“Besok kita akan kena jam kerja malam, apa kamu tidak masalah?” ucap Lim tiba-tiba setelah pelanggan mereka keluar dari mini market.
“Tidak kok, itu resiko untuk orang-orang yang berani mengambil resiko,” jawab Aliana dengan santai. Sudah seminggu Aliana bekerja di minimarket tersebut yang artinya sudah satu minggu Aliana mengenal Lim teman kerjanya.
“Apa tidak masalah dengan orang tuamu kau berkerja malam?” tanya Lim memastikan pada Aliana.
“Tidak, lagi pula mereka belum pulang,” jawab Aliana singkat.
“Ohh, semoga pekerjaan mereka lancar dan kerja kita juga lancar,” ucap Lim.
“Aamiin…” Aliana mengamini perkataan Lim tadi.
“Kalau gitu ayo kita siap-siap sebentar lagi Lila akan menggantikan kita,” seru Lim membereskan meja kasir karena mereka akan berganti jadwal jaga.
8
“Apa sendirian lagi malam ini?” tanya Aliana, karena tahu tentang Lila yang menjaga kasih pada malam hari itu.
“Tidak, Vinn masuk kok malam ini cuma mungkin akan terlambat,” jelas Lim pada Aliana, sejujurnya Aliana khawatir jika nanti dirinya juga seperti Lila yang bekerja sendirian pada malam hari.
“Oh… baguslah kalau dia masuk, kasian Lila harus berjaga sendirian,” tutur Aliana.
“Jangan khawatir, semalam aku menemaninya untuk menggantikan Vinn, jadi Lila tidak sendirian,” ungkap Lim memberitahu bahwa ia menemani Lila bekerja semalam.
“Wahhh wah kau mengambil keuntungan untuk itu Lim, tetapi aku jadi lega tau begitu,” seru Aliana pula.
“Tidak aku sungguh untuk menemaninya, kasian takut ada apa-apa bertugas pada malam hari. Ah ya kau akan tau besok bagaimana bertugas pada malam hari. Hahaha, ya sudah ayo pulang, Lila sudah datang,” seru Lim mengajak Aliana untuk pulang karena terlihat Lila sudah masuk ke minimarket sambil tersenyum melihat kearah mereka.
“Heyy..! kalian sudah mau pulang saja,” tegur Lila pada Aliana dan Lim yang sudah bersiap-siap untuk pulang.
“Iya dong kan yang gantian tugas sudah datang, lagi pula sudah dekat senja,” ucap Lim.
“Kalian curang, tidakkah mengobrol dulu akukan baru datang,”
“Lain kali sajalah untuk mengobrol, kami pulang dulu Lil,” ujar Aliana sambil tersenyum pada Lila.
“Baiklah…” balas Lila kemudian sambil tersenyum.
“Kami pulang dulu Lila” pamit Aliana pada Lila.
“Ok, hati-hati ya… Lim jaga Alin baik-baik antar dia pulang dengan selamat jangan sampai dia lecet!” teriak Lila padahal Lim dan Aliana baru saja menggenggamb ganggang pintu untuk keluar.
“Baik, tanpa kamu pesankan pun aku akan melakukannya!” balas Lim berteriak.
“Dia teman berharga ku!” teriak Lila terakhir setelah Aliana dan Lim keluar dari pintu keluar minimarket.
Aliana dan Lim tertawa dengan ucapan terakhir Lila. “Siap?” tanya Lim memastikan.
“Siap,” jawab Aliana singkat.
“Ayo berangkat…” ucap Lim sambil tersenyum lebar.
Lim dan Aliana mengendarai sepeda masing-masing, Aliana dengan sepeda tingginya sedangkan Lim dengan sepeda gunungnya. Menelusuri jalan raya setiap hari pulang dan pergi, mereka dapat bersama karena arah menuju rumah mereka searah, sekaligus Lim menjaga Aliana selama di perjalanan.
Selama seminggu Aliana bekerja belum ada masalah yang ia temui dan ia pun betah dengan pekerjaannya, Aliana pula pun merasa nyaman karena tidak bertemu dengan Brian untuk seminggu penuh, ada rasa rindu melihat wajah tampan dan dingin itu hanya saja jika bertemu dingin es menjadi tajam mengenai hatinya.
“Heyy! Astaga… Al! Ini di jalan dan sedang mengendarai sepeda setidaknya jangan melamun dulu,” tegur Lim dengan keras padanya.
“Astaga… maaf Lim,” seru Aliana kaget.
“Kenapa malah meminta maaf padaku, sudahlah ayo lanjut dan hati-hati jangan melamun lagi,” tegur Lim karena Aliana meminta maaf padanya.
Aliana hampir saja akan ditabrak oleh sepeda motor jika pengendara motor tersebut dapat menghindar sedikit lebih ketengah jalan karena sepeda yang Aliana kendarai oleh ketengah jalan mengambil jalan orang lain.
Setelah beberapa menit mengendarai sepeda, Aliana sampai lebih dulu di rumahnya karena memang rumah Aliana lebih dekat dari minimarket daripada rumah Lim yang sedikit lebih jauh. “Lim, terimakasih sudah mengkhawatirkanku,” setelah mengucapkan itu Aliana tersenyum dan tidak menunggu jawaban atau respon dari Lim yang menatap punggung Aliana berjalan menjauh dari pandangannya memasuki area rumah besar berada di atas bukit berpagar tinggi yang Lim tahu itu rumah orang tua Aliana. Setelah Aliana benar-benar tidak terlihat lagi Lim pun mengayuh sepedanya menjauh dari deretan rumah yang terlihat sama itu menuju ujung kompleks dengan jalanan menurun yang ada satu jalan lagi di sana dengan rumah-rumah yang jauh lebih kecil dari rumah-rumah yang lihat pada saat memasuki perperkompleksan tadi.
Di rumah Aliana, Aliana baru saja memasuki rumah setelah memarkirkan sepedanya di garasi. “Al pulang…” seru Aliana dengan keras.
“Al ke sini…! wah baru saja pulang anak gadis, pergi pagi pulangnya petang, entah apa kegiatannya di luar,” sarkas seorang wanita yang Aliana cukup kenal siapa dia.
Ranita, adik Annie yang artinya tante oleh Aliana. Dia datang ke rumah orang tua Aliana untuk menyambut kedatang Hasbian dan Annie yang seminggu lagi baru akan pulang ke Indonesia. Dia adalah spesies orang yang terang-terangan tidak menyukai keberadaan Aliana. Aliana sendiri bahkan tidak mengetahui alasan ia tidak menyukai Aliana.
“Sore tan, aku capek. aku minta diri dulu mau istirahat,” sapa Aliana singkat ia jengah dan lelah jika harus meladeni tantenya tersebut hanya untuk bertengkar.
“Sore katamu ini sudah maghrib, dan diantar pulang laki-laki. Apa bagus dipandang orang kalau begitu?” terus Ranita dengan wajah marahnya.
“Iya bagus, sudah ya Al capek, lelah,” ucap Aliana tidak perduli dengan ucapan Ranita. Aliana pergi begitu saja, ia sebenarnya muak dan sangat ingin menyuarakan sumpah serapah dan ingin melemparkan segala tuduhan yang ditudingkan Ranita padanya ke Erisa yang lebih pantas untuk menyandang predikat itu.
“Apa salahku, seharusnya dia lebih meneliti Erisa. Sudahlah tidak ada untungnya aku membeberkan itu padanya yang ada akan menambah masalah,” batin Aliana kesal, jika ia sudah lelah dan ditambah dengan masalah rumah yang tidak akan habisnya membuat ia harus menekan emosi agar tidak terlepas. Aliana mencoba untuk tidak memperdulikan kebisisngan yang ada di rumah itu. Semenjak Ranita ada di rumah itu, rumah itu pun tidak lagi menjadi tempat yang nyaman untuk pulang, tempat yang nyaman untuk beristirahat dan tempat yang nyaman untuk melepaskan penatnya. “Ma Pa, Wawa kangen kalian… kalian tetap akan sayang Al-kan?” pikir Aliana sambil menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju lantai tempat dimana kamarnya berada.
Tok tok tok… “Al… Aliana,” panggil seseorang dari balik pintu setelah Aliana baru saja meletakkan tas ranselnya di atas kasur miliknya. Suara laki-laki pelan terdengar dari arah pintu masuk kamarnya dan suara ketukan yang juga pelan.
Aliana beranjak dari tempat berdirinya, berbalik dan kembali berjalan menuju pintu kamarnya. Lalu membuka pintu. “Ren? Ada apa?” sahut Aliana saat ia melihat yang mengetuk pintu kamarnya adalah Ren.
“Boleh aku masuk? Di luar sini agak mencekam, takut hantu wanita itu melihatku,” ucap Ren dengan sedikit berbisik.
(g)
….