Chapter 4

3334 Kata
Aku melihat luka di mata itu. Luka yang tak pernah kulihat dari matanya sebelumnya. Mata yang tak lagi ingin melihatku. Entah kenapa kepergiaannya tadi membuatku ketakutan, takut jika dia pergi dan tak akan balik lagi ke sisiku.   Flashback ON Iqbal melihat kepergian Agnes dengan ketakutan. Entah apa yang membuatnya takut, yang jelas rasa itu tiba-tiba datang begitu saja tanpa permisi. Apalagi Agnes yang selalu menatapnya dengan tatapan tak bersahabat. "Aku harap kamu benar dengan keputusanmu ini Bal. Jangan pernah mencarinya lagi karena dia juga sudah berjanji tak akan mencarimu setelah ini." Iqbal tercenung mendengar ucapan Angel. Diliriknya mami papinya yang juga menatapnya dengan ekspresi yang sulit Iqbal ungkapkan. "s**t. Rasa apa ini?" batin Iqbal memaki. Tanpa sadar, Iqbal berlari keluar meninggalkan Nami yang terdiam di dalam bersama Angel, Amanda yang menatapnya sinis dan kedua orang tua Iqbal yang tak tahu apa-apa. "Lo mau pergi sendiri atau gue yang pastiin Iqbal nendang Lo keluar?" Ancam Angel sembari memperlihat layar ponselnya. Nami terbelalak kaget saat di ponsel Angel sedang terputar video dirinya yang tengah menghajar Ira di toilet perpustakaan. Dan keterkejutan serta rasa cemasnya semakin hebat saat Angel kembali menggesek layar ponselnya dan video dia membuli ira tadi bertukar menjadi video dimana dia tengah bercinta dengan pak Danu dosen bahasa Inggris. "Sialan! dari mana wanita b******k ini dapetin tu video." batin Nami merutuk. "Lo pasti mikir kan dimana gue dapat video ini. Lo nggak perlu tahu, yang jelas sebelum video ini lepas ke tangan Iqbal dan yang lainnya bahkan ke Rektor kampus, lo mesti jauhin sepupu gue itu.!" Nami tiba-tiba memucat. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi. Angel benar-benar sudah menyumpal mulutnya. Sedangkan di luar, Iqbal berhasil menahan tangan Agnes, memutar gadis itu untuk menghadap ke arahnya. "Agnes..." hatinya nyeri seketika saat netranya melihat wajah Agnes yang sudah banjir air mata. Sama seperti Iqbal, Agnespun ikut terkejut. Gadis itu buru-buru menghapus air matanya yang sudah pasti tak ada gunanya dia melakukan hal itu. "Kak Iqbal. Kakak ngapain di sini?"  Tanya Agnes dengan senyum yang tiba-tiba muncul. Melihat kondisi Agnes, orang yang lewatpun akan tahu jika itu merupakan senyum buatan. "Kenapa pulang? Kita belum makan." "Heheheh. Nggak apa-apa kok kak, Kakak makan aja! Kakak ulang tahunkan sekarang!? Kasian kak Nami nungguin kakak di dalam.." "Agnes..."  "Agnes nggak apa-apa kok kak. Agnes udah terbiasa dengan sikap kakak yang seperti ini. Heheheh." Iqbal terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir gadis itu. "Biar gue antar ya?" Agnes seketika menggeleng. Jangan lupakan senyum yang tak pernah ia lenyapkan. "Nggak kak. Agnes bisa kok pulang sendiri. Agnes udah gede..." Agnes mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan Iqbal, tapi tak bisa. "Gue antar!" Iqbal menarik tangan Agnes kembali ke rumahnya, membawa Agnes menuju kursi penumpang dalam mobilnya yang terparkir lalu Iqbal berlari memasuki pintu bagian kemudi. Walaupun Agnes menolak, Iqbal seolah menulikan pendengarannya saat Agnes berteriak minta di lepaskan. Flashback Off Disinilah Iqbal sekarang. Di depan rumah Agnes. Selama di perjalanan Agnes hanya bisa menangis tanpa berbicara satu patah katapun sampai gadis itu tertidur. Kalian percaya istilah cinta yang datang terlambat? Apa aku sedang merasakan itu? - batin Iqbal kebingungan. Ditatapnya wajah Agnes yang tengah tertidur dalam di sebelahnya. Agnes masih sesegukan dalam tidurnya. Hati lelaki itu sungguh sakit sekarang saat melihat Agnes seperti ini.      Iqbal yang kesal dengan sikapnya sendiri langsung membenturkan kepalanya pada kemudi yang membuat klakson mobil berbunyi.  Agnes yang tertidur nyenyak langsung terbangun kaget. "Ah... Ma..maaf Agnes aku..." "Sudah sampai.?" tanya Agnes masih dengan mode setengah sadarnya. Mata gadis itu mengerjap lucu. "Su..sudah..." jawab Iqbal gugup. Tanpa berkata apa-apa lagi, Agnes segera membuka pintu dan keluar dari mobil Iqbal. Sedangkan Iqbal hanya terdiam di dalam sana tanpa tahu harus berbuat apa. Seminggu sudah berlalu. Aqnes yang kembali disibukkan dengan tugas sekolahnya bisa sejenak melupakan masalah cintanya dengan Iqbal.  Tapi ada yang aneh semenjak itu. Iqbal jadi sering berkunjung ke rumahnya dan mengajaknya bicara. Aneh bukan? Bukan hanya Agnes yang merasa aneh. Iqbalpun juga merasa aneh dengan perubahan sikapnya sendiri. Kemana larinya Iqbal yang dulu suka marah-marah dengan Agnes. Bahkan untuk melihat mata Agnes saja dia tak mau. Contohnya sekarang, lelaki itu tengah memohon pada Daniel agar dia bisa menggantikan Daniel menjemput Agnes. Awalnya Daniel menolak tapi pada akhirnya lelaki itu luluh juga karena bujuk rayu Iqbal. Setelah mendapatkan kunci mobil milik Daniel, Iqbalpun langsung bergegas menuju parkiran. Kenapa harus mobil Daniel? Karena jika menggunakan mobil milik Iqbal, bisa dipastikan kalau Agnes tak akan mau. Iqbal yakin dia sudah pasti telat, karena untuk membujuk Daniel saja butuh waktu satu jam. Hati lelaki itu tak karuan saat mobil yang dia kendarai hampir mendekati gerbang sekolah Agnes. Saat memasuki gerbang tersebut, Iqbal langsung menangkap sosok Agnes yang seminggu ini selalu menghindar darinya tengah berdiri di parkiran mobil. AGNES POV Kesal menunggu, akhirnya netraku melihat sebuah mobil yang kukenal milik kakak tergantengku di dunia itu masuk dari gerbang sekolah. Awas saja kamu kak. satu Setengah jam itu bukan waktu yang singkat." Batin Agnes menyeringai. Mobil itu kini sudah berhenti di hadapanku. Kuraih gagang pintu, membukanya dan masuk ke dalam tanpa melihat kak Daniel. Aku sibuk dengan gasrak gusrukku, mulai dari meletakkan tas di belakang, memasang seatbelt sampai membuka sedikit jendela untuk mendapatkan angin luar. Tapi keanehan terjadi. Mobil Daniel yang tak kunjung jalan membuatku segera menengok ke samping dan kalian tahu apa yang aku rasakan saat itu? Satu, kondisi jantung yang kembali tak baik. Dua, hati yang waahh, seperti apa ya rasanya. Tiga, mata yang tak bisa berkedip. Keempat, mulutku yang sontak tanpa permisi langsung mengumpati Daniel dengan perkataan paling sadis dan terburuk. Dan kelima, Tuhaaaaann, kenapa Iqbal ada di depankuuu?? "Ka...kak Iqbal?" panggilku super duper gugup.. "Hai... Maaf ya telat.. Tadi..." "Kenapa kakak yang di sini? Mana kak Daniel?" "Daniel katanya sedang rapat BEM. Jadi dia menyuruhku untuk menjemputmu." Rapat BEM? Kapan Daniel rapat BEM? Jika Daniel rapat BEM sudah pasti dia akan ikut karena Dialah ketua BEMnya. - Iqbal seketika nyengir kuda untuk menutupi kebohongannya. Agnes masih terdiam mematung saat melihat sosok Iqbal lah yang ada di hadapannya dan bukan kakaknya. Cukup lama dia terdiam sampai Iqbal menepukan tangan tepat di depan wajah Agnes membuat gadis itu terkesiap seketika. Agnes menggelengkan kepalanya tak percaya. Bagaimana mungkin Iqbal yang jemput? Ka..kak Iqbal..." "Ya! Aku Iqbal. Cowok yang selalu kamu panggil calon imam kamu. cowok yang selalu kamu pepetin terus. cowok yang..." "Stoopp..." Agnes merasakan jantungnya berdetak tak menentu. Ini masih berasa mimpi. Ada angin apa kak Iqbal tiba-tiba datang menjemputnya. "Maaf telat jemput,  tadi jalanan macet." macet karena Daniel yang susah banget dibujuk. "Ke...kenapa bi..bisa?" Agnes masih gugup. Gadis itu masih berusaha menormalkan dirinya. "Maksudnya?" Iqbal masih belum mau memajukan mobilnya. Matanya terarah pada seatbelt Agnes yang tadi kembali di lepas Agnes karena saking kagetnya. "Ke.. Kenapa bisa ka.. Kakak di sini...?" "Kan udah dibilangin,  Daniel rapat BEM jadi nggak bisa jemput kamu, makanya dia minta tolong aku yang jemput." kapan? Bukannya Lo yang minta ke Daniel tadi buat nawarin diri jemput Agnes. "Tapi kenapa kak Daniel gak kasih tahu aku?" Karena kamu akan menghindar jika Daniel memberitahumu. Mata Iqbal masih melirik ke arah sabuk pengaman Agnes yang masih terlepas. Dengan cepat Iqbal langsung memajukan tubuhnya, menarik pengaman itu dan memasangkannya. “Udah dipasang tadi kenapa di lepas lagi?" ucap Iqbal lembut. Agnes gugup setengah mati. Bahkan setelah seatbelt itu terpasang karena Iqbal yang tak kunjung beranjak dari depannya. Sepertinya Iqbal sengaja berdiam diri di depan Aqnes. Sedangkan Agnes? Jangan ditanya lagi, gadis itu bahkan sampai menahan nafasnya melihat kedekatan wajah Iqbal dengannya. "Mau aku kasih nafas buatan?Bernafas Agnes!" Fiiuuuhh~ Agnes seketika menghembuskan nafas pelan. Ancaman Iqbal membuatnya bergidik ngeri. "Ka..kak Iqbal.. Ini... Ini jaraknya..." "Kenapa?" bukannya menjauh, Iqbal justru semakin mendekatkan wajahnya pada Agnes.  "Kak?"  "Hm?" "It...itu..." "Itu apa?"  Agnes benar-benar sudah tersudut. Bahkan gadis itu sudah tersandar di pintu. "Kenapa menjauh?? Dan kenapa kamu berubah?" tanya Iqbal. Tiba-tiba.  Agnes menatap lamat mata Iqbal. Tak ada tanda-tanda lelaki itu bermain-main. "Be—Berubah mak maksud kakak?" Tuhaaann..kenapa Kak Iqbal jadi giniii. Mana dekat banget ni wajah. Apa ini mimpi?. "Kamu berubah Nes dan kamu menjauhiku." ucap Iqbal sedih. "Ng..nggak kok.. Aku hanya..." "Hanya apa?" desak Iqbal lagi. Agnes sungguh tersudut. "Kak Iqbal kenapa sih?! Jangan gini kak! kakak lupa sama Kak Nami?" Aura wajah Iqbal tiba-tiba berubah saat Agnes menyebut Nami dalam pembicaraan mereka. Iqbal sungguh membenci Nami. Setelah Angel memperlihatkan video itu pada Iqbal, lelaki itu seketika jijik pada wanita yang pernah disukainya itu. "Jangan bawa Nami..." "Tapi bener kan kasian kak Nami, kakak sukanya sama dia dan kakak sekarang malah kayak gini sama aku, nanti....." CUP! Seketika mata Agnes membola saat dirinya merasakan ada material lembut yang baru saja menempel di bibirnya. "Mulai sekarang, jangan menjauh lagi! jangan menghilang lagi! Beradalah di sisiku paling jauh satu meter." ucap Iqbal tegas. GLEEK! Agnes menelan ludahnya susah.  Barusan itu apa? Iqbal menciumnya? Tepat di bibirnya? Oh noooo! ciuman pertamaaaa dan apa itu? Satu meter? Gila ajaa. Iqbal kembali menjauhkan wajahnya dari Agnes. Sedetik kemudian Iqbal mulai menjalankan mobilnya  dan keluar dari sekolah itu dengan hati yang berbunga-bunga. Suasana kembali sepi, jangan ditanya tentang Iqbal. Lelaki itu kembali tersadar dengan apa yang sudah dia perbuat.  Otaknya kebingungan sekarang. Dia heran kenapa tubuhnya bisa bereaksi seperti ini pada Agnes. Apa karena Daniel yang mengancamnya untuk tak boleh bertemu dengan Agnes? Atau karena Agnes yang mulai menjauh darinya? Atau karena wanita hamil itu? Uwaaa... Agnes menyentuh bibirnya yang tadi dikecup Iqbal. Ada rasa aneh di hatinya. Semuanya bercampur menjadi satu, mulai dari sedih, terluka, senang, berbunga-bunga dan jatuh cinta. Ucapan Angel waktu itu  tiba-tiba saja terlintas di otaknya "jika Iqbal sudah mencintai seseorang, sejengkalpun orang itu tak akan dia izinkan pergi darinya." Apa mungkin kak Iqbal? Nggak nggak nggak! ini nggak mungkin. Kak Iqbal itu sukanya sama kak Nami. tapi kenapa kak Iqbal larang dia buat sebut nama Nami. Agnes yang masih menggeleng tanpa sadar itu mengusik konsentrasi Iqbal yang sedari tadi fokus menyetir. Iqbal menatap gadis itu lamat saat mobilnya berhenti di jalanan macet.  Tapi bukannya kesal, Iqbal justru bersyukur karena macet yang terjadi. bagi Iqbal itu sebuah keberuntungan karena dia bisa bersama Agnes. Berlama-lama dengan gadis itu di dalam mobil. Iqbal menahan kepala Agnes yang terus menggeleng membuat Agnes terlonjak kaget. "Ka..kak?" "Jangan digeleng seperti itu, Nanti kamu pusing." cegah Iqbal dengan nada lembut. "Ka..kakak kenapa sih?  Kenapa tiba-tiba jadi.?" Agnes tak bisa melanjutkan ucapannya. Jujur Agnes tak habis pikir dengan sikap cowok di depannya ini. Kemaren kemaren dia bikin Agnes sakit hati, tapi sekarang malah bikin Agnes kebingungan seperti ini. Kenapa Iqbal tiba-tiba berubah dengannya. Bahkan nama panggilanpun berubah yang awalnya Lo-Gue, sekarang berubah menjadi aku kamu. Biasanya paling kesal karena selalu di panggil calon imam, sekarang justru mengikrarkan dirinya sendiri sebagai calon imam. "Kakak nggak habis kepentok kan? Atau salah minum obat gitu?" tanya Agnes polos. "Maksud kamu? Hahahah" Iqbal tertawa geli. "Aku nanya serius kali kak.! kenapa kakak jadi berubah gini sikapnya ke Agnes.?" ucap Agnes pelan. "Aku nggak berubah, hanya sedang meyakinkan hatiku.” Ucapan Ambigu yang Iqbal lontarkan membuat kening gadis itu semakin berkerut. "Meyakinkan hati untuk apa? maksudnya?" "untuk merasakan bahwa memang ada rasa yang aku simpan untukmu di sini.." ungkap Iqbal sembari menunjuk dadanya. Deg deg deg deg.. Agnes terdiam seolah dihipnotis oleh perkataan Iqbal. Gadis itu menatap mata Iqbal lamat guna mencari kebohongan di sana, tapi tak dia temukan. Tatapan mata Iqbal tulus padanya..  Apa dia harus percaya? Apa cintanya sudah berbalas? Apa sekarang saatnya? "Jangan menjauh dariku Agnes...!Teruslah melangkah ke arahku, agar aku bisa meyakinkan hatiku kalau di sini memang sudah ada kamu." lanjut Iqbal lagi yang masih menunjuk dadanya. Agnes seketika merona. Secara tidak langsung apa Iqbal sudah memilihnya sebagai tambatan hati? Atau... "Tolong ajarkan aku untuk mencintaimu, menyayangimu dan memilihmu sebagai pengisi ruang hatiku yang paling spesial." Gak kuat dedek babaaang.. Kalau gini gimana caranya dedek bisa Move on coba...- Batin Agnes saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut Iqbal. "tapi Agnes masih SMA. Agnes masih bocah ingusan. Agnes...." “Sssstt! Maafin aku soal itu. Aku tak tahu kenapa saat sama kamu semuanya berubah. Aku justru ingin membuka hati untuk anak SMA ini.” “Kak...” "Buat aku sadar kalau sebenarnya kamu sudah lama ada di sini Nes! aku takut saat kamu pergi ninggalin aku. Hatiku kebingungan Nes." iqbal lagi-lagi menunjuk dadanya. "Tapi...." "Aku mohon..." Kali ini giliran Agnes yang tertunduk. Tak sanggup gadis itu menatap mata Iqbal terlalu lama. Bisa-bisa dirinya akan meleleh di mobil itu. "Apa ini tulus dari hati kakak?" Iqbal diam cukup lama sampai beberapa saat kemudian jawaban yang keluar dari mulut  Iqbal mampu membuat Agnes tersenyum hangat. "Jika aku sudah memilih, aku akan menggenggam pilihanku erat dan tak akan pernah melepaskannya walau kamu meronta untuk dilepas...." ucapnya meyakinkan. "Genggam tanganku, percaya sama aku Nes. Jika kamu yakin, aku pastikan ini tak akan diisi oleh yang lain.." lanjut Iqbal sembari meletakkan tangan Agnes di dadanya. Saat tangan Agnes sudah kembali ke pangkuan gadis itu lagi, Iqbal menyodorkan genggakan tangannya pada Agnes. . "Mau mencobanya dan berjalan bersamaku?" ajak Iqbal. Agnes yang masih belum bisa mencerna keadaan, akhirnya memilih menjawab uluran tangan Iqbal terlebih dulu. Walaupun sudah mendapatkan kecupan pertama Agnes, bukan berarti Iqbal bisa meluluhkan hati gadis itu. Iqbal harus berjuang lagi dan sekarang lawan Iqbal adalah teman sekelas Agnes bernama Adrian. Iqbal mengetahui itu sehari yang lalu saat dia berkunjung kerumah Agnes, dia melihat Adrian juga ada di sana. Dia tahu nama cowok itu juga dari Daniel. Daniel bilang Adrian adalah calon imam Agnes selanjutnya, alhasil mendengar perkataan Daniel yang seperti itu seketika membuat emosi Iqbal berada di ubun-ubunnya. "Mau kemana?" tanya Iqbal tiba-tiba. Membuat Agnes yang baru saja muncul dari atas langsung terkejut dan dibuat salah tingkah. Adrian pun ikut menatap Iqbal dengan heran. "Ka, kak Iqbal? Kenapa..." "kamu mau kemana?" tanya Iqbal lagi. Lelaki itu sungguh tak membiarkan Agnes bicara yang lain kecuali menjawab pertanyaannya. "Agnes mau jalan sama saya Bang, kenapa memangnya?" jawab Adrian tanpa diminta. Iqbal mengeraskan rahangnya seketika. Ingin rasanya lelaki itu melayangkan bogem mentahnya pada Adrian yang terlihat tampak pongah. "Mau kemana Agnes?" Adrian mengeram kesal karena Iqbal yang tak menerima jawaban darinya. Adrian yang emosi, seketika mendekati Agnes, menggenggam tangan gadis itu dan menariknya keluar. Tapi tak berapa lama, Adrian merasa Agnes susah di bawa. Cowok itu melirik kebelakang dan benar saja tebakannya. Iqbal menahan tangan Agnes. "Mau apa sih Lo?" tanya Adrian geram. "Agnes jawab pertanyaan aku kamu mau kemana?" bukannya menjawab Agnes justru malah menggigit bibirnya bawahnya kuat. "Jawab Agnes..." "Wooi! Jadi cowok jangan maksa dong.." "Diam Lo sialan...!" “b******k!" BUGGH!! Adrian langsung melayangkan tinjunya tepat mengenai tepian bibir Iqbal. Sedangan Agnes langsung terpekik membuat Daniel yang ada di dalam langsung keluar dan melerai mereka. "Agnes menangis sesegukan melihat Iqbal yang tersungkur di lantai. Sebenarnya bukannya Iqbal tak mau melawan, bahkan Iqbal ahli bela diri Silat. Hanya saja dia punya rencana lain tentang ini. Adrian pergi setelah Daniel mengusirnya secara tidak hormat. Sedangkan Daniel membantu sahabatnya itu untuk duduk di atas Sofa TV. "Ngapain pake acara berantem sama bocah sih Lo.!" geram Daniel kesal. "Dia yang mulai..." "Bohong! Kakak yang mulai duluan..." jawan Agnes jujur. “Noh denger noh! Gue lebih percaya ucapan Agnes ketimbang ucapan Lo..!" "Sialan Lo! Sahabat macam apa Lo.!” "Kamu tadi mau kemana sama dia?" Iqbal yang mulai mengacuhkan Daniel, kini berbalik menatap Agnes. "Haaahh! Urusan rumah tangga lagi nih. Cabut dah gue. Selesaiin tu buruan.!" Daniel kembali memasuki kamarnya. Iqbal kembali metapa mata Agnes lekat. "Aku tanya tadi kamu mau kemana sama dia?"  ulang Iqbal yang kali ini dengan nada penekanan. "Hmm.. Ke, Ke toko buku kak. Agnes mau cari Novel." jawab Agnes gugup. "Kenapa kamu nggak bilang sama aku.?" lagi-lagi Agnes menggigit bibir bawahnya. Shit... Iqbal sungguh ingin melumat bibir itu. Tapi dia masih cukup waras untuk tak kalap dalam kondisi marah seperti ini. Apalagi di sini bukan Cuma hanya ada dia dan Agnes. "Agnes mana tahu kakak mau..." "Udah di coba bilang ke aku belum?" Agnes menunduk dalam dan menggeleng. "Trus kenapa dengan yakinnya bilang aku nggak mau..?" "Itu—Itu karenaaa..." "Karena apa? Jangan menebak sesuatu yang belum pasti kamu ketahui kebenarannya." ucap Iqbal lembut. "Dan ini jangan digigit! Mau aku yang gantikan gigit.?" Agnes seketika melongo mendengar pertanyaan Iqbal. Agnes yang sadar situasi semakin gawat langsung menghentikan gigitannya pada bibir bawahnya. "Iiii kak Iqbal..." “Aku bersedia jika kamu mau aku melakukannya..." "Nggak! Iiiii, nanti kak Daniel denger..." ucal Agnes pelan. "Biarin! Kalau perlu Daniel liat sekalian.” goda Iqbal semakin membuat pipi Agnes bersemu merah. Daniel lihat? Gila aja! Bisa dihajar dia sama lelaki itu. "Iiissshh! dasar tukang godaaaaaa!" geram Agnes yang langsung menekan bagian luka di pinggiran bibir Iqbal membuat lelaki itu meringis kuat. “Aawww! sakit Agnes..!" ucap Iqbal sembari mengaduh. "bodo!" "Jutek amat!" "Biarin.! Siapa suruh sok jagoan." ledek Agnes yang kini mulai mengobati luka di pinggiran bibir Iqbal. Ini maksud Iqbal. Jika dia tadi melawan, otomatis Agnes pasti bakalan milik si kunyuk Adrian untuk di obati dan dia akan diobati Daniel.  Tapi karena dia nggak ngelawan, alhasil si kunyuk pergi dan Agnes akan mengobati lukanya. Hebat kan?. Setidaknya sakit sedikit untuk bisa rasain yang lebih kece itu kan bagus.heheheh. "Aww! sshhh...pelan-pelan Agnes." ringin Iqbal tersentak. "Iya maaf maaf. Dikit lagi Kak." Agnes dengan telaten mengobati luka Iqbal sampai Iqbal yang meliriknya sedari tadipun tak disadari oleh gadis itu. Ya, Iqbal menatap Agnes lamat sedari tadi. Memperhatikan mata, hidung, dan mulut Agnes yang tak berhenti komat kamit sedari tadi. "Udah..." Agnes berseru setelah dia berhasil mengobati Iqbal dan memasangkan plester pada luka lelaki itu. Iqbal menyemtuh pinggiran bibirnya yang sudah terpasang plester dan kembali menatap Agnes, lebih tepatnya menatap bibir Agnes yang masih komat kamit tak jelas. Gadis itu tengah menyusun alat P3K yang tadi dia ambil di kotak obat. Memasukkan kembali semua peralatan yang tadi sempat dia keluarkan. Tanpa komando, Iqbal yang gemas langsung menjangkau dagu Agnes, memutar wajah gadis itu untuk menghadapnya dan mengecup bibir Agnes lama tanpa berbiat melepaskannya. Agnes? Jangan ditanya. Gadis itu justru tengah sibuk menetralkan  hatinya apalagi kini bibir Iqbal tengah melumat miliknya sedikit pelan. Agnes yang sadar langsung mendorong Iqbal menjauh. Bukannya marah, Iqbal justru tersenyum sembari mengusap bibirnya yang tadi melumat bibir Agnes. "Aku akan lakukan yang lebih dari itu jika kamu lakuin hal itu lagi.!" ancam Iqbal membuat Agnes kembali tertunduk. Bukan karena takut, Tapi karena tiap melihat bibir Iqbal, dia pasti akan kembali merona. “Naaah! Sekarang, kita pergi.!" Agnes tersentak saat Iqbal menarik tangannya untuk berdiri. "Eh? Kemana kak?" tanya Agnes polos. "Katanya mau ke toko buku? Ayo aku anterin!" "Eh? Bukannya kakak mau ketemu kak Daniel?" "Aku udah ketemu Daniel tiap hari. Masa ke rumah dia juga mau ketemu tu orang. Aku normal Agnes, aku bukan homo. Mending ngapelin adeknya." BLUUSSSHHH!!! Agnes merona seketika saat dia mendengar gombalan tak berfaedah dari Iqbal. "Ayok! Jadi pergi kan?" tanya Iqbal lagi.  Agnes mengangguk pelan membuat Iqbal tersenyum dan kembali menjangkau jemari Agnes untuk dia genggam. "Jangan seperti tadi lagi. Aku akan antar kamu kemanapun. Jadi jika ingin pergi,  hubungi aku, paham?" titah Iqbal membuat Agnes mendengus kesal. "Trus kalau Agnes perginya sama temen Agnes gimana?" "Kalau temennya cewek silahkan! Tapi kalau temennya cowok, jangan salahin aku jika teman kamu itu berakhir di rumah sakit.!" bisik Iqbal membuat Agnes melotot. Tapi seketika Agnes tergelak. Iqbal yang tengah serius langsung mengernyit heran. "Apa? Berakhir di rumah sakit?  Gaya kakak aja! Tadi juga kakak kalah adu jotos sama Adrian. Bahkan kak Daniel yang turun tangan misahin kakak yang tengah dihajar Temen aku."Iqbal seketika menyeringai membuat bulu kuduk Agnes merinding. "Kamu pikir apa tujuan aku ngalah?" Agnes terdiam. "Biar kamu ngobatin aku seperti tadi sayang.." BLUUSSSHH.... Lagi-lagi Agnes merona dibuatnya. Apalagi dengan panggilan sayang yang barusan Iqbal lontarkan padanya. "Jangankan satu Adrian, seribu Adrian akan bisa kuhancurkan. Aku seorang pesilat Agnes. Jadi apa sekarang kamu bisa pahami kenapa aku rela dihajar teman kamu itu?" Agnes mematung. Apalagi saat Iqbal kembali menyeringai kearahnya. "Apa masih mau jalan dengan teman cowokmu?" Agnes menggeleng. Gadis itu cukup paham dengan apa yang Iqbal jelaskan padanya tadi, dan sepertinya mulai saat ini hidupnya akan berubah. apa ini ada hubungannya dengan dia yang menerima uluran tangan Iqbal waktu itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN