Aksi Salwa (Part 2)

1048 Kata
"Ini orang ngomong apa sih. Gak jelas? Mana ditelepon gak diangkat-angkat." Said ngomel-ngomel. Yang diomeli jelas sedang sibuk. Ia ikut di belakang beberapa pemotor di mana salah satunya memboncengi Ahmad untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Ini baru rombongan tawuran yang keren. Hahaha. Gak deng. Meski pemotor-pemotor ini memang kebanyakan bocah-bocah SMA yang kebetulan lewat. Masih berseragam pula. Mereka memang hampir dikira macam-macam ketika tiba di rumah sakit. Apalagi beberapa satpam langsung turun menghadang. Tapi salah satu berteriak kalau ada yang terluka. Salwa buru-buru turun dari motornya. Ia berlari menuju UGD setelah berterima kasih pada rombongan pemotor anak-anak SMA. Berkat mereka, ia bisa menyelamatkan Ahmad. Urusan motor pelaku? Ohooo. Sudah ada yang melapor ke polisi. Polisi sudah datang ke tempat kejadian perkara. Mereka juga bilang kalau korban dan saksi ada di rumah sakit. Jadi beberapa polisi berangkat menyusul ke rumah sakit untuk meminta keterangan. Sementara satu motor dibawa ke kantor polisi. Dengan motor itu, semua jejak perjalanan dan rombongan pelaku tentu akan mudah dilacak. Salwa memang cerdas. Tanpa itu akan sulit terlebih di jalan-jalan itu minim CCTV. Ia bahkan tak yakin ada. Kenapa ia bosa segesit ini? Diajari ayahnya lah. Sebagai anak perempuan tadinya kan harusnya dilindungi. Namun ayahnya melihat anak perempuannya ternyata pemberani. Tak heran ya kalau diajari banyak hal. Terutama cara-cara cerdik melindungi diri. "Kalau ada cowok-cowok kurang ajar, kamu hajar langsung ke pusat intinya baru teriak atau sambil teriak juga boleh." Hahahahaa. Entah benar atau tidak ajaran papanya, tapi bagi Salwa itu sangat berguna sih. Apalagi dalam beberapa kejadian bersama Ahmad. Ia berhasil menanganinya dengan cara-cara yang cerdik. Yang tentu saja membuat Ahmad terpukau. Salwa tak selemah perempuan lain yang pernah ia kenal. Gadis itu benar-benar terlalu gesit. Licin seperti belut juga sepertinya. Tahun lalu, ketika Salwa naik commuterline, bokongnya pernah disentuh orang yang lewat. Orang itu berpura-pura jalan mendahuluinya dan dengan jelas memegang bokongnya. Apa yang ia lakukan? Menendang bokongnya dan berteriak. Hahahaha. Meski tak ada bukti tapi ia berhasil menang lewat rekaman CCTV yang memang tak begitu jelas. Setidaknya satu pelaku pelecehan s*****l berhasil ditangkap. Tentu tak mudah menjadi salah satu korban bukan? Salwa juga swmpat gemetaran dan jijik melihat orang itu. Tapi ia berupaya menguatkan diri. Mamanya bilang kalau kebanyakan pelakh semacam itu akan merasa senang kalau korbannya terkena mental. Mereka semakin suka. Apalagi kalau korban tak bisa membela diri. Tentu tak mudah untuk yang lebih parah seperti korban p*********n. Ya kan? Kini fokusnya pada Ahmad. Ya ada beberapa luka. Terutama telapak tangannya yang tergores karena menahan bacokan. Ia memang hampir dibacok. Tapi Ahmad berhasil menahan dan beruntung, Salwa buru-buru datang. Luka lain? Lebam dan bekas pukulan. Namun sang dokter tetap menyarankan untuk CT scan untuk mengjindari hal-hal yang mendadak serius. Ya dari pada terjadi apa-apa di kemudian hari. Ya kan? Salwa membuka pintu ruang rawat Ahmad lebar-lebar ketika tim medis sudah keluar dari sana. Ia sudah dipindahkan dari sana. "Aku udah nelpon kak Ino tadi, mas. Katanya masih ada urusan sebentar terus baru ke sini." Ahmad tersenyum kecil. "Makasih ya? Kalau gak ada kamu, gak tahu tadi gimana." Salwa menghela nafas. Ia tentu bertanya-tanya. Pertama bertemu, Ahmad menyelamatkan perempuan dari ya mungkin p*********n kah? Yang kedua, Ahmad dikeroyok. Yang ketiga jangan lagi lah. Kenapa ia harus terlibat hal-hal mengerikan? "Mas ada musuh?" tanyanya. Walau ia tak yakin sih. Maksudnya, Ahmad tak mungkin punya musuh. Tapi mungkin saja kalau ada banyak yang tak suka dengannya. Tentu saja Ahmad menggeleng. Ia tak tahu kenapa mendadak dikeroyok. Ia juga tak mengenal satu pun dari mereka. "Mas gak kenal sama mereka." Salwa mengangguk-angguk. Asumsinya sih cuma satu. Kemungkinan ya suruhan atau korban salah sasaran atau memang geng kelitih dan semacamnya. Apalagi kan targetnya memang laki-laki meski ini kurang malam. "Abangmu mana?" "Abang tadi aku suruh bantuin Raisa dulu. Takut Raisa kenapa-napa." "Berarti kamu di sini saja dulu. Takutnya mereka mengincarmu juga." Walau ini menurutnya aneh tapi mungkin masuk diakal. Kenapa? Karena ia turut serta dalam beraksi tadi kan? Ya namanya juga menolong. "Kamu berani sekali." Salwa terkekeh. "Mas gak tahu aja gimana jantung aku mau lepas. Kalo gak gitu, mas bisa tewas dibacok. Mereka itu gila. Gak takut dosa. Bisa bikin tewas orang." Ya sih. Salwa benar. Ia tak berpikir Salwa akan menolongnya tadi. Ia berharap ada ada banyak pengemudi motor yang lewat tapi entah kenapa tak begitu banyak. Tampaknya berkat teriakan Salwa, jadi banyak yang berdatangan. "Suara teriakanmu tadi melengking sekali." Salwa terkekeh. Harus kah itu dibahas ya? "Ya dong. Kan suka.nyanyi." Ahmad terkekeh. Lucu ya? Ia bisa menyombongkan diri dengan gaya lucu. "Kenapa gak jadi penyanyi?" Ia berdeham. Banyak yang bilang kalau suaranya unik dan bagus. Tapi ayahnya melarang. Alasannya? Ya tak diizinkan saja. "Suatu hari, nak. Ketika kamu memantapkan untik berhijrah, kamu akan tahu hukum musik itu seperti apa. Itu yang akhirnya akan membuatmu memutuskan banyak hal. Tapi ketika musikmu dan lagumu tersebar tanpa bisa kamu kendalikan, dinikmati banyak orang pula, akan sulit kamu menghapusnya nanti. Akan sulit kamu membuat mereka berhenti mendengarnya. Kamu akan diseret ke neraka karena itu dan mereka yang mendengar? Akan mengikuti jejakmu. Itu sebuah penyesalan." Begitu. Walau ia masih belum paham. Setiap orang akan ada fasenya juga kok. Ketika hati ingin mencari kebenaran, Allah akan memberikan jalan yang semestinya. Jadi tak perlu khawatir. "Aku lebih suka menggambar sih, mas." Ia membelokkannya dengan hal itu. Ya tapi menggambar juga hal yang ia inginkan kok. Baginya seru bisa mendesain rumah untuk diri sendiri dan orang lain. Ada kesenangan. "Makanya masuknya arsitektur ya?" Ia terkekeh. Beberapa detik kemudian, Ino datang dengan kehebohan yang dibawa-bawanya. Ia berlari dari lobi menuju ruang rawat. Rusuh pula memegangi tubuh Ahmad yang tentu saja membuat Ahmad meringis karena disentuh-sentuh. Hahaha. Sudah tahu kalau Ahmad terluka masih saja diganggu. Salwa terkekeh melihat kelakuannya yang berlebihan itu. Tapi lucu. Ino memang begitu. Meski baru mengenalnya, ia tahu sih Ino seperti apa. "Makasih loh, kak, atas makanannya." "With my pleasure, Salwa." Salwa terkekeh. Ia membentangkan tangannya pula seperti mempersilahkan ratj kerajaan untuk masuk. Ahmad geleng-geleng kepala. Ino memang selalu begitu. "Nanti kamu anterin Salwa ke kosnya. Takut kenapa-napa." "Siap, komandan!" Salwa terkekeh. Tampaknya Ino ini tipe yang bisa disuruh-suruh ya? Mau-mau saja mengantarnya pulang. Tapi tidak sekarang sih. Mereka masih menunggu kabar Said. Kalau Said sudah tiba di sini, Salwa akan pulang bersama Said. Tapi kalau Said terlalu lama, Ino akan mengantarkan biar tak terlalu lama. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN