Dua bulan kemudian ...
Shanum yang merasakan mual dan kepalanya pusing, turun dari atas ranjang dan berjalan dengan cepat menuju kamar mandi. Dan muntah. Namun, yang dikeluarkan hanya cairan berwarna putih dan tidak ada apa pun. Shanum berkumur dan berjalan keluar dari dalam kamar mandi sambil memegang kepalanya.
Shanum bingung apa yang terjadi pada dirinya. Padahal malam tadi Shanum tidak menghidupkan AC sama sekali waktu tidur dan jendela tidak terbuka sama sekali. Tidak mungkin dirinya masuk angina. Shanum duduk di atas ranjang dan menatap kalender yang berada di meja samping ranjang. Shanum mengambil kalender itu dengan tangan gemetarnya.
Shanum merasakan dadanya yang sesak karena dia sudah telat datang bulan. Shanum dengan cepat berlari menuju kamar mandi, untuk membersihkan dirinya. Shanum keluar dari dalam kamar mandi, berjalan mengambil pakaian dalam lemari dan memakainya dengan cepat.
Shanum keluar dari dalam kamar, menuruni tangga menatap orangtuanya yang berada di ruang makan sedang sarapan. Shanum berjalan mendekati ibunya dan mencium pipi ibunya.
“Kamu mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya Mia—ibu Shanum.
“Hem … Shanum mau ke rumah teman Ma. Shanum kemarin nggak ketuker Hp sama dia, makanya Shanum mau tuker lagi,” jawab Shanum berbohong.
“Kamu ini. Lagian kamu nggak lihat perbedaan Hp kamu sama teman kamu?” tanya Mia menggeleng karena kecerobohan putrinya ini.
Shanum menyengir. “Tadi malam Shanum mau cepet pulang. Makanya nggak lihat Hp-nya da nasal bawa aja. Ini dia udah nelepon dari pagi tadi, minta dibalikin Hp-nya,” ucap Shanum.
“Ya udah sana. Dan ingat, jangan pulang lama lagi. Nanti kamu Mama kunci di luar,” ancam Mia.
Shanum memeluk ibunya. “Shanum, tidak akan pulang lambat lagi. Shanum pergi dulu Ma, Pa,” pamit Shanum keluar dari dalam rumah.
***
Shanum menatap apotik di depannya dengan kegugupan. Shanum berharap dirinya tidak hamil. Karena belakangan ini Raka sangat jarang sekali mau bertemu dengannya, malam tadi Shanum sampai menunggu pria itu di kafe hingga larut malam.
“Mbak, saya mau lima test pack yang terbaik,” ucap Shanum pada pegawai apotik.
Pegawai apotik itu mengangguk dan memberikan lima test pack terbaik. “Ini.”
Shanum mengambil lima test pack itu dan membayarnya. Shanum langsung pergi dari apotik itu dan pulang ke rumah. Padahal Shanum hanya melakukannya semalam dengan Raka dan tidak mengulanginya. Lagi. Semenjak hari itu Raka tidak pernah memintanya lagi, dan seolah menjauh dari Shanum.
Dengan alasan pria itu bekerja dan sibuk. Tidak bisa bertemu dengan Shanum terlalu sering. Shanum takut. Raka tidak akan bertanggung jawab dengan kehamilan Shanum. Tidak. Shanum tidak boleh berpikiran buruk tentang pacarnya.
Raka adalah pria yang bertanggung jawab dan cinta padanya. Pastinya Raka mau bertanggung jawab, kalau seandainya Shanum memang hamil. Shanum masuk ke dalam taxi dan menyebutkan alamat rumahnya pada supir taxi. Shanum ingin membuktikan dirinya sungguh hamil atau tidak.
***
Shanum keluar dari dalam taxi dan berjalan cepat memasuki rumahnya. Mia yang menatap putrinya yang berjalan cepat, menatap bingung tidak biasanya Shanum hanya pergi sebentar seperti ini dan tampak buru-buru kembali ke dalam kamar.
Mia mengidik dan kembali menonton serial drama yang ditonton olehnya. Palingan Shanum ada perlu mengambil sesuatu di dalam kamar. Putrinya itu sudah berumur 24 tahun, tapi, tetap saja seperti anak kecil yang manja. Semua yang diinginkan oleh Shanum dituruti oleh mereka. Dan Shanum tidak pernah melamar pekerjaan sama sekali.
***
Shanum keluar dengan membawa gelas yang berisi air kencing. Shanum membuka kelima bungkus test pack itu dan memasukkan ke dalam gelas. Shanum menunggu dengan d**a yang berdebar. Dia belum siap hamil.
Shanum melihat hasil dari kelima test pack, jantungnya terasa akan keluar. Kakinya melemas dan meluruh ke lantai. Hamil. Dirinya hamil. Shanum menangis dan memukul lantai dalam kamarnya. Tangan Shanum bergetar mengambil ponsel dan tas. Shanum menghubungi Raka beberapa kali, namun, pria itu tidak menjawab panggilannya.
Shanum masih belum menyerah menghubungi Raka. Shanum bernapas lega ketika Raka akhirnya mengangkat teleponnya. Shanum menahan suara tangisnya dan mengatakan pada Raka untuk bertemu di persimpangan rumah pria itu.
“Raka, aku ingin bertemu. Kita bertemu di persimpangan rumah kamu. Aku ingin bertemu sekarang,” ucap Shanum.
Shanum melihat sambungan teleponnya dimatikan oleh Raka secara sepihak setelah pria itu mengatakan ‘Ya’. Shanum perlahan berdiri dengan membawa semua test pack, tidak mau ibunya tahu tentang kehamilannya dan membuat orangtuanya kecewa dengan apa yang dilakukan oleh Shanum.
“Raka pasti mau tanggung jawab. Dia tidak akan lari dari tanggung jawab,” ucap Shanum meyakinkan dirinya sendiri. Kalau Raka akan bertanggung jawab.
Shanum percaya pada Raka. Pria itu sudah mengatakan akan bertanggung jawab, kalau Shanum hamil nantinya. Dan Raka hanya mencintainya, mana mungkin Raka tidak mau bertanggung jawab. Shanum dengan pikirannya yang terlalu positif dan tidak berpikir buruk sama sekali. Kalau seandainya Raka tidak mau bertanggung jawab.
Shanum yang mencintai Raka dan terlalu percaya pada pria itu, yang membuatnya akan percaya kaalu Raka akan bertanggungjawab dengan kehamilannya sekarang. Mana mungkin Raka mengelak dengan kehamilan Shanum.
Shanum tersenyum dengan apa yang dipikirkan olehnya. Raka—pria yang sangat dicintai olehnya dan pria itu juga mencintai dirinya. Raka dan dirinya akan menikah, dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Pikiran Shanum tertuju pada keluarga kecil yang dibinanya bersama Raka—dan pria itu yang akan bertanggung jawab.
Sungguh gadis yang sangat naif sekali. Dunia dan laki-laki tidak sebaik dalam pikiran Shanum. Raka yang dicintai olehnya dan disangka mencintainya, belum tentu akan mau bertanggung jawab pada Shanum.
“Raka … kamu akan merawat bayi ini bersamaku nantinya? Kita akan menikah. Seperti yang pernah kamu katakan, kalau kamu akan menikah denganku dan memiliki keluarga kecil denganku,” ucap Shanum dengan keluguannya.
“Aku mencintaimu Raka. Dan percaya padamu. Bayi ini akan memiliki orangtua lengkap dan tidak terlahir seperti anak-anak di luaran sana, yang tidak memiliki ayah dan hanya memiliki ibunya. Dia akan senang memiliki ayah sepertimu,” ucap Shanum mengusap perutnya dan tersenyum.
Hal yang sangat diinginkan sekali oleh Shanum. Memiliki keluarga yang sempurna dengan Raka dan tampak sempurna. Dari dulu sampai sekarang dia selalu membayangkan ini. Dan tidak pernah membayangkan sisi buruk dari seorang Raka—kekasih yang dicintai oleh Shanum.
***