Nishayu Arimbi Pasha

1239 Kata
Seorang gadis berlari sekuat tenaga mengejar dosen di depannya agar ia bisa lebih dulu masuk ke kelasnya. Ia pun berhasil melewati dosen nya dan masuk ke kelasnya. "Huufht.. " serunya begitu menempelkan b*k*ngnya ke bangku kelas. "Tumben banget telat. Biasanya on time." sahut Shinta, temen sebangku nya. "Untung bu Prita belom masuk" Belum sempat menjawab, dosen yang disebut masuk ke dalam kelas. "Pagi semua.. " seru bu Prita. "Pagi buu... " jawab mahasiswa yang berada dalam kelasnya. "Nishayu Arimbi Pasha! " "Hadir buu.. " "Yang saya minta sudah disiapkan?" tanya bu Prita. Gadis yang ditanya hanya mengerutkan dahinya. Ia lupa tugasnya. Shinta berbisik, "Itu lho PPT bu Prita, sama LCD Proyektor buat kuliah hari ini Bi. " Seketika wajah nya cerah, sambil nyengir ia berkata, "Maaf bu, saya lupa. Saya akan ambil sekarang ke TU (*Tata Usaha). Kalau PPT nya udah siap kok bu dari kemarin. Hehe" sahutnya sambil menggarukkan belakang kepalanya yang tak gatal. Ia pun bergegas ke TU dengan diikuti Shinta. "Tumben banget Lo Bi, bisa telat gitu. Abis ngapain Lo? " Ribi tertawa, "Abis nonton Drakor. Pas banget tiga episode terakhir, gue marathon nontonnya. Eh, malah ga bisa tidur abis itu karena terbayang ceritanya. " Shinta menoyor kepala Ribi, "Bisa banget Lo. Mentang-mentang tinggal skripsi sama matkul (*mata kuliah) bu Prita doang sekarang. Jadi bisa drakor-an" Mereka pun sampai di TU, pak Bambang selaku petugas TU menyambut Ribi dan Shinta. "Eh mahasiswi abadi." sahutnya sambil terkekeh, "ada perlu apa neng? " Shinta manyun, "Bapak ini.. Senang banget ngeledekin kita. Tenang aja pak, walaupun kita dua orang terakhir di angkatan kita, 6 bulan lagi kita sidang skripsi, abis itu wisuda pak. Bapak ga bakal ngeliat kita seliweran lagi disini nih." "Iye dah. Neng Rubi juga sama kayak neng Shinta, neng? Wisudanya barengan?" Ribi mengangguk, "Insya Allah pak. Mohon doanya ya pak." sahutnya, "Oya pak, kami mau pinjam LCD proyektor pak, sekarang lagi ditunggu bu Prita." Pak Bambang mengeluarkan buku besar dan menyerahkannya pada Ribi dan Shinta, "tolong ditulis ya seperti biasa, nama, NRP (*nomer mahasiswa), dan tanda tangan. Saya ambilkan dulu LCD nya. " Shinta pun menuliskan namanya dan keterangan lain. Pak Bambang pun menyerahkan LCD proyektor nya. **** Di kantin kampus, Ribi dan Shinta sedang makan siang. Canda gurau terdengar di kantin, entah apa yang mereka bicarakan. "Ribi! Shinta!" Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara. Sumber suara menghampiri mereka dan duduk di samping Ribi, "Kalian udah selesai kuliah? " "Udah." jawab Ribi. "Heh! Ngapain lu kesini Ga? Kan barusan wisuda. Modus lu yak? " tanya Shinta sambil memicingkan mata. Ribi terkekeh pelan. "Modus palalu! Gue kesini karena lagi kirim-kirim lamaran." sewot Arga. "Halah! Bilang aja mau ketemu Ribi. Playboy kayak elu udah bisa kebaca kali.. " "Kagak keleus. Gue murni nyerahin CV, eh liat kalian di kantin, gue samper aja." Arga terkekeh. Ribi sambil nyeruput jus alpukat nya, mendengarkan Shinta dan Arga berdebat. Arga berbeda jurusan dengan mereka, Arga anak Teknik Lingkungan, sedangkan Shinta dan Ribi jurusan Kimia. Mereka bertemu ketika semester 2, dimana Maba (*mahasiswa baru) kampus mereka di tahun pertama, kuliah di jurusan lain secara acak dengan matkul semua jurusan di tahun pertama sama semua. Awal mula Arga sekelas dengan Shinta, lalu kemudian Arga sekelas dengan Ribi. Dengan adanya perkuliahan antar jurusan itulah, antar mahasiswa khususnya mereka bertiga kenal dekat. Arga dan Shinta suka 'berantem' depan umum, saling mengejek dan sebagainya. Ribi yang pada dasarnya pendiam a.k.a introvert, hanya bisa memandangi mereka yang selalu berdebat. "Bi, lu pulang naik apa? Naik motor atau mobil?" tanya Arga. "Mobil. Kenapa emang? Mau nebeng?" "Kagak. Gue bawa motor butut gue kok, seperti biasanya. Hehe. " "Nah, kebetulan. Shinta ga bawa kendaraan. Lu anter pulang aja, gimana? Gue soalnya mau anter nyokap abis ini." kata Ribi sambil melirik Shinta. Shinta pun melotot, "Kagak deh. Gue jalan kaki aja. Abis ini mau jaga warnet soalnya. Kelamaan kalo naik motor butut nya dia." Arga meradang, "Enak aja lu kata-katain motor gue. Gitu-gitu mesinnya masih bandel. Casing nya aja jadul, dalemnya joss." "Lha kan tadi elu sendiri yang bilang kalo motor lu butut. Malah protesin gue ni anak." "Dah, sudah. Dengerin kalian saling adu mulut gitu, gue jadi mules haha." "Bi, Ga, gue balik ke kos duluan yak. Takut telat gue. Bye. " pamit Shinta langsung buru-buru pamit pada Ribi dan Arga. "Kenapa sih lu ga anter aja si Shinta? Kasian tau dia jalan kaki dari kampus ke kos 15 menit. Kalau lu antar kan bisa 5 menit sampai." protes Ribi saat Shinta sudah menghilang dari pandangan. "Biarin aja napa. Bukan anak kecil dia, udah mahasiswi ini. Kalau dia biasa jalan kaki, ya jalan kaki aja. " "Bodo' ah. Gue pamit ya mau balik pulang." kata Ribi kesal. Namun, pergelangan tangannya di tahan Arga. "Bi, kapan ada waktu kita jalan-jalan yuk." "Tar aja di WA, gue buru-buru." "Ya kali WA gue langsung dibalas. Biasanya bales besoknya, atau ga dibales-bales" sahut Arga sambil mencucu. "Yaa sorry, gue sibuk. Biasanya juga nyetirin nyokap. Di rumah yang bisa nyetir mobil kan gue doang. Adek gue di luar kota. Bokap di Kalimantan. Kan lu tau sendiri. " "Hari libur kek. Orang kantoran aj ada liburnya, masa lu kagak ada." "Hmm, Jumat deh. " "Sabtu aja ya. Temenin gue nyari kado." "Ya boleh. Buat Caca kan? Gampang." tanya Rubi. Arga mengangguk pelan, "Yaudah Ga, gue balik dulu. Bye." "Hati-hati Bi. " *** "Ma, mau kemana ini kita?" tanya Ribi pada Rita, mamanya yang saat ini sedang dalam mobil. "Ke TP (*Tunjungan Plaza) ya. " sahutnya sambil terus menatap ponsel. Mereka pun berada dalam keheningan. Ribi fokus menyetir, Rita tetap memainkan ponselnya. Begitu sampai parkiran TP 1, Rita menyimpan ponselnya ke dalam tas nya. "Mama ke butik langganan mama dulu ya. Kamu terserah mau kemana. Ini uang jajan." Rita menyerahkan uang seratus ribu pada putrinya. Ribi menerimanya. Mama nya pun keluar dari mobilnya, dan melangkah menuju pintu masuk TP. Ribi menatap punggung mamanya sambil menghela nafas, "Yasudahlah. Apa boleh buat." Deringan telfon Ribi berbunyi. Tertera Shinta yang menghubungi nya. "Yes? " Jawab Ribi. "Ngapain lu? " tanya nya. "Nemenin nyokap ni di TP." jawabnya. "Kenape? Lu dimana Shin? Masih di warnet? " "Masih lah. Gue lembur ni kayaknya. Gue butuh tambahan. Tapi bosen juga, disini ga ngapa-ngapain gue. Bocil (*bocah cilik) disini ga kelar-kelar main game nya." "Yaa sambil ngerjain skripshit aja Shin. Hehe. Lagian lu mau dibantu gue kagak mau, mau mandiri aja. " "Yaa gue masih mampu kok Bi, selagi belum kepepet gue ga mau pinjem lu." "Ya dah, terserah lu." "Bi, sorry ya gue tadi kesel sama lu, ngapain nyuruh Arga nganter gue?! Arga kan suka nya sama eluu, ngapain nyuruh anter gue balik? Lu sampai sekarang ga ada perasaan apa-apa sama dia, Bi?" "Gak tau ya. Ga ada kayaknya. Gue ga suka cowok playboy Shin. Lu kan tau. Dia lagi deketin Caca, terus gue, terus siapa lagi?!" jawab Ribi. "Yakin banget gue mantannya atau ceweknya atau selirnya banyak banget." "Lu trauma ya? Sama mas Faiz gimana kabar? Sampai sekarang ga tau rimba nya? " Ribi terdiam, dia hanya menggeleng, yang tentu saja tidak bisa dilihat Shinta. Namun, mata Ribi membelalak ketika melihat seseorang keluar dari pintu TP. "Mas Faiz.. " "Iya Bi. Lu tau dimana mas Faiz? " "Depan mata gue.. " "Hah???" "Sorry gue tutup dulu Shin. " Ribi pun mematikan telfon Shinta. Ia pun membuka pintu mobil dan berlari ke arah seseorang yang ia sangat tunggu kabarnya. "Mas Faiz!" Seseorang yang bernama Faiz menoleh, "Ribi? Ngapain kamu disini? " ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN