Adrian tersenyum di dalam ruangannya mengingat kejadian kemarin saat bersama Andara. Ia akui ucapannya kepada Andara sedikit tidak pantas, tapi dirinya juga refleks mengatakannya. Dan ia baru sadar, ternyata Andara bukan hanya cantik tapi juga mandiri. Terbukti saat ia mampir ke rumahnya yang lumayan besar dan hanya ditempati oleh dirinya sendiri, rumahnya begitu bersih dan rapi. Benar saja, ketika dirinya duduk di ruang tamu, tersaji kue kering yang ia yakini buatan muridnya itu.
Andara lalu pamit ke belakang, ia pikir untuk membersihkan badannya, tapi dugaannya salah. Andara kembali lagi membawa ember yang berisi air, dia mengepel seluruh rumahnya sendirian. Dia awalnya ingin membantu namun Andara melarangnya karena dirinya tamu. Jadilah selama setengah jam lamanya ia menunggu Andara membersihkan rumahnya. Meskipun membosankan, tapi kalau muridnya itu berpakaian hanya dengan baju putih longgar ditambah dengan hotpants hitam super pendek, yang berjalan ke sana-kemari, akhirnya tidak lagi membosankan malah mengasyikkan. Dia bisa dengan leluasa melihat paha mulus Andara tanpa dicurigai oleh muridnya itu. Ketukan pintu di ruangannya membuat Adrian menghentikan lamunannya.
Kiandra tersenyum berjalan ke arahnya. Wanita itu duduk di atas pangkuannya sambil memeluk leher Adrian.
“Ayo makan siang, aku udah lapar,” Adrian mengangguk lalu melumat bibir tebal Kiandra. Awalnya hanya lumatan, tapi tangan lentik Kiandra menggoda titik sensitif di tubuh Adrian membuat pria itu, semakin memperdalam ciumannya. Tak berapa lama Adrian memundurkan tubuhnya masih dengan napas tersengal-sengal. Dengan perlahan, pria itu membawa Kiandra berdiri. Setelah merapikan pakaiannya Adrian lalu menggandeng tangan wanitanya untuk berjalan meninggalkan ruangannya.
***
“Kenapa lo ketawa-ketawa, Nes?” tanya Andara bingung melihat salah satu sahabatnya itu yang baru saja pulang dari liburan panjangnya. Selain Gadis, Aqnes juga salah satu sahabat terbaiknya.
“Mulai deh lo, Nes,” Gadis mendengus melihat Aqnes yang bukannya menjawab pertanyaannya malah semakin tertawa terbahak-bahak. Tiba-tiba saja derap langkah kaki terdengar begitu nyaring di kantin yang terlihat sepi. Wajarlah, gara-gara mereka asyik bercerita soal film yang ditonton mereka semalam, ketiganya itu sibuk membicarakan dan berkomentar di setiap scene. Yah, kalian tahu lah. Jika para cewek sudah membicarakan sesuatu, apalagi yang berhubungan dengan cowok tampan, dengan tidak sadarnya mereka bercerita dengan suara keras. Dan, di sini lah mereka berada. Sekalipun Andara murid pintar di sekolahnya, tapi jika dirinya melanggar tata tertib bahkan mengganggu kenyamanan di kelas, Andara selalu mendapat hukuman. Sepertinya otaknya yang cantik tidak berpengaruh sedikit pun jika kelakuannya minus.
“b******k, lo ngapain taruh kecoak di mangkuk gue!” bentak seorang cowok tampan yang tiba-tiba menghampiri meja mereka. Cowok itu menatap marah Aqnes yang duduk di hadapan Andara.
“Jaga yah, mulut lo!” bentak Aqnes balik, yang kini sudah berdiri berhadapan dengan cowok itu.
“Jangan berlagak pilon deh. Lo ngaku aja kali, kalo elo yang taroh kecoaknya!”
“Buktinya mana?” tantang Aqnes dengan tangan ia dekap di depan d**a.
“Sohib gue yang lihat elo masukin kecoak, ke mangkuk bakso gue,” Aqnes ingin membantah namun ucapannya di potong seketika oleh cowok itu.
“Dan sohib gue enggak mungkin bohong,” tandas cowok itu final.
Andara dan Gadis hanya diam menyaksikan perdebatan di hadapannya itu. Kedua cewek itu bukannya membantu Aqnes malah asyik memakan makanannya karena sepertinya lebih asyik melihatnya saja daripada ikut campur urusan mereka. Kedua sahabatnya itu sudah sering melihat Aqnes dan Kelvin yang seperti tikus dan kucing jika bertemu. Mereka berdua juga heran, kenapa Aqnes benci banget sama cowok yang berdiri di hadapannya itu. Padahal secara fisik Kelvin tampan dan juga calon kapten basket, setelah Sam lengser dari jabatan sebagai kapten basket, jabatan itu pun akan jatuh pada Kelvin.
“Yah, tapi mungkin aja bohong,” balas Aqnes cuek. Kelvin seketika mengeraskan rahangnya. Cowok itu benar-benar marah, bukan karena dirinya takut kecoak. Tapi karena dirinya yang sedang lapar dan ketika ia ingin makan, dirinya malah menemukan kecoak di dalam mangkuk. Wajar saja kalo dirinya sekarang memberi perhitungan kepada cewek di hadapannya itu.
“Eh, kok elo nyolot sih!”
“Gue enggak nyolot, lagian ngapain juga gue ngerjain elo. Kurang kerjaan banget.”
“Karena emang elo enggak punya kerjaan,” Kelvin tersenyum miring melihat wajah Aqnes yang memerah.
“Dasar anak kecil, capek gue debat sama elo. Ayo, guys kita cabut, males gue di sini,” kini gantian wajah Kelvin yang memerah, egonya sebagai laki-laki tercubit seketika mendengar ucapan Aqnes. Sebelum Aqnes benar-benar pergi meninggalkan kantin, Kelvin berteriak dengan nyaring.
“LO INGET NES, ANAK KECIL INI BISA BIKIN ELO TERIAK-TERIAK KEENAKAN. BAHKAN BISA BIKIN ANAK KECIL!”
Andara dan Gadis terkikik begitu mendengar teriakan frontal Kelvin, tapi tidak dengan Aqnes. Cewek itu menghentakan kakinya dengan kasar lalu berjalan dengan cepat meninggalkan kedua temannya.
“Aw! Aw! Ampun, Pak, sakit,” Kelvin memohon ampun kepada Adrian. Karena setelah dirinya berteriak, Adrian langsung menjewer telinganya dengan keras membuat Kelvin mengaduh kesakitan.
“Sekali lagi saya dengar kamu bicara seperti itu, saya hukum kamu,” Adrian langsung melepaskan jeweran pada telinga Kelvin dengan sorot mata yang masih tajam.
“Tapi kalau dipraktikkan, enggak apa-apa kan, Pak?” tanya Kelvin sambil menaik turunkan alisnya. Belum sempat Adrian memarahinya kembali, murid cowoknya itu langsung saja berlari meninggalkan Adrian yang menggeram kesal.
***
“Anjrit! Pak Adrian lagi ngerazia di kelas sebelah,” teriak Nino, teman sekelas Andara yang baru saja memasuki kelas.
Sudah tidak asing lagi bagi murid-murid di SMA Bangsa, pasalnya semenjak Adrian mulai mengajar di sekolah itu, mendadak murid-murid di SMA Bangsa mulai belajar disiplin. Bagaimana tidak! Guru tampannya itu selalu membawa penggaris besi yang panjang untuk memukul siswa-siswi yang berani melawannya. Meskipun sepertinya dengan tatapan tajam yang dimilikinya, semua muridnya itu akan takut kepadanya. Tapi sepertinya pikiran Adrian berbeda. Mereka berpikir bahwa guru tampannya itu hanya menggertaknya saja, dengan membawa-bawa penggaris besi. Tapi ternyata dugaan mereka salah, karena tahun lalu Adrian memergoki anak kelas 12 yang berani merokok di halaman belakang sekolah. Adrian yang kala itu baru saja dari gudang sekolah melihat dua orang muridnya yang sedang merokok. Ia melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan kalau kedua muridnya itu keluar di saat jam pelajaran sedang berlangsung. Adrian langsung menghampiri kedua muridnya itu dengan pandangan dingin, kedua muridnya itu seketika kelabakan melihat wajah dingin Adrian, yang entah kenapa tiba-tiba saja mengeluarkan aura yang membuat bulu kuduk mereka merinding.
“Saya tidak melarang kalian untuk merokok, itu hak kalian. Kalian sendiri nanti yang akan menanggung efek sampingnya. Tapi ini masih di sekolah, masih jam pelajaran dan saya guru konseling kalian. Jadi mau tidak mau kalian harus mengikuti aturan yang saya buat. Jika ini bukan di lingkungan sekolah, bukan jam pelajaran sekolah dan saya bertemu kalian yang sedang merokok, saya tidak peduli, saya tidak akan menegur kalian. Bahkan mungkin saya akan pura-pura tidak mempunyai murid seperti kalian,” desisnya dingin.
Walaupun Adrian menegur mereka berdua dengan biasa-biasa saja, malah terkesan cuek, tapi kata-kata yang dilontarkan Adrian itulah yang membuat kedua murid Adrian mati kutu. Setelah Adrian menegur mereka dan menyuruh mereka untuk mengikutinya ke ruangannya. Tak lama kemudian kedua murid Adrian keluar dengan wajah yang berbeda, kalian mungkin tidak akan percaya kalau Adrian memukul b****g mereka dengan penggaris besi yang selalu dibawanya setiap berbaris di lapangan. Meskipun hanya satu kali mereka dipukul, tapi pasti meninggalkan rasa perih. Dan yang lebih parahnya lagi Adrian menyuruh mereka berdua berdiri di tengah-tengah lapangan setelah upacara selesai. Adrian memberikan nasihat kepada muridnya agar tidak mencontoh kedua muridnya itu yang berada di depan mereka semua. Dan setelah insiden itu, setiap seminggu sekali Adrian selalu merazia semua kelas tanpa terkecuali. Yang jelas Adrian selalu merazia tanpa diketahui kapan waktunya akan terjadi. Dan seperti hari ini misalnya, Adrian kembali merazia semua kelas.
“Eh yang bener lo, No?”
“Serius gue. Mampus! Mana gue bawa majalah lagi,” Nino membalas ucapan Niko sambil membawa sebuah majalah yang berada di dalam tasnya. Cowok itu berjalan mengelilingi ruangan kelasnya untuk menyembunyikan majalahnya.
“Majalah apaan sih? Kok kayaknya lo takut banget, No?” tanya Gadis bingung, melihat wajah Nino yang biasa kalem berubah menjadi cemas.
“Biasa majalah khusus cowok,” sahut Sam cuek.
“Paling majalah otomotif, ngapain mesti diumpetin sih, No?”
“Yah, kalo menurut lo. Gambar-gambar cewek berbikini dan telanjang termasuk majalah otomotif sih, mungkin gue bakalan borong tuh majalah. Dan Nino enggak bakalan bingung untuk nyembunyiin tuh majalah,” sahut Sam enteng yang membuat Andara, cs. seketika menganga mendengar perkataan Sam.
Nino tersenyum lega begitu melihat tempat sampah yang penuh dengan bekas makanan. Ia membuang majalah yang dipegangnya ke dalam tong sampah. Meskipun dirinya tidak rela untuk membuang majalah itu, karena sejujurnya majalah yang dirinya bawa adalah majalah milik kakaknya yang berkuliah, lebih baik dirinya dimarahi oleh kakaknya sendiri daripada dirinya harus merasakan penggaris besi pada pantatnya.
Adrian memasuki kelas Andara dengan aura berbeda. Ia berjalan menuju bangku belakang untuk memulai razia tersebut. Adrian hanya mengangguk begitu beberapa tas milik muridnya tidak menemukan sesuatu yang aneh. Dan kini tibalah di meja Andara, semua mata memperhatikannya. Adrian mulai mengeluarkan beberapa isi di dalam tas Andara, wajahnya seketika kaku begitu mengambil bungkusan yang berupa pembalut di dalam tas Andara. Cewek itu seharusnya malu bukan tersenyum tidak jelas, karena barang pribadinya dikeluarkan begitu saja. Andara memang benar-benar cewek aneh. Setelah Adrian kembali memasukkan bungkusan pembalut itu ke dalam tas muridnya, ia kemudian mengambil tas berukuran sedang. Pria itu lalu membukanya. Matanya seketika melotot melihat isi yang berada di dalam tas sedang itu.
“Apa kamu mau membuka salon di sekolah, Andara?” tanya Adrian tajam. Andara hanya tersenyum, tidak takut sedikit pun melihat wajah Adrian yang begitu dingin.
“Pak Adrian lucu deh. Kalau saya buka salon, nanti sekolahnya sepi gimana?” tanya Andara usil, membuat teman-teman yang menyaksikan kejadian di depannya itu menahan senyumnya.
“Kalau gue facial di elo, gratis kan Ann?” seru Nino tiba-tiba.
Andara melirik Nino dengan senyum andalannya lalu cewek itu berujar, “boleh, asal elo ganti kelamin aja.”
Seketika tawa riuh memenuhi kelas Andara, diam-diam Adrian menahan senyumannya. Yeah, harus dirinya akui kalau muridnya itu benar-benar menarik, baik itu dari segi fisik maupun sifat yang dimilikinya.
“Kalau begitu, saya tahan alat make-up kamu. Karena sudah jelas di sekolah tidak boleh membawa barang-barang yang tidak penting.”
Andara seketika mendengus sebal, “yah, tapi itu barang penting saya Pak.”
Adrian menaikkan alisnya tinggi, “kalau begitu, kamu jelasin ini di ruangan saya.”
Adrian lalu mengangkat tas biru berukuran sedang milik Andara. Pria itu lalu berjalan meninggalkan kelas.
“Huuh, menang banyak deh lo, Ann,” teriak Aqnes sebelum Andara benar-benar meninggalkan kelas.
-
-
-
-
TOBECONTINUE