Vei turun dari motornya dan menatap rumah di hadapan. Rumah itu tampak sederhana tak jauh beda dengan rumahnya. Vei memeriksa kembali layar ponselnya memastikan lokasi itu benar rumah gama sesuai share lok yang Gama kirim. Mungkin ia sudah gila sampai-sampai mendatangi rumah Gama hanya untuk foto itu tapi, jika tidak, pasti tak mungkin Gama akan mengembalikannya. Yakin itu adalah rumah Gama, Vei mengetuk pintu dengan keras dan tak sabaran seperti seorang penagih hutang. Tak butuh waktu lama pintu bercat coklat tua itu pun terbuka menampilkan Gama yang menyambut Vei dengan senyuman manis. “Suatu kehormatan wanita yang kusukai datang ke gubuk kecil ini. Mari, silakan masuk, Tuan putri.” Gama mempersilakan Vei masuk ke dalam rumah seperti seorang pelayan. Senyuman terus merekah denga