"Pasien ini punya riwayat darah tinggi, gula dan vertigo. Tapi dia ingin mengobati giginya yang selalu sakit jika digunakan untuk makan." Sienna menjelaskan kondisi pasien yang telah membuat janji untuk perawatan pada hari itu.
Sementara Sebastian hanya menatapnya dalam diam tanpa melontarkan tanggapan seperti biasanya.
"Sebastian? Apa kau mendengarku?" Lalu perempuan itu melambaikan tangannya di depan wajah Sebastian sehingga atasan sekaligus suaminya itu tersadar dari lamunannya.
"Hah? Apa katamu tadi?" Pria itu sedikit terperangah dan dia berusaha mengembalikan pikirannya yang sempat melayang entah ke mana.
Menatap Sienna berbicara di depannya tak ubahnya seperti macan yang tengah mengintai mangsanya. Dan dia tak bisa melupakan interaksi mereka dua malam sebelumnya.
"Ck! Kau tidak fokus hari ini!" Perempuan itu mendekat kemudian meraih air minum yang selalu tersedia di meja kerja Sebastian.
"Mungkin kau kurang minum?" katanya, lalu Sienna menyodorkan benda tersebut kepadanya.
"Bagaimana aku bisa fokus sementara kau ada di depanku setiap waktu?" Pria itu bergumam.
"Apa? Kau mengatakan sesuatu?" Sienna sedikit menunduk untuk melihat wajah Sebastian lebih jelas.
"Tidak, hanya saja …."
"Apa?"
Sebastian kemudian tersenyum.
"Ada yang lucu? Kenapa kau senyum-senyum begitu?"
"Kau tidak apa-apa?" Pria itu lantas bertanya.
"Kenapa kau bertanya begitu?"
"Kau tahu, dua malam kemarin kita cukup …."
"Jangan bicarakan soal itu! Aku malu!" Sienna menutup telinga dengan kedua tangannya, dan wajahnya memerah seketika.
Dia pun sama mengingat hal itu, dan memangnya siapa yang bisa melupakan hal pertama yang kau lakukan bersama suamimu? Rasanya tidak ada. Apalagi jika mereka sama-sama menginginkannya.
Dan Sienna bahkan masih merasakan sedikit sakit pada bagian bawah perutnya, juga perih di pusat tubuhnya karena ulan pria itu. Tapi dia terpaksa menahannya karena punya tanggung jawab untuk pekerjaan.
Sebastian tertawa. Tingkah perempuan ini memang sangat menggemaskan. Sering kali membuatnya merasa berdebar-debar apalagi setelah apa yang mereka lakukan.
Melihat dia diam saja sudah membuat otak Sebastian memikirkan hal-hal kotor, apalagi jika dia berbicara atau pun mengerjakan sesuatu. Sudah pasti dirinya merasa tidak tahan.
Ah, kenapa pula aku terlambat menyadari, bahwa ketakutanku selama ini memang berlebihan? Hatinya bermonolog.
Dan apa yang dia rasakan selama bertahun-tahun itu rupanya berubah dalam waktu dua malam saja. Setidaknya untuk bersentuhan dengan istrinya ternyata tidak seburuk yang dibayangkan.
"Lagipula ini di tempat kerja, jangan membicarakan hal seperti itu!" Lalu Sienna perlahan melepaskan tangannya.
"Jangan bicarakan, tapi lakukan saja?" Pria itu menariknya sehingga jarak mereka cukup dekat.
"Tidak begitu!" Namun Sienna menolaknya.
"Lalu?" Dan Sebastian malah menyeringai
Sienna terdiam menatap wajah suaminya. Lalu dia menyentuh rahang tegas itu dengan telapak tangannya.
Sebastian memejamkan mata sejenak merasakan lembut dan hangatnya tangan perempuan itu, lalu dia mengerjap dan balik menatapnya.
Tidak ada keinginan untuk menolak setiap sentuhan Sienna karena kini dia merasakan hal yang berbeda.
Tak ada gugup dan takut, namun didinya malah menginginkan hal yang lebih.
"Kita sedang bekerja, Pak. Dan pasien akan datang sebentar lagi." katanya, lalu dia melepaskan tangannya dari wajah pria itu.
Kemudian di saat yang bersamaan pintu ruangan diketuk dari luar.
"Ck!" Sebastian berdecak kesal seraya memundurkan kepalanya ke belakang.
"Nah kan? Aku bilang juga apa?" Sementara Sienna tertawa sambil mundur ke arah pintu. Namun dia tidak melepaskan pandangannya dari wajah Sebastian yang tampak kesal.
Satu persatu pasien Sebastian tangani. Dari mulai remaja, anak-anak sampai orang dewasa. Dari yang keluhannya paling ringan semisal hanya sakit gigi saja sampai yang kondisi mulutnya sangat parah dan memerlukan penanganan khusus.
Tentu saja itupun memerlukan waktu yang cukup lama untuk penanganan karena harus melakukannya dengan teliti dan hati-hati.
Dan pria itu menjalankan tugasnya dengan sempurna dan penuh dedikasi seperti biasa.
"Hati-hati, jangan lupa minum obatnya sampai habis ya? Ingat kembali minggu depan untuk cek up, dan semoga cepat sembuh." Sienna mengantarkan pasien terakhir hingga keluar ruangan, lalu kembali setelah yakin orang itu pergi.
"Pasien selanjutnya?" Sebastian kembali ke kursi setelah selesai membersihkan tangannya.
"Sudah selesai." Sienna menutup catatan miliknya lalu menghampiri pria itu.
"Benarkah?" Dia mendongak sambil membenahi letak kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
"Ya, setidaknya begitu di daftarku." Sienna membuka kembali catatannya dan memastikan jika dirinya benar. "Ya, tidak ada." katanya.
"Tumben sekali?" Sebastian terkekeh sambil melihat jam tangannya. "Memang sudah jam setengah lima sore." ucapnya yang menghempaskan punggung pada sandaran kursi. Sementara Sienna seperti biasa, membereskan peralatan yang digunakan suaminya seharian itu.
Pria itu kemudian menggeliat untuk merenggangkan tubuhnya yang terasa lelah setelah seharian menangani pasien hampir tanpa jeda. Hanya menyempatkan diri untuk makan selama beberapa menit saja, itu pun mereka memesan makanan agar tak meninggalkan rumah sakit.
"Jika benar tidak ada lagi aku mau ganti pakaian ya?" ucap Sienna yang meletakkan buku catatannya ke tempat semula.
"Baik, lakukanlah." Sebastian menjawab.
Dan perempuan itu segera masuk ke ruangan kecil di samping toilet tempatnya biasa berganti pakaian.
"Sienna?" Namun panggilan Sebastian menghentikannya sejenak.
"Ya?" Dia mendongak.
"Jangan tutup pintunya," ucap Sebastian yang memutar kursi tempat duduknya sehingga kini dia menghadap ke arah ruangan kecil itu.
"Apa?" Dan Sienna hampir menutup pintu meski akhirnya dia urungkan.
"Jangan tutup pintunya. Aku senang melihatmu berganti pakaian di sana."
Sienna tertegun sebentar. "Apa kau bilang?" Lalu ia bertanya, tak terlalu yakin dengan pendengarannya sendiri.
"Aku bilang … jangan tutup pintunya. Karena aku senang melihatmu berganti pakaian." Sebastian mengulang kata-katanya.
Sienna terdiam lagi.
"Cepatlah ganti pakaianmu, sebentar lagi kita harus pulang. Atau kau mau kita bermalam di sini?" Pria itu sedikit menyeringai.
"Aku tidak keberatan kalaupun iya. Asal ada kau …." Dia membenahi posisi duduknya, dan bersiap untuk menikmati apa yang selama ini dia awasi secara sembunyi-sembunyi.
Akhirnya Sienna buru-buru melepaskan pakaiannya. Dibawah tatapan berkabut Sebastian yang menikmati pemandangan indah itu jauh lebih baik dari sebelumnya.
Dia menikmati setiap gerakannya. Melepas seragam perawatnya satu persatu sehingga terpampanglah sepasang pakaian dalam berwarna merah menyala yang dilihatnya tadi pagi. Dan sore ini bahkan terlihat lebih jelas lagi.
Punggungnya yang menawan, dadanya yang terbungkus kain itu sehingga membuat tampak lebih menggoda. Dan jangan lupakan b****g seksinya yang ketika berbalik membuatnya terlihat begitu menggairahkan. Membuat Sebastian mulai merasa tersiksa karenanya.
Dan gerakannya tampak semakin sensual ketika Sienna mengenakan pakaiannya yang semula.
Sial! desisnya pelan ketika alat tempurnya terbangun di bawah sana.
"Aku selesai, ayo cepat kita pulang?" Sienna keluar dari ruangan itu dalam keadaan sudah rapi.
"Oh, kenapa sebentar sekali?" Sebastian bergumam.
"Apa?"
"Tidak." Pria itu bangkit dan mengambil tas setelah memastikan semuanya berada di tempat semula.