Sidang Skripsi

1296 Kata
Ribi menghela nafas berat, "Gue tadi pagi ngampus, terus ketemu Arga. Dan disana gue ajak dia nikah, tapi berakhir penolakan dan kita berantem Shin." "Leh. Nape lu? Ga terima di tolak? Setelah sekian lama lu yang di tembak para buaya di luar sono?" "Dih. Kagak sama sekali gua mah. Arga si songong itu menghina bokap gue. Males jadinya gue. " "Oh. Ya ya ya.. Paham gue Bi." jawab Shinta manggut-manggut. Ribi menyuap cake nya yang terakhir. "Berarti lo fix ga sama Arga jadinya?" "Kagak. Gue udah bilang bokap kalau gue nyetujuin perjodohan itu. " "Yakin lo?" tanya Shinta memastikan. "Yang gue tau elo jawabannya suma berubah-ubah sesuai suasana hati." Shinta terkekeh. "Insya Allah." jawab Ribi mantap. "Gimana lagi, pilihannya cuma dua. Arga atau pilihan bokap. " Ribi mendesah berat. "Yaudah kalau gitu. Berjuang kita Bi. Demi Wisuda kita. Kesempatan terakhir kita. Kalau gak... Hiii DO (*dropout) kita." Shinta bergidik ngeri. "Iye. Abis ini gue fokus lulus dulu, dan ngelamar kerja. Semangaatt Shin!! " "Mangaaatt....!! " sahut Shinta. Ribi tertawa lalu mematikan ponselnya. Ia pun bertekad akan berusaha sebaik-baiknya demi kelulusannya. **** Hari berganti bulan. Tibalah saatnya Ribi dan Shinta sidang skripsi dihadapan empat dosen penguji dan satu dosen pembimbing. Shinta dan Ribi berada dalam ruangan terpisah. Tiga jam lamanya mereka presentasi dan menjawab pertanyaan dari para dosen, akhirnya mereka dinyatakan lulus dengan beberapa revisi. Ribi dan Shinta keluar berbarengan. Begitu mata mereka bertemu, mereka saling berpelukan. "Selamat yaa buat kitaa, Bi." "Yeyy.. Tinggal wisuda sih ini kita." "Ribi." Ribi dan Shinta menoleh dan terdiam. Keduanya saling berpandangan. Arga datang menghampiri Ribi bersama dengan wanita paruh baya. Shinta mendekat kan bibirnya ke telinga Ribi, "Ngapain kutil nangka, Bi??" Ribi hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu menahu. "Selamat ya sudah lulus sidang. " Arga mengulurkan tangannya ke hadapan Ribi. Ribi melirik Shinta, lalu menjabat tangan Arga. "Makasih." Ribi melepaskan tangannya. Arga menggaruk tengkuknya, "Aku mau minta maaf soal kemarin Bi. Aku menyesal. Dan aku berniat menikah denganmu kalau kamu tidak keberatan. " "Hah? " jawab Ribi dan Shinta bersamaan. Mereka saling berpandangan. Wanita paruh baya yang bersama Arga yang sedari tadi menatap Ribi, menghampiri Ribi dan putranya. "Assalamu'alaikum anak cantik. Saya ibunya nak Arga. Ibu kesini dengan Arga mau bertemu Ribi dan keluarga. Ingin melamar nak Ribi." Ribi memandangi ibunya Arga dan membalas jabat tangan dari ibu Arga. Ribi menatap lama ibu Arga, mencari sesuatu dalam diri ibu laki-laki yang melamarnya di kampus pasca sidang. Shinta terkekeh, berusaha melepas tangan Ribi dan ibunya Arga dengan sopan, "Ngapunten ibu. Ibu sama Arga duduk dulu sebentar nggih disini. " Shinta mengarahkan Arga dan ibunya ke tempat duduk yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Saya izin bicara sebentar dengan teman saya bu, nggih. " "Nggih nak" jawab ibu Arga sambil tersenyum. Ribi ditarik Shinta menuju ruang laboratorium dekat dengan ruang sidang mereka. Shinta menutup pintunya rapat-rapat. Di lihatnya Ribi masih terbengong, belum sadar dari lamaran tiba-tiba Arga. "Woy Bi. Sadar woy. " Shinta menepuk-nepuk pipi Ribi. "Ah iya. Arga Shin. " "Nah iya itu. Lu gimana? Katanya nolak kok dateng ujuk-ujuk bawa ibunya ke kampus bukan ke rumah lu." "Mana gue tahu Shin. Emang dia nolak, dan ga ada hubungan komunikasi lagi setelah itu sampai hari ini." "Itu orang ga sopan ngelamar di kampus bukan di rumah ketemu sama orang tua lu. " Ribi menggigit kukunya, dan merasa perutnya mules jika dia menghadapi situasi sulit, "masalahnya juga gue udah bilang bokap, gue mau dijodohin sama pilihannya. Dengan syarat, gue wisuda dulu. " Shinta menepuk keningnya, "Rumit amat. Kayak Sinetron." "Gini deh Bi, lu ajak Arga dan ibunya ke rumah lu aja. Ketemu sama bonyok (*bokap nyokap) lu. Disana biar bokap lu yang ambil keputusan. Kita semua termasuk lu tau lu ga bisa ambil keputusan. Bokap lu yang pasti akan mutusin. " *** Ribi memarkirkan mobilnya ke garasi dan kemudian keluar bersama dengan Arga dan ibunya. Ibunya ternganga melihat rumah Ribi, wanita yang akan dilamar putranya. "Monggo ibu, silahkan masuk. " Ribi mempersilahkan masuk ibu Arga dan Arga masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tamu sudah ada Wirang dan Rita yang sudah menunggu. Ribi mengabari papa mama nya bahwa Arga akan datang bersama ibunya dengan maksud melamar Ribi. Wirang dan Rita pun bersiap menyambut ramu mereka. "Ibu, ini kedua orang tua saya." Ribi memperkenalkan orang tua nya, "Pa, Ma, ini ibu Arga. " Mereka pun saling berjabat tangan. Namun, tidak ada senyum di wajah Wirang. Ia menatap tajam ke arah Arga. Arga menyadari itu, dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Pak Wirang dan Bu Rita, saya kesini bersama putra saya, Arga, berniat untuk melamar putri cantik njenengan (*bapak/ibu) Arimbi. " Wirang terdiam, "Putri saya sudah menyetujui akan dijodohkan dengan pria pilihan saya. " Arga melempar pandangannya ke Ribi, "Bi~" "Kamu menolak ajakanku menikah Ga. Kamu memintaku menerima pilihan papaku. Ya, aku lakukan. Aku tidak punya pilihan lain selain kamu dan pilihan papaku saat itu." jawab Ribi tanpa melihat Arga. "Pak Wirang, apa tidak bisa dibatalkan? Saya serius melamar putri bapak. Saya.. Saya cinta dengan putri bapak. " Wirang menahan amarahnya, "Kamu berhutang maaf ke saya dengan menculik putri saya menginap di kos kumuh kamu. Kedua, kamu menolak lamaran putri saya, dan tiba-tiba kamu datang ke rumah saya meminta saya membatalkan perjodohan putri saya?? Sangat sopan sekali anda!" "Maafkan saya pak Wirang." "Sebentar. Ada yang ingin saya luruskan disini. " ibu Arga membuka percakapan. "Pak Wirang yang terhormat, saya dan anak saya Arga kesini dengan niat baik melamar Arimbi. Anak saya sejak awal sangat sopan pak, bahkan bapak sendiri yang kurang ber-adab dalam melayani tamu." Ribi meremas jemarinya. Gadis itu meyakini papa nya akan semakin marah jika ada yang melawan kehendaknya. "Saya begini karena anak anda membawa putri saya ke kosan nya. Laki-laki macam apa anak ibu hah??!! " Arga menahan ibunya untuk menjawab. Ia menepuk-nepuk telapak tangan ibunya untuk bersabar. "Pak Wirang, saya minta maaf atas kejadian itu pak. Tapi saya bisa bersumpah pak, saya tidak menyentuh putri bapak. Saya hanya menjadi teman curhatnya saat itu. " "Kamu-" "Papa, cukup! " Ribi angkat bicara setelah sekian lama diam. "Tolong hargai mereka pa! Mereka jauh-jauh kesini untuk melamar Ribi. Tolong lah pa. " "Kamu sudah berjanji akan menerima pilihan papa. Apa kamu akan ingkar dan memilih laki-laki ini? " "Arga cinta sama Ribi pa. Sedangkan, pilihan papa belum tentu cinta Ribi. Kalian membicarakan bisnis, dan papa menjual aku ke pria itu." "Lalu, kamu menyetujui konsekuensi kalau memilih dia?" senyum sinis Wirang tercipta di bibirnya. Ribi mengangguk. Wirang berdecih. Tatapannya berubah sengit. Ia kembali menatap Arga, "Kamu tau kalau menikah dengan putri saya, kamu dan Ribi tidak akan mendapatkan harta bawaan Ribi sepeserpun dari saya? Tau kalau segala fasilitas Ribi akan saya cabut? Dan kamu yang harus bener2 menafkahi dia seratus persen." "Saya paham pak. Saya cinta dengan putri bapak. " Wirang mengepalkan tangannya. Ia beranjak dari kursi nya. "Saya mau kamu tanda tangani surat perjanjian dengan saya sebelum menikah dengan anak saya. Saya akan kabari minggu depan." Wirang pun berlalu dari hadapan Arga dan ibunya serta istri anaknya. "Maa.. " rengek Ribi manja, meminta pertolongan Ribi. Rita menghela nafas, "Maaf bu. Saya harus menyusul suami saya. Ibu dan Arga jika sudah tidak ada yang ditanyakan, saya pamit undur diri. " "Tidak ada tante. " Jawab Arga. Rita pun menghilang dari pandangan mereka. "Ga, sebaiknya kamu pulang dulu sama ibu kamu. Istirahat. Aku kurang enak badan. " kata Ribi sambil melewati Arga. Arga menahan tangan Ribi, "Kamu udah tau aku cinta sama kamu. Apa aku bisa tau perasaan kamu sama aku? " Ribi tercekat. Ia berbalik menatap Arga, "Maaf. Aku selama ini menganggap mu sebagai teman baik, sama seperti Shinta. Tapi, kalau kita menikah, aku akan belajar mencintai kamu. " Arga tertegun, ia menatap Ribi lama. Perlahan genggaman nya melemah, "Baiklah, aku mengerti. Istirahat saja. Aku akan kembali bersama ibuku." ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN