Shanum menatap pada sahabatnya yang melihatkan senyuman secerah matahari yang memeluk Shanum pagi hari ini. “Kamu sudah siap untuk datang ke pesta pernikahanku?” tanya Mauren, membuat Shanum tertawa kecil mendengarnya.
“Iya, dan kau sudah akan menjadi istri orang saja. Aku tidak menyangka, sahabatku yang dulunya sangat cerewet dan cengeng akan segera menikah,” ucap Shanum mencubit pipi Mauren pelan membuat Mauren mencibir dan mengembungkan pipinya tidak suka dengan ejekan Shanum pada dirinya.
“Jangan bilang aku cengeng! Lihat dirimu sekarang, kenapa kau sedikit berisi? Kau banyak makan belakangan ini? Dan kau tidak pernah diet lagi?” tanya Mauren, membuat Shanum terdiam mendengarnya.
Memang kandungannya sudah mulai agak menonjol, dan untuk nafsu makannya. Dia semenjak hamil nafsu makannya bertambah, dan dia akan memakan yang berbau manis dan memiliki lemak banyak. Dan membuat tubuhnya tak terjaga.
“Ya. Karena putus cinta buat gendut,” jawab Shanum berdusta. Padahal kalau memang memikirkan tentang Raka, dirinya akan tidak nafsu makan dan akan menangis terus. Namun dia selalu memikirkan tentang anaknya. Dan apa pun makanan yang diinginkan oleh anaknya, dia akan menurutinya dengan baik. Cukup sudah dia tidak bisa memberikan ayah untuk anaknya. Maka dia akan memberikan makanan terbaik.
“Jangan karena putus cinta membuat badanmu menjadi gendut! Nanti tidak ada yang mau padamu, benarkan Tante?” tanya Mauren pada Mia yang berdiri di belakang Shanum.
Mia mengangguk. “Iya. Padahal Tante sudah punya calon yang baik untuk Shanum nantinya. Dan dia juga sudah melihat foto Shanum, dan mengatakan kalau Shanum adalah perempuan baik-baik. Kamu itu, kalau putus cinta itu jangan berlarut. Banyak yang mau sama kamu, dan pemuda di sini banyak yang mau sama kamu. Dan bahkan mereka sangat ingin meminang anak perawan Mama ini,” kata Mia mencubit pipi Shanum gemas.
Shanum mendengarnya terdiam. Perawan? Shanum merasa bersalah dengan pemikiran ibunya yang masih menganggap Shanum seorang perawan. Perawan yang bodoh. Yang memberikan hal berharga pada lelaki lalu setelahnya hamil.
“Shanum mau ke dapur dulu Ma. Shanum mau makan-
“Coklat! Kamu itu belakangan ini kenapa suka sekali makan coklat? Padahal dulunya kamu sedikit nggak suka sama coklat. Dan bilang coklat itu nggak baik untuk kamu, dan buat tubuh kamu menjadi gendut!" kata Mia, sudah tahu tabiat putrinya belakangan ini.
Shanum menyengir. “Kan itu dulu Ma. Kalau sekarang Shanum sangat suka makan coklat. Parfum Mama kenapa menyengat sekali,” ucap Shanum menutup hidungnya, dan berlari menuju kamar mandi dan kembali memuntahkan cairan beningnya di kamar mandi.
Mia dan Mauren mengikuti langkah Shanum.
“Sha, kamu nggak papa? Parfum Mama kamu nggak nyengat loh, malahan wanginya lembut banget,” ucap Mauren menatap penuh selidik pada Shanum.
Shanum menggeleng pelan dan berbalik lalu menampilkan senyuman terbaiknya. Dia harus kelihatan baik-baik saja. “Semalam aku pulang kehujanan lagi. Dan pagi ini masuk angina lagi,” bohong Shanum.
Mia berdecak. “Kamu selalu saja pulang kehujanan! Kamu sana istirahat saja dalam kamar! Mama akan nyuruh Bibik antar makanan untuk kamu,” ucap Mia menyuruh putrinya untuk masuk ke dalam kamar.
Shanum mengangguk dan menaiki tangga, agar dia masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Mia dan Mauren di ruang tengah.
“Mauren hampir bilang Shanum hamil tadi loh Tante! Kalau nggak ingat, kalau sahabat Mauren itu cupunya kayak apa kalau dekat sama lelaki.” Kata Mauren tertawa kecil.
“Tante juga ngira dia hamil kemarin. Soalnya dia banyak berubah, dan Om kamu bilang, jangan berpikiran buruk. Shanum kami itu gadis yang sangat baik. Kamu nggak pulang? Bentar lagi nikah, malah keluyuran! Pamali loh, kalau pengantin keluyuran kayak gini, nanti banyak hal yang nggak diinginkan terjadi!” kata Mia, menyuruh Mauren untuk pulang. Dia paling percaya dengan hal-hal yang berbau mistis menjelang pernikahan.
Dan jangan sampai Mauren kenapa-napa. Nanti bukan hanya keluarga Mauren yang sedih, tapi Shanum juga iya. Karena Shanum sudah menganggap Mauren seperti saudaranya sendiri. Shanum yang anak tunggal, dan tidak memiliki saudara, dia sangat senang memiliki seorang sahabat waktu dulu.
Dan samapai sekarang persahabatannya dengan Mauren berjalan dengan baik. Dan tetap akrab dan saling support satu sama lain.
“Non, ini minum dan makan dulu. Dan Bibik sudah beli obat pereda mual untuk ibu hamil,” ucap Bibik membuat Shanum yang mendengarnya menatap terkejut pada Bibik.
Tubuhnya menegang dan menatap ke pintu kamar yang terkunci. Dia menghela napasnya, namun hanya sebentar, dirinya kembali menatap pada Bibik dan meminta penjelasan di tatapannya pada Bibik.
“Bibik sudah tahu Non hamil. Bibik pernah nemu test pack dalam kamar Non. Dan juga, Bibik perhatiin gelagat Non belakangan ini. Kayak orang hamil. Bibik sedih tahu Non kayak gini, siapa lelaki itu Non?” tanya Bibik membawa anak majikannya ke dalam pelukannya, ketika Shanum menangis dalam pelukan Bibik.
“Bik … Mama dan Papa nggak akan bisa nerima Shanum kayak gini. Shanum kotor Bik! Shanum udah nggak bisa buat mereka bahagia,” ucap Shanum lirih.
Bibik mendengarnya menggeleng. “Jangan bilang kayak gitu Non. Non Shanum masih jadi anak yang membanggakan untuk Tuan dan Nyonya. Asal Non kasih tahu sama mereka yang sebenarnya terjadi, dan bilang sama mereka siapa ayah dari anak Non,” ucap Bibik lembut.
Shanum menggeleng. Dia tidak bisa memberitahunya, karena Raka tidak akan pernah mau bertanggung jawab dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dia akan membesarkan anak ini tanpa Raka.
“Shanum tidak bisa Bik. Shanum takut…” isak Shanum.
Bibik mendengarnya menghela napasnya kasar. Dia sungguh menyayangi Shanum, gadis yang ceria dan tidak pernah berbuat nakal. Namun saat mengetahui Shanum hamil seperti sekarang. Dia agak kecewa, namun dia tidak berhak kecewa, karena dia bukan siapa-siapa Shanum. Dan dia tidak akan bilang pada majikannya.
Biar Shanum yang mengatakannya sendiri nantinya. “Non jangan takut. Bibik tahu semuanya berat, tapi, Tuhan nggak akan beri cobaan pada manusianya kalau manusianya tidak sanggup. Non harus tetap kuat. Minum obat pereda mualnya ya Non, Bibik mau kembali kerja lagi. Kalau ada yang mau non makan, bilang sama Bibik.” Ucap Bibik berdiri dan berjalan keluar dari dalam kamar Shanum.
Setelah kepergian Bibik. Shanum memeluk dirinya, dan ketakutan membayangkan orang tuanya tahu tentang kehamilannya ini. Satu orang sudah mengetahui ini, dan tidak mungkin selamanya dia menutupi ini.
Ini bayi bukan emas. Yang bisa dia tutupi serapat mungkin dari orang tuanya. Perutnya semakin hari akan semakin tambah besar. Dan membuat orang tuanya tahu lambat atau cepat.