8. Hantu Jepang

1342 Kata
Akhirnya masalah tentang Putri sudah dapat di atasi, jasadnya sudah di kuburkan dengan layak. Untunglah keluarganya juga sudah menerima dengan lapang d**a, namun pelaku korban masih tahap pencarian. Semoga para penjahat itu cepat ditemukan. Aku juga telah memberi tahukan pesan terakhir dari Putri untuk orang tuanya dan mereka begitu sedih dan terlihat sangat terpukul dengan kepergian Putri. Semoga saja pelaku pembunuhan secepatnya tertangkap. Jujur saja, aku tidak tahu para penjahat itu sedang berada dimana, padahal aku sudah mencoba mencari tahu dengan kemampuanku. Mungkin di luar kota? Atau kabur ke luar Negeri jika mereka mempunyai banyak uang? Reynand beberapa kali mengucapkan kata terimakasih. Bahkan nanti malam dia mengajakku makan disebuah restoran yang tidak jauh dari rumah sakit, awalnya aku menolak karna ini terlalu berlebihan. Namun Reynand bersih kukuh untuk acara yang ia gelar itu. Akhirnya aku mengiyakan ajakannya saja. Ya hitung-hitung tambah dekat sih. Hehe becanda, eh. *** Selalu begini, setiap pulang kerja malam, aku harus melewati sebuah lorong yang gelap sendirian untuk sampai ke lobby rumah sakit. Felli dan Siska sudah pulang duluan sejak satu jam yang lalu, tidak menungguiku karena katanya mereka ada urusan. Siska ada acara keluarga sedangkan Felli katanya akan jalan dengan pacarnya. Harusnya aku sudah pulang sejak jam dua siang, tetapi karena ada pasien gawat darurat jadilah aku harus tinggal dirumah sakit lebih lama lagi. Setelah melakukan operasi, aku harus mengecek pasien terlebih dulu, jadi pulang lebih telat. Aku sebenarnya tidak suka lewat lorong ini, tapi apa boleh buat, aku tidak dapat menaiki lift hanya seorang diri, makhluk halus lebih banyak disana. "Hati-hati ya, Reyna!" seru temanku dokter Fano yang berjalan berbeda arah denganku, dia memberi lambaian tangan dan aku membalasnya. "Iya dok," jawabku singkat sambil tersenyum kecil. "Uuh, dingin sekali," keluhku ketika aku tepat berada dilorong bagian depan. Aku mencoba untuk memberanikan diri dengan cara menarik napas dalam-dalam dan langsung berlari tak memikirkan apapun yang terjadi. Isi tas selempangku bercampur jadi satu seperti perutku ketika makan pedas, suaranya tidak keruan sehingga membuat kebisingan dilorong ini. Suara tasku memecahkan kesunyian untuk saat ini. Kenapa dulu aku ingin sekali jadi dokter sih? Sudah jelas rumah sakit adalah tempatnya para arwah yang bergentayangan. Lampu menyala dengan temaram, membuat suasana menjadi lebih mencekam. Hanya sekitar satu dua lampu yang hidup terang itupun agak berjauhan dan sisanya hanya menampakkan sinar remang-remang tidak jelas. "Huh, mau bagaimana lagi coba? Lagi pun ini masih belum terlalu malam, mungkin aku bisa berjalan dengan santai sejenak," renungku dalam hati sambil memeluk handphone dengan erat. Tanganku sudah mengeluarkan keringat dingin. Aku sudah dapat merasakan aura mistis dibelakang, aku yakin jika aku melirik ke arah belakang pasti akan sangat banyak sekali arwah yang bergentayangan. Dan sialnya tidak ada satu orangpun yang lewat kecuali aku sekarang. Kemana orang-orang? Aku bersenandung pelan untuk menghibur diriku sendiri, "kenapa lorong ini menjadi sangat panjang sih!" gerutuku dalam hati. Aku memilih menyanyikan lagu Jepang, lagu favoritku setelah Korea guna mengusir ketakutan yang dirasakan, hanya sekedar mengangguk-anggukan kepala seirama dengan lagu yang berputar di otak. Langkahku terhenti ketika aku melihat sesosok bayangan hitam berdiri di ujung lorong ini. "Mau apa dia?" tanyaku dalam hati. Bayangan tersebut semakin jelas di pengelihatanku, memperlihatkan sesosok wanita dengan jubah berwarna hitam sempurna menutup sebagian wajahnya. Mulutnya tertutup oleh masker. Tangannya memperlihatkan sederet luka sayat dan pisau karatan berada di genggamannya. Apa dia penjahat? Atau pasien yang ingin berobat, mengobati lukanya? Masa sih? Kalau dia pasien mungkin sedang berada di IGD. Tak mungkin sampai kesini. "Siapa kamu?!" tanyaku sedikit berteriak. "Aku?" ulangnya dengan nada serak yang begitu aneh. "Iya kamu? Hei! Jawab pertanyaanku!" aku kembali melontarkan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu aku tanyakan. Dia semakin berjalan mendekat ke arahku. "Aku akan menjawab pertanyaanmu setelah kau menjawab pertanyaanku," ia memberi syarat. "Apakah aku terlihat cantik?" tanyanya yang membuat aku kebingungan. Ini manusia atau bukan sih? Hmm atau malah penyihir jahat yang ada didalam film. Kalaupun iya seharusnya dia bertanya pada cermin ajaibnya saja dan bukan padaku. "Hmmm," aku merenung sejenak dalam pikiranku. "Yah tentu saja, semua wanita di dunia ini cantik, termasuk kamu!" jawabku dengan lantang. Wanita tersebut tertawa pelan, kemudian melepaskan masker yang membalut mulutnya sedari tadi. "Bahkan jika kau melihat diriku seperti ini?" tanyanya lagi. Oh tidak! Hancur sudah. Dia adalah Kuchisake Onna. Legenda hantu wanita Jepang dengan mulut robek yang menganga lebar, dan aku baru saja menjawab pertanyaannya. Sebaiknya aku harus segera pergi dari sini dan menyelamatkan nyawaku sebelum terjadi sesuatu yang akan membuatku celaka. Karena tidak kuat melihat wajah hantu wanita yang ada di hadapanku, aku menutup mulut sambil menangis. Perlahan tapi pasti, aku melangkahkan kakiku mundur. Betapa terkejutnya aku ketika tubuhku terasa seperti membentur seseorang. Aku langsung berbalik melihat keadaan. Kuchisake Onna! Hantu wanita itu berteleportasi ke belakang tubuhku dengan sangat cepat. Aku memilih untuk menahan jeritanku karena tidak ingin orang-orang menganggap aneh. Konon katanya dia akan merobek mulut siapapun yang menganggap dirinya cantik. Apapun yang ditanyakan hantu itu, jangan pernah menjawabnya. Tapi..tapi, bagaimana ini? Aku sudah telanjur menjawab pertanyaannya tadi. Oh Tuhan, tolong ampuni semua dosaku sebelum aku menjemput ajalku sendiri disini. Hantu itu akan terus menerus mengajukan pertanyaan sampai korbannya itu merengut nyawa. "Ayo, jawab pertanyaanku!" pintanya. Aku melirik kesana kemari mencoba mencari keadaan siapapun itu. s**l tidak ada orang disini! "Jujur saja, hantu sepertimu harusnya pergi dari dunia ini dan hiduplah tenang di alam akhirat sana! Siapa yang akan mengatakan dirimu cantik? Manusia-manusia seperti aku pasti akan berbohong jika bertemu denganmu, mungkin termasuk aku! Sekarang aku akan jujur, KAMU JELEK JIKA SEPERTI ITU! BAHKAN SANGAT JELEK DAN HANCUR! PERGI DARI SINI!" Apa yang sudah aku ucapkan? Bodoh! Harusnya aku menjerit saja, namun siapa yang akan mendengarnya dilorong sepi seperti ini. “Apa aku terlihat cantik jika seperti ini?” tanya hantu itu lagi. Ah dia hantu atau bukan sih?! "Aku sudah bilang, kamu sangatlah jelek!" aku menjerit, memasrahkan semua yang aku miliki. Mataku menangkap kalau hantu itu melaju dengan cepat ke arahku dan mencoba mengayunkan senjatanya ke arah wajahku. aku menutupi wajah sehingga pisau karatan itu mengenai tanganku. Lukanya cukup lebar tapi itu tidak begitu penting sekarang. Yang penting, bagaimana caraku bisa lepas dari makhluk s****n ini! Menangis, hanya itu yang dapat kulakukan . Aku merutuki nasib s**l hari ini. Aku hanya menyanyikan lagu Jepang kenapa malah ada hantu Jepang disini. Seakan-akan begitu direncanakan! "Reyna, lo kenapa?" Huftt, Ya Allah. Syukurlah Itu adalah suara Arka. Aku melepaskan tangan dari mataku. Dan ternyata hantu itu sudah pergi. Terimakasih Arka. Kali ini kamu telah menyelamatkan nyawaku dari hantu si buruk rupa itu. "Gue gapapa. Makasih ya!" jawabku sedikit berteriak karena jarak aku dan Arka lumayan jauh, dia berada di ujung lorong, dan aku ditengah. Arka terlihat mengernyitkan kening bingung. Hmm dia melihat hantu itu gak ya? Aku segera berlari menyusuri lorong rumah sakit dan setelah berada didepan rumah sakit. Aku baru bisa menghebuskan nafas dengan lega, aku melirik ke arah belakang kiri dan kanan. Syukurlah hantu itu sudah benar-benar pergi. Aku melupakan luka ditanganku, ya saat ini aku hanya ingin bertemu dengan Reynand. Hanya dengannya saja aku akan merasa tenang dan aman. Aku menunggu taksi didepan karena Reynand sudah berada di restoran tempat kita akan bertemu. Aku sengaja tidak ingin dijemput atau berangkat bersama karena aku tidak ingin Reynand menunggu lama. Pasien gawat darurat selalu ada saja setiap harinya. "Reyna, tungguin! Gue anterin lo pulang." Sial. Ini rupanya lebih dari sekedar hantu, yang beteriak barusan adalah Arka, meskipun dia telah menolongku bukan berarti aku ingin pulang bersamanya. Arka pasti akan memintaku menjadi pacarnya kembali, aku yakin itu! Arka tidak akan pernah berhenti untuk mengutarakan perasaannya padaku meskipun sudah ditolak beberapa kali. Aku segera masuk kedalam taksi tanpa berniat menjawab perkataan Arka, setelah itu segera menunjukkan tempat yang akan kutuju pada supir taksi. Sepanjangan perjalanan, aku terus saja memejamkan mata. Hatiku rasanya masih tak karuan, bahkan aku membiarkan tanganku hanya ditutupi dengan kain kasa yang aku dapatkan dari supir taksi yang berbaik hati memberikan itu, harusnya sih aku mengobati ini dulu tadi di rumah sakit. Hmm tapi aku takut!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN