Kenapa wajahnya Reynand jadi datar seeperti itu ya? Hmm apa mungkin dia ada masalah atau ada sebuah pesan masuk yang membuatnya seperti itu. Tidak mungkinkan jika dia cemburu padaku dan pria yang berada disebelahku?
"Kenalin dong cewek itu sama kita." Felli terkekeh pelan sambil melirik ke arah Reynand yang masih terlihat bete.
Kak Revin mengangguk lalu memeluk pinggangku dengan posesif. Felli memang sudah akrab dengan kak Revin, bahkan kedua kakakku menganggap Felli dan Siska sudah seperti adiknya sendiri.
"Kenalin dek, mereka temen gue semua. Dan kenalin nih bro, dia adek kandung gue satu-satunya." perkenalan singkat dari mulut kak Revin mampu membuat Reynand mendongakan kepalanya, dia menatap aku dan kakakku secara bergantian sambil mengerutkan kening.
Seketika itu juga, tawa nyaring terdengar dari Felli, seolah-olah ekspresi Reynand begitu lucu baginya. Setelah diberi tatapan tajam oleh sang pemilik ekspresi itu, barulah Felli menghentikan tawanya, dia segera berlari ke sofa kosong yang berada tepat disebelah Alvin, menyembunyikan wajah ditangan besar milik kekasihnya seolah-olah meminta bantuan karena akan diterkam oleh aku dan Reynand.
Aku kembali duduk disebelah Reynand, makanan yang ku pesan sudah datang, aku langsung memakan french fries yang berada di hadapanku.
"Awas lo, Fell!" gertakku, dan melempar Felli dengan satu potong french fries, Felli malah tertawa kembali yang membuat aku sebal.
Aku menatap Reynand yang masih menunjukkan wajah datarnya, berarti memang benar Reynand berwajah datar bukan karena ku.
"Duduk lo, mau berdiri aja Vin." Reynand berkata sambil menatap kakakku, kak Revin bersalaman dulu kepada yang lain, bertos ria ala pria. Kak Revin juga mengulurkan tangan pada Reynand dan disambut dengan baik olehnya. Lalu kak Revin duduk di samping kiriku, sementara disamping kananku ada Reynand. Mereka berbincang-bincang layaknya seperti orang yang sudah kenal lama, bahkan tak henti-henti kakakku menggoda Reynand yang memojokkan bahwa tadi ia cemburu. Pembahasan mereka begitu merugikan aku sebenarnya, tetapi aku hanya bisa menjadi penonton sambil memakan cemilan dengan khidmat, layaknya sedang menonton sebuah film di bioskop.
"Dek tangan lo kenapa?" tanya kak Revin, setelah dia bosan memojokkan Reynand.
Baru nyadar ternyata kalau adeknya luka.
"Diganggu makhluk halus" jawabku tanpa melihatnya sedikitpun.
"s****n tuh makhluk! Gue kan udah bilang lo kemana-mana harus pake Boddyguard. Sekarang mau ya? Bawahan kakak atau ayah juga pasti mau jagain kamu." saran kak Revin. Sebelum menjawab aku menghela nafas panjang, kedua kakakku akan selalu seperti ini jika bertemu. Mungkin aku adalah anak bungsu dan wanita satu-satunya di keluarga Ardiaz, jadi mereka selalu memanjakanku.
"Kak, jangan mulai deh. Kalau gue pake Boddyguard, gue bakalan marah sama lo. Dikira gue anak presiden atau anak kerajaan apa!" kesal ku.
"Ya sudah, lo bebas dari Boddyguard, tapi mulai malam ini lo tinggal sama gue. Gak ada penolakan, gimana?" aku mengerucutkan bibirku kesal, dasar kakak posesif.
"Tapi lo harus janji, gak tugas malem-malem ya." aku menyanggupi saja untuk tinggal dirumah kakak keduaku. Jujur saja, aku tak ingin kak Revin tugas malam-malam karena aku tak suka tinggal dirumah sendirian apalagi rumah dia terbilang besar, pasti banyak makhluk halus yang berkeliaran.
"Kalau itu gue gak bisa janji, tapi gue bakalan usahakan." aku mengangguk malas, bisa panjang percakapan ini kalau aku kembali berbicara.
"Oh jadi ini dek, cowok yang lo ceritain sama gue. Reynand tuh sahabat gue tau," tanyanya, aku menatap french fries di tanganku yang belum masuk ke dalam mulut.
Ya Tuhan, tenggelamkan aku sekarang, mau ditaruh dimana mukaku, sumpah aku malu sekali. Bahkan Reynand dan yang lainnya sudah tertawa penuh arti sambil melirik ke arahku.
Aku manatap tajam ke arah kak Revin tetapi dia malah memasang wajah iseng andalannya. Rasa-rasanya gue pengen bunuh dia nanti!
"Cie... yang ceritain aku, cerita apa aja?" tanyanya
Sial! Revino s****n. Aku merutuki kebodohannya, kenapa dia bisa berbicara seperti itu didepan orangnya sih!
"Emm anu, itu a..aku cuman bicarain masalah aku yang nyentuh kamu makhluk halus langsung hilang," jawabku tergugup-gugup. Padahal aku bercerita pada kak Revin kalau aku tertarik pada Reynand. Ah semoga saja yang ini tak dia bocorkan.
Hmm lebih baik aku bercerita ini kepada kak Revan saja. mulut kak Revan lebih beres di banding dengan mulutnya ka Revin.
"Serius cuman itu aja nih?" Reynand kembali melontarkan pertanyaan. Aku hanya bisa tersenyum lalu menggaruk tengkukku yang tak gatal sama sekali. Canggung, malu, kesal, salah tingkah bercampur jadi satu.
Sedikit tentang keluargaku. Revano adalah kakak pertama ku dia berprofesi sebagai tentara AD sama seperti ayahku, sedangkan Revino kakak keduaku yang usianya hanya beda dua tahun saja dengan kak Revan berprofesi sebagai polisi. Aku juga baru tahu kalau kakakku berteman dengan Reynand, mungkin mereka adalah rekan kerja. Selama ini aku tinggal di appartemen milik ka Revan, dan hanya teman kak Revan saja yang aku tahu.
Sebenarnya kak Revin sering kali membujukku agar aku tinggal di rumahnya. Namun aku selalu menolak, aku selalu bilang bahwa aku ingin mandiri saja. Namun kali ini rupanya aku akan menyerah dan lebih baik tinggal di rumah kak Revan, aku takut kalau hantu Jepang itu kembali muncul dan benar-benar mengakhiri hidupku dengan cara tragis. Aku masih waras, tak ingin mati konyol seperti itu.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Bahkan cemilan dan minuman yang ada di atas meja pun sudah habis tak tersisa, kami keasyikan mengobrol hingga tidak ingat waktu.
"Pulang yuk, aku anterin." Reynand menawarkan aku untuk pulang bersamanya.
Aku menggeleng pelan, "Aku bareng kak Revin aja Rey, kan satu tujuan."
"Bener dek, lo sama Reynand aja gapapa, gue bawa motor soalnya." kak Revin menyela.
"Kak adek gapapa kok naik motor."
"Gak bisa! Nanti lo masuk angin, mana gak bawa jaket lagi, lebih aman didalam Mobil."
Aku menghela nafas pelan, dua orang memaksaku dan aku tidak ada pilihan lain. Lagipula aku sangat pusing akibat darah yang keluar banyak dan juga pengaruh obat bius.
"Bentar ya, bayar dulu." Reynand langsung berjalan cepat ke arah kasir lalu membayar semua makanan kita. Baik sekali dia, hehe.
"Yuk," ajaknya. Aku mengangguk lalu mulai beranjak di ikuti oleh semuanya.
Aku berjalan ke parkiran sambil menggandeng lengan Felli. Hingga memastikan jika Felli, benar-benar masuk ke mobil yang di kendarai oleh Alvin.
"Alvin, jaga Felli ya. Awas kalau di apa-apain gue beneran bakalan buang lo ke segitiga bermuda." Ujarku menatap Alvin yang sudah duduk dikursi kemudinya.
Alvin tertawa. "Iya siap ibu Negara, gue janji gak macem-macem. Cuman satu macem kok," canda Alvin. Lalu dia segera menstater mobilnya dan berlalu pergi begitu saja tanpa berniat ingin mendengarkan sumpah serapahku padanya.
Kita terpisah dengan kendaraan masing-masing dan pulang ke rumah masing-masing. Aku dan Reynand didalam mobil, sedangkan kak Revin persis berada di depanku mengendarai motor sport nya. Kakakku yang satu ini memang pecinta motor, dia sangat jarang membawa mobil kalau tak sedang hujan dan acara.
Suasana mobil berubah menjadi canggung, ini kali kedua aku semobil dengannya, biasanya Reynand akan bercerita apapun agar suasana tak hening, tetapi sekarang tidak.
"Rey," panggilku, aku sudah tak tahan dengan keheningan didalam mobil ini.
Reynand menatap ke arahku sekilas, "Kenapa?"
"Makasih ya untuk malam ini," aku berucap dengan tulus.
Dia bergerak, tangannya menggenggam sebelah lenganku. Jemari tangannya masuk kedalam jari-jari tanganku. Perlakuannya membuat aku menegang, "Aku yang harusnya yang terimakasih sama kamu, karena kamu hidup aku jadi berwarna."
"Ma..maksud kamu?" aku bertanya gugup, tetapi dia hanya tersenyum saja tanpa berniat ingin menjawabnya.
Hmm kenapa Reynand berbicara seperti itu sih, jantungku sudah berdebar kencang apalagi saat dia menggenggam erat tanganku, seperti sekarang ini.
*
Akhirnya setelah menempuh waktu kurang lebih dua puluh menit, kita sampai juga di rumah ka Revin.
"Rey thanks ya, udah anterin adek gue."
"Slow bro,"
"Masuk dulu yuk. Kita ngopi sambil ps, sekalian lo nginep. Udah lama juga kan gak nginep," ajak kakakku pada Reynand. Apa menginap? Wah kakakku memang the best, aku bisa dekat terus dengan Reynand, eh.
Reynand seperti tengah berpikir, namun perkataan kak Revin selanjutnya membuat dia mau tak mau harua mengikutinya.
"Udah ayo gak usah banyak mikir, adek gue gapapa. Lagian kan ada gue, gue restuin kalian berdua kok." ujar kak Revan lalu menarik tangan Reynand, aku yang mendengar itu membulatkan mata, tentu saja aku juga malu.
Reynand menekan tombol di kunci sehingga otomatis mobilnya terkunci, mereka malah meninggalkanku. Huh dasar, aku di tinggal sendiri. Aku pun mengikuti mereka berdua untuk masuk ke dalam rumah.
Rumah sederhana yang ia beli, hanya satu lantai namun sangat nyaman. Halaman depannya cukup luas ada taman bunga, di belakang halamannya terdapat kolam renang, kolam ikan dan pohon buah-buahan seperti pohon jeruk dan mangga, aku pernah melihat ada juga tempat khusus gym didekat kolam renang.
Rumahnya bergaya modern, dengan banyak kaca yang mendominasi. Bagasinya cukup besar muat untuk tiga mobil dan beberapa motor. Aku pernah kesini hanya sekali itupun dulu saat kak Revin baru saja pindah. Rumah ini hanya ada ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, empat kamar tidur dan ruang fitnes, menurutku ini sangatlah nyaman.