Zabran di ruang kerjanya menatap layar laptop, tetapi pikirannya tidak sepenuhnya di sana. Tatapan Xandra yang lesu dan lingkaran gelap di bawah matanya terus terbayang. Pekerjaan yang biasanya ia selesaikan dengan cepat, sekarang terasa berat. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia mengintip layar, nama Novia muncul. Ia ragu. Namun, dengan berat hati, ia menjawab. “Nov, ada apa?” suaranya terdengar lebih formal dari biasanya. “Bran,” suara Novia terdengar datar, tapi ada sedikit getaran yang hanya bisa dikenali Zabran, “aku cuma mau bilang… aku nggak tahu kapan lagi kita bisa ketemu. Kayaknya jadwalku bakal sibuk banget ke depan.” Zabran terdiam sejenak, mengerutkan kening. “Kamu baik-baik aja, kan?” “Ya, aku baik-baik aja,” jawab Novia cepat. “Cuma ya, kamu tahu sendiri, kan. Aku harus