di dunia ini meski baru sekarang dia berhasil. Tama menggandeng Evelyn yang memakai gaun putih gading dilengkapi kerlap-kerlip menghiasi gaun tanpa lengan itu. Untuk rambut sengaja dia kepang daun disertai hiasan bunga-bunga kecil merayap keseluruh kepangannya. Dia terlihat seperti peri bunga yang cantik. Sedang Tama merasa malu berdandan ala kadarnya. Walau posturnya yang menunjang tidak bisa dikategorikan ala kadarnya. "Pemenang nominasi pendatang terbaik adalah...!" Tama dan Evelyn saling pandang. Sedang suara pengiring mendentum semua telinga yang hadir. Ketika amplop kecil itu dibuka. Nama Tama lah yang nampak. Evelyn tertawa pendek lantas memeluk leher Tama. Tama kesiap, dia belum percaya lagi-lagi keluar jadi pemenang. Sebentar dia mengurai pelukkan. "Hahaa.., pemenangnya Tantama buana alias saya sendiri," ucap Tama kepedean. Semua pengunjung tertawa terpingkal. Tama diminta memberikan kata sambutan. Dan dia sadari hidupnya terasa lebih berarti dengan semua ini. Pujian dan tepuk tangan seolah dihadirkan untuknya. Namun dari kejauhan, seorang ibu menangis haru. Guratan tangan mulai keriput memaksa untuk bertepuk tangan meski juga gemetaran. Wanita itu masuk kesini dengan usaha yang keras. Tapi semua terbayarkan setelah melihat anak lelakinya berjaya diatas panggung. 'Mama bangga sama kamu, Tama,' batin Rike bersenandika. Tama terus digadang-gadang. Dia disuguhi minuman mewah namun memabukkan. Yah, Vodka, Wishki sampai Champange puluhan tahun yang didatangkan langsung dari luar negeri memenuhi meja bundar itu. Padahal Tama sudah bilang tidak mau menghadiri acara setelah malam penghargaan. Tapi karena yang mengundangnya seorang bisnisman handal. Irwan, manajernya tidak bisa mengelak. "Udah Tam. Datang aja sebentar. Minum dua sampai tiga gelas buat hormatin doi!" titah Irwan entang. Cowok itu tiba di sini dengan mobil berbeda karena Tama tidak mau diekori Irwan. Tama cuma bisa menghembuskan nafas lemah. Oke, asal nanti malam dia boleh berkumpul bersama teman-temannya. Ternyata sangat sulit untuk dia bebas. Tama sudah menelan cairan dengan alkohol tinggi itu sebanyak tiga kali. Tapi dia belum juga bisa kabur. Tama masih ingat dia punya undangan penting yaitu berkumpul bersama teman-temannya. Tama jadi mendelik pada Irwan. Dia gak mau tahu, pokoknya Irwan harus meminta dia ijin pulang lebih awal. Irwan yang di kode cuma bisa menggaruk tengkuk. "Hahaha..., gini Mr. Choi, kayaknya Tama sudah mulai mabuk. Dia tidak terbiasa minum." Irwan membuat alasan. Tapi malah ditanggapi dengan antusias. "Hahha. Benarkah? Kalau begitu ayok kita bersulang satu gelas lagi!" ucap pembisnis yang suka tantangan itu. Mau tak mau Tama ikut andil sendiri. "Maaf tapi sebetulnya lambung saya gak bisa minum terlalu banyak." Jika ini menyangkut kesehatan pastinya dia diperbolehkan untuk pulang, bukan? Tama buru-buru ke acara temannya. Dia melempar asal piala yang diharapkan banyak orang. Sementara Irwan sudah pulang karena tugasnya hari ini sudah usai. Hanya Irwan memberikan pesan pada Tama jangan minum lagi. Mengingat tadi dia sudah banyak minum. "Yaya..ya..ya..!" Tama bergerutu dengan semua nasihat Irwan. Dia fikir siapa yang membuatnya jadi setengah mabuk begini kalau bukan ajakan Irwan. Setelah sampai dia memarkirkan mobil, Tama langsung bergegas masuk dan naik ke lantai dua. Di sana teman-teman yang lain sesama penyanyi dan artis sudah menunggu. Hanya tinggal beberapa orang lagi yang belum tiba. "Nah ini nih pemenang kita!" Seorang kawan memekik. Mereka yang datang di sini rata-rata tidak diundang karena tergolong pendatang baru. Hanya Tama yang keberadaannya dianggap. “Hai, Tama.” “Tam, Tama!” “Eh. Itu Tama udah datang.” Beberapa suara terdengar oleh si pemilik nama di lantai satu, tapi dia tidak menggubris sama sekali. Tujuannya adalah mengucapkan selamat ulang tahun ke temannya. “Nah, akhirnya datang juga, Lo.” Brian menyambut Tama dengan memberikan tos tangan yang tergenggam. Kepalan mereka saling beradu. Kemudian Tama duduk di samping Brian. “Woy, Tama!” teriak Marcel, si pemilik acara pada malam ini. Dia adalah seorang dramer salah satu grup band, yang juga dinaungi rumah produksi yang sama dengan Tama. Mereka berpelukan sambil saling menepuk punggung masing-masing. Di tengah ruangan, lebih tepatnya lantai dansa, sudah ada beberapa wanita yang berlenggak-lenggok diiringi dentuman musik DJ. Kerlap-kerlip dari lampu warna-warni yang berputar membuat suasana semakin semarak. Suara bising tak lagi mempengaruhinya. Pun dengan vodka tiga gelas yang dia tenggak tadi. Paling hanya sedikit menyakiti kepalanya. Hanya Tama yang tahu bahwa club’ tersebut sebenarnya milik dirinya. Tapi dia tidak pernah mengatakan hal itu pada siapa pun kecuali pada manajernya. Tama ingin diperlakukan sama dengan pengunjung lain di club’ tersebut. Jadi dia sengaja menyembunyikan jati diri. “Bisa-bisanya Lo ulang tahun ngundang segini doang,” ejek Brian pada Marcel. “Santai, Bri. Gue memang ogah mengundang banyak temen. Males banget kali sampe Putri tau. Gila benget tuh cewek. Udah gue tolak berkali-kali juga, tetep aja ngeyel,” kesal Marcel saat menceritakan seorang gadis yang terus mendekatinya. “Lagian kalo dia datang memangnya kenapa?” tanya Tama kali ini. Marcel melirik ke sana ke mari, kemudian berkata, “Gue lagi mau deketin Bianca. Dan gue nggak mau itu gagal gara-gara si Putri.” Marcel bukannya tidak tahu jika Bianca wanita paling tajir. Dan karena dia butuh sokongan modal. Marcel rasanya dirinya harus memacari anak pengusaha itu. “Ha ha ha ha ha.” Tama dan Brian tertawa secara bersamaan. Mereka tahu siapa Bianca. Anak salah satu produser film yang tidak punya prestasi apa pun. Kerjanya hanya mengikuti ke mana pun ayahnya pergi. Gadis itu tidak punya bakat apa-apa, padahal jiwa seni ayahnya sangat tinggi. Mereka juga tidak tahu kalau selama ini Bianca mengejar-ngejar Tama. Bukan tetapi dia amat terobsesi dengan Tama. Tak lama datang beberapa orang lagi. Akhirnya acara ulang tahun tersebut pun dimulai. Seperti orang dewasa pada umumnya, ditambah lagi kalangan artis papan atas. Minuman keras bukanlah hal yang tabu. Meski Tama bukan orang yang suka minum minuman keras, tetapi kadang dia juga mau satu atau dua teguk untuk menghargai teman-temannya. Sang manajer sudah sering mengingatkan agar jangan sampai mabuk, apalagi jika dia pergi sendiri tanpa ada orang lain. Tentu akan membahayakan diri saat menyetir mobil sendiri. “Tam, ayo, dong!” seru Miko yang sudah teler. Untuk berjalan pun dia sudah sempoyongan, tetapi masih bersikeras ingin menari di lantai dansa dengan beberapa teman gadis mereka. Akhirnya mau tidak mau Tama meminum seteguk. Setelah itu dia melambaikan tangan karena memang tidak mau lagi. Tama merasa sudah mencapai batasnya setelah malam ini berkali-kali dia mabuk. “Ayo, Tam. Satu kali lagi, oke?” paksa Marcel seraya memberi kode pada pelayan untuk memesan minuman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN