Setelah kelas terakhir, Feeya bersiap untuk menelepon Revan. Tapi, baru saja dia hendak menekan nomor suaminya itu, ponselnya sudah lebih dulu berdering dengan nama Revan di layarnya. “Tepat waktu!” kekehnya seraya cepat menggeser tombol hijau di layar ponselnya. “Mas–” “Aku sudah di depan, Sayang!” sahut Revan sebelum Feeya menjawabnya. Feeya termangu sejenak, suara Revan terdengar sedikit bergetar. “Aku ke situ!” sahut Feeya tanpa mematikan ponsel. “Mas, kamu kenapa?” tanya Feeya sambil matanya melihat sekeliling, suasana kampus tampak sudah mulai lengang. Revan menarik nafas panjang. “Tak apa, aku hanya mencemaskan kamu, Sayang!” sahutnya dengan suara lebih tenang. “Heum? Cemas sama aku?” ulang Feeya heran, sejak kemarin tingkah laku Revan terlihat agak aneh dan gampang panik.