Iqbal sampai di apartemennya sudah lewat tengah malam. Lelaki itu menghabiskan malamnya dengan berdiam diri di dalam mobilnya yang dia berhentikan di dekat sebuah taman.
Membuka jaketnya dan melemparkan begitu saja di atas sofa, Iqbal segera berjalan memasuki kamar dan membaringkan tubuh lelahnya di atas ranjang.
Ingatan Iqbal kembali berputar pada kejadian beberapa jam yang lalu, saat Agnes menerima cinta lelaki yang tadi dia lihat dan mereka berpelukan. Hatinya tak tahu harus merasakan apa. Antara kecewa, sakit dan sesak semua bercampur menjadi satu.
Dimiringkannya tubuhnya ke kanan, lelah yang menghantamnya membawa Iqbal masuk ke dalam dunia mimpinya dan tertidur dengan nyaman.
Keesokan harinya, Agnes sedikit merasakan sakit di beberapa titik bagian tubuhnya. mungkin karena posisi tidur yang tak betul. Gadis itu memijit tengkuknya sembari meringis. Dengan malasnya Agnes berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, Agnes sudah berdiri di depan pagar rumahnya saat sebuah motor Yamaha Vixion mendekatinya.
"Udah lama nunggu?" tanya cowok yang mengendarai motor tadi.
Agnes tersenyum menjawab pertanyaan cowok tersebut dan menerima helm pemberiannya. Namun tak berapa lama, Agnes tiba-tiba membeku saat netranya menatap Iqbal yang tengah berdiri di depan mobilnya.
"Kak Iqbal?" panggil Agnes. Gadis itu tercenung melihat Iqbal. Kenapa dia sampai lupa jika Iqbal selalu mengantar jemputnya selama ini.
"Uda ada yang jemput ya...!? Ya udah kakak ke kampus ya.." Iqbal dengan senyumnya segera bergegas meninggalkan tempat Aqnes dan walaupun Agnes sudah berusaha memanggilnya tapi lelaki itu mencoba menulikan telinganya.
"Siapa?" Reno lelaki semalam yang Iqbal lihat.
"Dia kak Iqbal! Kayaknya salah paham deh.!" Agnes terdiam setelah mengatakan itu. Kenapa dia seperti ini? Bisiknya membatin.
"Lo belum ceritain ke dia kalau Lo bantuin gue?" tanyanya. Agnes hanya menggeleng pasrah. “ya udah! Gue bisa jelasin kalau Lo butuh bantuan! Yang jelas sekarang kita berangkat dulu!” Agnes mengangguk pasrah. Gadis itu memilih untuk naik ke atas motor.
"Ya udah, ayok. Nanti terlambat."
*****
Iqbal terkejut saat Daniel menepuk pundaknya cukup keras. "Kenapa Lo?" tanya Daniel yang kini sudah duduk di sebelah lelaki itu.
"Gue cuma lagi mikirin sesuatu." Jawabnya tak jelas. Daniel mengernyit bingung.
"Mikirin apa?" Iqbal menatap Daniel lamat. Lelaki itu langsung menghambuskan nafasnya kasar. Ada gurat keresahan dan kebingungan tersirat di wajahnya. "Kayaknya gue mau coba ambil tawaran dekan kemaren deh."
"Maksud Lo? Tawaran apa"?
"Pak Henrmawan kemaren ngasih surat sama gue. Isinya Kesempatan bagi ketua Aktivis kampus yang aktiv untuk belajar di luar negeri selaman setahun! dan Dekan ngasih gue beasiswa ke Jepang..!”
Daniel tiba-tiba terdiam. Lelaki itu menatap mata Iqbal lamat. Kenapa begitu mendadak?.
"Bal Lo...."
"Iya..! Tawaran beasiswa ke Jepang yang berikan dekan kemaren sama gue, kayaknya gue mau coba ambil."
"Bal, ini kenapa mendadak? Ada masalah apa Lo sama Agnes?" Tebak Daniel. Kakak Agnes itu sudah bisa menebak kalau sahabat di depannya ini pasti sedang bermasalah.
"Nggak ada apa-apa kok.... "
"Tapi Agnes nggak bakalan suka Lo jauh dari dia."
"Gak bakalan, dia nggak bakalan kenapa-napa kok! Gue jamin..."
"Lo...."
"Gue nggak masalah Dan! Agnes juga gak bakalan marah kok." karena dia nggak peduli lagi sama gue Dan...
"Bal. gue yakin ini salah paham. Gue yakin. Ada masalah apa Lo sama Agnes?" Daniel masih belum percaya. Dirinya masih tetap menebak kalau sudah terjadi sesuatu antara Agnes dan Iqbal.
Daniel tahu, nggak bakal bisa Iqbal jauh dari Agnes, karena lelaki itu bisa merasakan kalau Iqbal sudah mencintai adiknya.
Nggak ada apa-apa! Percaya sama gue.!” Ucap Iqbal meyakinkan.
“tapi nggak percaya gue! Pasti ada sesuatu kan?”
Bukannya menjawab. Iqbal justru diam dan hal itu semakin membuat Daniel yakin kalau ada sesuatu yang terjadi dengan sahabatnya ini.
Seharian ini Aqnes dibuat resah dengan Iqbal yang tak bisa dihubungi. Namun Agnes tak berputus asa. Gadis itu lantas mengirimkan pesan pada Iqbal kalau dia akan menunggu Iqbal di parkiran sekolahnya sampai lelaki itu datang.
Dan di sinilah dia sekarang. Di parkiran sekolahnya menunggu jemputan dari lelaki itu. Agnes tersenyum saat melihat sebuah mobil yang dia kenal memasuki pekarangan sekolahnya. Sambil berlari-lari kecil Agnes mendekati mobil itu dan membukanya..
"Kak Iqbal kok.....kak Daniel?" teriak Agnes tak percaya. Padahal itu mobil milik Iqbal.
"Masuk!" perintah Daniel.
Agnes seketika masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang sebelah kemudi.
"Kok kakak yang jemput? Ini kan mobilnya kak Iqbal. Kak Iqbal mana?!" Agnes mencoba protes sama kakaknya, tapi Daniel hanya melihat adiknya itu sebentar lagu fokus lagi pada setiran mobilnya. "Iiii kakak jawab dong..."
"Dia sibuk. Sedang mengurus sesuatu..."
"Mengurus apa? Kenapa Agnes nggak tahu."
"Emang kamu masih ingin mau tahu tentang aktivitas Iqbal?" Agnes melotot mendengar pertanyaan Daniel barusan.
"Maksud kakak apa? Ya iyalah Agnes masih pengen tahu kak.. Biasanya kak Iqbal yang jemput Agnes, tapi ini malah kakak! Pake mobilnya kak Iqbal lagi..."
"Cih! Cerewet banget sih. Udah untung kakak mau jemput kamu. Lagian kenapa nggak diantar sama pacarnya aja sih! Punya pacar tapi masih juga repotin orang..."
DUAAARRR!!
Agnes terdiam seribu bahasa saat kalimat terkahir Daniel menghantam otak dan perasaannya.
"Ka—kakak tahu dari siapa?" tanya Agnes mendadak memucat.
"Tebak aja! Kakak liat kamu di jemput cowok tadi pagi.!” Jawabnya “dan Iqbal bilang, dia lihat kamu ditembak cowok semalam dan kamu terima bahkan kalian berpelukan di depannya.." lanjutnya namun Daniel tak bisa menyerukan kalimat terakhirnya itu pada Agnes. Dia hanya bisa berseru dalam hatinya.
Iqbal sudah menceritakan semuanya pada lelaki itu. Iqbal mengatakan semuanya tanpa jeda, bahkan tentang keinginan Iqbal yang ingin meresmikan hubungannya dengan adiknya ini.
Jujur dia lebih kecewa dengan Agnes. Bahkan rasa kecewanya lebih besar dari rasa kecewanya ke Iqbal dulu saat Iqbal mengacuhkan Agnes.
Dulu, Iqbal mengacuhkan Agnes karena memang tak ingin membuat gadis itu lebih tersakiti karena Iqbal yang memang ada rasa dengan Nami. Tapi Agnes, Daniel bahkan sudah yakin kalau adiknya dan Iqbal sudah sama-sama suka, tinggal resmikan saja lagi yang belum.
Jujur, dia kecewa dengan adiknya ini dan mulai sekarang, dia tak akan membicarakan tentang Iqbal pada Agnes. Karena bagi Daniel sekarang, semua ini Agnes sendiri yang menginginkan. Biarkan Agnes fokus dengan pacar barunya.
"Kak Daniel. Apa Kak Iqbal..."
"Dia kenapa?"
"Kak Iqbal nggak...."
"Udah. Jalani saja hari bahagia kamu sama pacar kamu itu.. Terlepas Iqbal tahu atau tidak, toh tak ada juga artinya sekarang sama kamu kan?"
Tes!
Agnes menangis seketika. Pikiran buruknya langsung menghantam otaknya membuat hatinya seketika berdenyut nyeri. Iqbal percaya begitu saja tanpa mencaritahu terlebih dahulu?.
"Anterin Agnes tempat kak Iqbal kak...!" ucap Agnes pelan.
"Iqbal sedang..."
"ANTERIN AGNES TEMPAT KAK IQBAL.!" kali ini Agnes memekik memohon pada Daniel.
Lelaki itu seketika menatap Agnes tajam."kita pulang!"
"KAK....."
"jangan egois Agnes.! Kita pulang atau kamu turun!" Agnes menatap Daniel tak percaya. Agnes seketika membuka pintu, gadis itu berencana menemui Iqbal dengan Taxi sampai geraknya kembali terhenti.
"Iqbal nggak ada di kampus! dia sedang mengurus sesuatu dengan Dekan fakultas. Percuma kamu cari dia di sana karena mereka tak sedang berada di kampus."
"Kak....."
"Kita pulang!"
Agnes hanya tercenung tak percaya. Kenapa jadi seperti ini. Kenapa Iqbal menghindarinya. Kenapa Iqbal tak percaya padanya? Dan kak Daniel juga bersikap sama.
Seketika ingatan Agnes kembali pada kejadian tadi malam. Dia baru menyadari sekarang kalau ada sikap Iqbal yang aneh semalam. Apa jangan jangan. Gak mungkin!.
"Kak Daniel, kak Iqbal....”
"Jangan menebak...!!" ucap Daniel tajam.
*****
Iqbal baru saja selesai mengurus surat dan segala dokumen yang dibutuhkan untuk pengurusan keberangkatannya ke Jepang. Satu minggu sudah Iqbal disibukkan dengan hal ini dan satu minggu sudah jualah Iqbal tak bertemu dengan Agnes.
Jujur, dia sangat merindukan gadis itu. Tapi tak bisa lakukan apa-apa. Dia hanya ingin belajar berjauhan dengan Agnes agar saat hari nya tiba, dia tak akan terlalu kalut.
Hari ini Iqbal akan pergi menemui pihak fakultasnya untuk menanyakan apa lagi yang harus dia urus setelah ini.
Sedangkan di tempat lain, Agnes sedang berdiam diri di kamarnya. Sudah seminggu ini dia tak bertemu Iqbal, kekasih hatinya yang sudah salah paham dengannya.
Sejak hari dimana Daniel menjemputnya sampai sekarang, Agnes mendadak kehilangan nafsu makan bahkan untuk tidur saja dia susah. Dan sudah dua hari ini juga Agnes hanya mengisi tubuhnya dengan air membuat pandangannya berkunang-kunang.
Daniel melihat adiknya dengan wajah prihatin. Tak pernah ia melihat Agnes seperti ini. Apa sebaiknya dia beritahukan ini pada Iqbal? Tapi Iqbal pernah bilang kalau dia tak akan mendekati Agnes lagi.
PRAAANGG!!
Daniel terkejut saat dia mendengar suara kaca yang terjatuh dari kamar adiknya. Dengan cepat, Daniel berlari menuju kamar Agnes dan mendapati Agnes yang tergeletak tak berdaya di dalam kamarnya dengan gelas yang pecah di sekitaran Agnes. Bahkan Daniel bisa melihat salah satu kaca itu tengah tertancap di pipi Agnes.
"Ya Tuhan! Agnes..!!" Daniel memeluk Agnes dengan kuat. Tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Adiknya yang ceria kini bahkan terlihat lebih buruk dari seorang mayat hidup.
"Sayang? Dek? Agnes bangun Nes! Agnes...!" Daniel berusaha menyadarkan adiknya itu dengan menepuk-nepuk pipinya, tapi bukannya bangun, Daniel justru semakin dibuat panik karena bibir Agnes yang semakin lama semakin membiru dan tubuh gadis itu yang dingin.
Daniel yang ketakutan memilih menggendong tubuh ringkih Agnes dan membawanya menuju mobil miliknya dan berlalu ke rumah sakit.
Seperempat jam sudah Agnes ditangani dokter, dan Daniel yang masih setia mondar-mandir di depan ruangan tampak begitu tegang.
"Gimana dokter kondisi Agnes!?" tanya Daniel cepat saat lelaki itu melihat dokter keluar dari ruang periksa.
"Agnes overdosis obat tidur. Apa dia depresi?" tanya Dokter wanita tersebut.
Daniel tercenung mendengar penjelasan dokter. Matanya langsung menatap Agnes yang masih belum sadarkan diri.
"Tidak dok. Agnes tak pernah seperti ini.."
"Jika tidak, kemungkinan Agnes mengalami gangguan tidur sehingga membuatnya harus mengkomsumsi obat tidur tapi dalam jumlah yang banyak. Dia juga kekurangan cairan di tubuhnya. Apa makannya teratur?" Daniel lagi lagi terdiam. Kenapa dia sampai seperti ini pada adiknya. Bahkan Agnes sudah makan atau belumpun dia tak tahu.
"Dokter..."
"Dia sudah diberikan suntikan penetral. Tinggal menunggu dia sadar untuk bisa memeriksa kondisinya lebih lanjut. Karena sekarang dia belum siuman, jadi kami juga tak bisa memberikan tindakan. "
"Baiklah dokter..."
"Ya sudah. Saya pergi memeriksa pasien lain sebentar, jika ada sesuatu hubungi perawat cepat. "
"Iya dok.. Terima kasih dokter.."
"Sama-sama."
Sepeninggalan dokter itu, Daniel berjalan mendekati Agnes. Lelaki itu mengusap puncak kepala Agnes lembut. Selang oksigen dan infus terpasang di tubuh kurusnya.
"Kalian bodoh.! Apa yang kalian lakukan? Yang satu mulai menyerah, yang satunya lagi stress karena ditinggalkan. Kalau kalian masih cinta kenapa seperti ini.?" Bisik Daniel yang juga ikut frustasi melihat sahabat dan adiknya seperti ini.
Daniel melihat ponsel yang sedari tadi dia genggam. Setelah mengusapnya beberapa kali, Daniel meletakkan ponsel itu tepat di telinganya.
"Halo Bal..."
"......"
"Sorry sebelumnya. Tapi gue mau melanggar janji gue yang bilang nggak akan bicarain kondisi tentang Agnes ke Lo."
"......"
"Agnes masuk rumah sakit. dia overdosis obat tidur.."
IQBAL POV
"Agnes masuk rumah sakit. dia overdosis obat tidur.!" aku terdiam mendengar ucapan Daniel barusan padaku. Telingaku seolah berdengung setelahnya.
"Rumah sakit mana?" setelah Daniel mengatakan nama rumah sakitnya, akupun segera meraih kunci mobilku dan berlari keluar, masuk ke dalam mobil dan mengendarainya sangat cepat.
Pikiranku saat ini sangat kacau. Tak pernah terpikir di otakku akan jadi seperti ini.
Setelah kuparkirkan dengan mabik, akupun berlari menuju ruangan yang infonya Daniel kirimkan padaku.
Sebelum memasuki ruang rawat Agnes, Iqbal tertahan bersama Daniel karena lelaki itu tengah menceritakan kronologi bagaimana Agnes bisa pingsan.
Tapi sepertinya rasa khawatir Iqbal lebih besar dari rasa penasarannya. Lelaki itu lebih memilih berpamitan dan berlari menuju kamar Agnes.
Tapi gerak Iqbal terhenti saat setelah membuka pintu, Iqbal melihat cowok yang dia tahu adalah pacar Agnes itu tengah duduk di kursi yang disediakan di sebelah ranjang Agnes.
"Oh. Ada tamu. Silahkan lanjutkan.!" rasa khawatir itu seketika lenyap saat Iqbal melihat keberadaan kekasih Agnes. Seketika Iqbal memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Lo bang Iqbal ya? Pacarnya Agnes?" Iqbal terkejut. Pacarnya Agnes? Bukannya lelaki itu yang pacarnya Agnes?
"Bukan. gue bukan..."
"Tapi Agnes bilang Lo pacarnya. Kayaknya ada kesalahpahaman di sini..." Iqbal tercenung mendengar pengakuan dari cowok itu.
"Apa? Kapan Agnes bilang begitu?"
"Dia bilang tiap hari sama gue bang. Dan kayaknya di sini ada yang harus kita luruskan.!" Iqbal tak menjawab. Lelaki itu hanya diam seolah sedang menerka apa yang sebenarnya tengah terjadi.
"Gue sama Agnes nggak pacaran bang! Agnes cuma bantu gue buat manas-manasin cewek yang gue suka biar dia cemburu, tapi justru Agnes yang terkena imbasnya." Iqbal terdiam seribu bahasa.
"Kalau bener Lo kak Iqbal yang Agnes maksud, Lo harus bersyukur bisa dapat cewek begini baiknya."
"Tapi saat di kota tua, gue lihat Lo nyatain cinta ke Agnes dan dia nerima lalu kalian pelukan."
"Lo pasti dengernya setengah doang bang. Disana gue minta Agnes buat pura-pura jadi pacar gue karena cuma Agnes cewek satu-satunya yang dekat sama gue bahkan udah kayak saudara sendiri di mata gue bang. Gue meluk Agnes saat itu karena dia setuju bantuin gue..."
Bagaikan baru saja dihantam kenyataan yang mengejutkan, Iqbal seketika menatap mata Agnes yang masih tertutup. Hatinya sakit bahkan sangat sakit. Iqbal mendekati ranjang rumah sakit gadis itu sedangkan Reno langsung keluar begitu saja.
Iqbal semakin hancur saat matanya menatap bibit pucat Agnes. Bibir yang kata Daniel tadi sangat membiru.
Iqbal duduk di kursi di samping agnes yang tadi diduduki Reno. Digenggamnya tangan Agnes yang masih dingin.
"Agnes....." Iqbal tak sanggup melanjutkan ucapannya karena isakan kuat yang ditahannya. "Brengsek...brengsek Lo Iqbal b******k!!" Iqbal menegang dengan emosi yang memuncak untuk dirinya sendiri. Menggigit bibirnya kuat untuk melapaskan rasa sakitnya.
"Maafin Aku Nes.! Maafin aku. Aku nggak nanya dulu ke kamu apa yang sebenarnya terjadi. Aku terlalu kekanakan. Maafkan aku Nes. Aku sayang sama kamu..." lirih Iqbal masih dengan air matanya.
"Aku tahu aku salah, jadi aku mohon sayang bangun. Bangun Nes dan biarkan aku tebus semua kesalahan aku ke kamu. Bangun sayang, Bangun..." Iqbal kembali terisak bahkan sampai sesegukan.
Iqbal melihat kebelakang saat seseorang menyentuh pundaknya.
"Dan!?"
"Udah, biarin Agnes istirahat dulu. Dia sedang tertidur, kata dokter mungkin ini karena obat tidur yang dikonsumsi terlalu banyak."
"Kenapa dia bisa konsumsi obat sialan itu?" geram Iqbal.
"Gue juga nggak tahu. Udah seminggu ini Agnes selalu pamit tidur jam sembilan malam, dan gue juga gak tahu ternyata di kamarnya Agnes tak bisa tidur."
Iqbal kembali tertunduk. "Gue salah Dan, harusnya gue tanya dulu sama Agnes kebenarannya. Kenapa gue malah kekanakan gini.. Ponsel gue matiin, dan gue juga ngilang dari Agnes padahal dulu gue janji bakal selalu genggam tangan dia apapun yang terjadi."
"Udah. Menurut gue, kalian dua-duanya salah. Termakan ego masing-masing dan akhirnya berakhir duka. Jadikan saja ini sebagai pelajaran untuk kalian berdua kedepannya. Kalau saling suka jangan seperti ini..." Iqbal terdiam. Menatap Agnes cukup lama. "Lagian Lo harus bersyukur punya pacar yang sayang sama Lo. Gak kasihan apa Lo sama jomblo kayak gue.? Jangankan pacar, cewek yang sayang aja kagak punya." iqbal tersenyum geli mendengar guyonan Daniel.