2. Gara-gara Insiden di Pantai

1003 Kata
Vei terus menggerutu. Ia berjalan ke kamarnya dan mengutak-atik ponselnya khawatir Gama melakukan sesuatu dengan ponsel barunya itu. Ponselnya tak dilengkapi password membuat siapapun bisa mengaksesnya dengan mudah. Tiba-tiba mata Vei melebar saat melihat wajah Gama memenuhi isi galerinya. “Dasar gila!” umpat Vei seraya menghapus seluruh foto Gama dari galeri ponselnya. Pemuda itu mengambil fotonya sendiri dengan banyak gaya dan ekspresi yang mana kebanyakan foto selfie sok cool membuat Vei ingin muntah. Setelah memastikan ponselnya bersih dari foto-foto Gama, Vei menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang. Ia memijit kecil kepala karena kelakuan pemuda itu. Sudah satu Minggu terakhir Gama terus mengusiknya dan semua itu terjadi karena insiden kecil yang terjadi di antara mereka. Sekarang ia menyesal telah menyelamatkan nyawa pemuda itu. Jika tahu begini jadinya, harusnya ia membiarkan Gama tewas tenggelam hari itu. *** Gama menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dirinya baru tiba di rumahnya setelah dari rumah Vei sebelumnya. Menggeser layar, terpampanglah wajah Vei yang dijadikannya wallpaper. Foto yang dicurinya dari ponsel Vei sebelumnya. Ternyata Vei bukan orang narsis yang memenuhi galerinya dengan foto selfienya sendiri. Gama hanya menemukan dua foto Vei pada galeri. Gama menjatuhkan ponselnya di atas dadanya dan menatap langit-langit kamar. Rasanya ia bisa membayangkan apa yang Vei lakukan sekarang. Mungkin wanita itu masih memaki dirinya yang telah memenuhi isi galerinya dengan wajah tampannya. Tanpa melunturkan senyumnya, Gama mengirim pesan pada Vei. [Galerimu hampir dipenuhi sarang laba-laba jadi aku mengisinya dengan wajah tampanku. Sekarang kau bisa memandangi wajahku setiap saat.] Tawa kecil Gama terukir. Namun, hanya sesaat karena pesannya tak juga menunjukkan centang dua. “Ck, diblokir, lagi?” gumam Gama. Namun, bukan Gama namanya jika harus menyerah. Ia punya beberapa nomor telepon untuk kembali menghubungi Vei nanti. Gama menjatuhkan ponselnya di sisi tubuhnya kemudian menyatukan kedua tangan di bawah kepalan sebagai bantal. Tiba-tiba ia teringat ucapan Vei yang mengatakan bahwa dirinya adalah janda. Rasanya ia tak percaya meski di zaman sekarang nikah muda dan cerai muda sudah marak terjadi. Tapi, jika memang Vei janda, itu bukan masalah. Yang berstatus perawan saja sudah rasa janda, kenapa ia harus keberatan jika Vei janda? Gama memejamkan mata saat mengingat insiden yang terjadi antara dirinya dan Vei hingga membuatnya tergila-gila pada wanita itu. Semua itu berawal saat dirinya merayakan hari kelulusan dengan pergi ke pantai bersama teman-temannya. Namun, karena kecerobohannya dirinya hampir tenggelam saat memutuskan berenang sendirian. Di saat itu lah Vei datang, berlari menyelamatkannya dan menarik tubuhnya ke bibir pantai. Saat itu dirinya hampir kehilangan kesadaran. Namun, samar-samar ia masih ingat wajah Vei yang begitu panik setelah berhasil menarik tubuhnya ke darat. 'Bertahan lah! Bertahan lah!' Adalah kata yang terus Vei ucapkan sembari memberinya pertolongan dan menunggu bantuan datang. Gama membuka mata. Meski kejadian itu sudah terjadi beberapa Minggu yang lalu, dirinya masih mengingatnya dengan jelas. Saat menyadari akan tenggelam, ia kira ia akan mati. Tapi, tiba-tiba sebuah tangan menariknya seakan mengangkatnya dari garis kematian. Sejak hari itu dirinya tak bisa melupakan Vei terlebih teman-temannya memiliki rekaman saat Vei berusaha menyelamatkan nyawanya hingga akhirnya dibawa ke klinik terdekat. Beberapa waktu setelah itu, ia mencari tahu siapa Vei dan akhirnya mendapatkan informasi tentangnya. Sejak hari itu lah dirinya terus mencari perhatian Vei dan baru hari ini menunjukkan batang hidungnya secara langsung. Ia kira akan mudah mendekati wanita itu dengan wajah tampan yang ia miliki. Tapi, ia salah. Vei berbeda dengan para gadis di sekolah yang selalu mengejarnya juga tante-tante dekat rumah yang juga selalu merayunya. Namun, karena itu lah dirinya semakin yakin bahwa Vei adalah cinta sejati yang harus ia miliki. “Veisyaqina Dinara.” Gama menggumamkan nama Vei untuk kesekian kalinya yang menjadi penghantar tidurnya setiap malam. Keesokan harinya, Gama bangun di waktu yang masih sangat pagi. Dirinya sudah mencari tahu semua tentang Vei dan hari ini adalah jadwalnya jogging di lapangan tak jauh dari rumah wanita itu. Setelah bersiap dengan celana training dan kaos oblong warna putih ditambah handuk yang tersampir di leher, Gama bersiap berangkat menemui Vei sang pujaan hati. Di sisi lain,Vei terlihat jogging mengelilingi lapangan yang berjarak hanya setengah kilo meter dari rumah. Lapangan itu selalu ramai di hari Minggu diisi orang-orang yang juga ingin jogging atau hanya sekedar nongkrong. “Vei! Vei!” Vei menghentikan larinya dan berjalan di tempat saat mendengar seseorang memanggil. Ia menoleh dan mendapati seorang pria berlari ke arahnya. “Ternyata benar ini kau,” ucap pria itu setelah berhadapan dengan Vei. “Pak Willy? Apa yang anda lakukan di sini?” tanya Vei dengan dahi berkerut. Pasalnya, yang ia tahu rumah manajernya itu jauh dari sana. “Sama sepertimu, aku juga olahraga,” jawab pria bernama lengkap Willy Praja tersebut. Dirinya merupakan manajer di tempat Vei bekerja dan sudah jadi rahasia umum jika dirinya tertarik pada Vei. Vei tersenyum kaku. Alasan yang sangat tidak masuk akal, pikirnya. Pria itu bisa jogging di dekat rumahnya jika niatnya memang olahraga. “Kau sendirian? Bagaimana jika aku temani? Sekalian kita bisa saling mengobrol,” ucap Willy yang tak melunturkan senyumnya. “Maaf, Pak, sebenarnya aku sudah selesai dan mau pulang. Kalau begitu aku duluan, Pak,” ucap Vei untuk melarikan diri. Ia tahu jika Willy menyukainya tapi sayangnya, dirinya sama sekali tak menyukai pria itu. Dirinya bahkan risih saat Willy terus saja mencari alasan agar memperbanyak obrolan dengannya. “Hei, Vei, tunggu! Tunggu dulu!” Willy mengejar Vei dan menyamakan langkah. “Keringatmu banyak sekali, apa kau haus? Aku bawa minum. Ini minum lah,” tawarnya dengan menyodorkan sebotol minuman pada Vei. Vei melirik botol di tangan Willy sekilas dan menolaknya. “Maaf, Pak. Aku belum haus. Terima kasih. Ah!” Vei memekik tepat setelah menyelesaikan kata terakhir. Dirinya hampir jatuh saat kakinya tersandung. Namun, sebuah tangan menahannya membuatnya gagal mendarat di tanah dengan rasa sakit dan malu di saat bersamaan. “Lihat lah depan saat kau jalan.” Vei membuka matanya yang terpejam karena terkejut akan jatuh sebelumnya. Kemudian ia mendongak dan mendapati wajah Gama begitu dekat. “Kau!” Ia sempat mengira bahwa Willy yang menahan tubuhnya tapi, ia salah. Bagaimana bisa Gama yang menyelamatkannya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN