"Kehidupanmu bukan hanya perihal cinta yang hanya di dapat dari seorang pasangan. Banyak orang lain yang sayang kepadamu, jadi manfaatkanlah mereka."
***
Keynara tipikal orang yang sulit menyimpan perasaan untuk orang lain dalam jangan waktu yang lama. Kalau ada orang yang Keynara pertahankan dalam waktu yang lama, itu artinya Keynara serius. Dia akan mempertahankan perasaan itu selama itu membuatnya nyaman. Dan kali ini Revan, orang yang beberapa tahun belakang belum ada yang menggeser nama itu di hatinya.
Ada di mana seseorang itu begitu menginginkan satu orang tapi sayang orang itu tidak menginginkannya kembali. Pilihannya hanya dua berjuang atau mundur. Kalau menurut Keynara dia akan berjuang kalau dia belum merasa sangat lelah dan dia akan berhenti saat dirinya lelah. Karena ya, percuma kalau kamu masih berharap tapi kamu mundur pasti nanti akan ada saatnya kamu bakal milih maju lagi. Jadi, Keynara akan berhenti saat dirinya sudah sangat lelah dan tidak memiliki harapan untuk berjuang lagi.
"Heyooo ... Bengong aja lo kebiasaan," ucap Vira yang tiba-tiba menghampiri dirinya dan menganggetkan pundak Keynara.
"Astaga lo tuh, ya kebiasaan banget nganggetin orang kalau kebetulan malaikat maut lewat gimana."
"Ya permisi," saut Vano yang baru datang. Vira tertawa mendengar sautan Vano yang tiba-tiba. Sedangkan Keynara hanya memutar bola matanya malas.
Vira lalu beralih ke meja kerjanya. "Kenapa sih akhir-akhir ini bengong mulu? Ditinggal bokap lu kerja di luar kota udah kangen?"
"Ya enggak lah udah biasa juga Papa kerja ke luar kota."
"Urusan cinta itu pasti, Pir," saut Vano lagi.
"Dih sotoy lo jangan kebiasaan sotoy deh."
"Muka lo gampang banget di tebak."
"Hilih. Dahlah udah jam gue ngajar," ucap Keynara membawa buku-buku di tangannya.
Padahal, Keynara dulu tidak pernah berfikir akan menjadi seorang guru. Keynara sangat anti untuk menjadi seorang guru tapi entah kenapa dia malah terjun menjadi guru. Guru anak-anak pula. Astaga padahal dulu dia sering banget julid sama guru. Tapi, semoga saja jangan ada karma.
.....
Keynara melihat mereka yang mengerjakan tugas dengan serius membuat Keynara tersenyum, lucu kali ya kalau dia melihat anak-anaknya nanti dia yang ajarkan. Ah, mengingat Hal itu kenapa ada rasa ingin segera memiliki anak. Tapi, enggak-enggak dia mau fokus ke masa depannya dulu seperti keinginannya dulu.
"Bu Key ini gimana caranya?" tanya salah satu muridnya yang berjalan ke mejanya. Dia menyerahkan bukunya kepada Keynara untuk meminta jawaban.
"Ih, Kayla enggak boleh nanya tahu. Kamu curang," saut rekannya Rani.
"Aku enggak nanya jawabannya kok, aku cuma mau nanya caranya kamu denger enggak sih."
"Sama aja nanti kamu dikasih tahu caranya jadi tahu dong jawabannya."
"Iiiih ... Rani bilang aja kamu iri.
"Udah-udah biar adil Ibu jelasin di depan aja ya. Ada yang udah belum jawabannya? Kalau udah coba Ibu lihat caranya." Keynara menunggu ada muridnya yang bisa menjawab tapi mereka semua diam dan menggeleng.
"Yaudah kalau engga ada. Kayla duduk ya, nak biar Ibu jelasin sama-sama biar semuanya jelas."
"Huu dasar bilang aja kamu juga enggak bisa iri sama aku," ucap Kayla. Rani hanya mengerucutkan bibirnya kesal alisnya bertaut karena kesal dengan Kayla yang mengejeknya.
"Udah ya, Kayla duduk, nak biar Ibu jelaskan."
"Baik, bu." Keynara tersenyum, ruangan kelas hening saat Keynara akan menjelaskan sebuah soal yang mereka belum mengerti. Keynara mencari spidol papan tulisnya dulu setelah ketemu dia membaca soalnya tadi.
"Tadi yang enggak bisa nomor 5 ya?"
"Iya bu guru...."
"Oke Ibu jelasin ya." Keynara mulai membacakan soal yang mereka anggap tidak bisa, Keynara mulai membacakan kalimat perkalimat tersebut.
"Budi membeli sebuah permen coklat sebanyak 30 butir, lalu dia membuka bungkus permen coklat dan memakannya sebanyak 2 butir , kemudian temannya Reno datang dia menanyakan kepada Budi apa yang sedang di makannya. Lalu, Budi menjawab dia makan permen coklat. Budi melihat Reno yang sepertinya ingin coklat tersebut. Lalu, Budi pun memberikan 5 butir coklatnya kepada Reno. Berapakah sisa permen coklat Budi setelah dia tadi memakannya dua butir dan diberikannya kepada Reno Lima butir?" Semua murid mendengarkan Keynara dengan seksama tanpa ada gaduh-gaduh seperti tadi.
"Ibu kasih contoh lain ya. Kayla, Rani sini maju," panggil Keynara. Keynara memiliki trik sendiri untuk mengajar apabila salah satu dari anak muridnya ada yang berselisih.
"Kenapa maju, bu?" tanya Rani.
"Enggak papa makanya maju dulu nanti baru Ibu jelasin."
"Baik, bu," jawab mereka berdua. Lalu mereka berdua segera maju bersamaan.
"Ibu kasih contoh ya. Sekarang misalnya Ibu kasih pinjem nih pulpennya ke Rani. Ibu kasih ke Rani 5 pulpennya. Habis itu Rani pake pulpennya 1 terus tiba-tiba pulpen Kayla habis dia mau pinjam sama Rani. Rani kasih satu, sisa pulpen Rani yang belum di pakai ada berapa?"
"Maksudnya, Bu?" tanya Rani lagi. Keynara menjelaskan ulang lagi dengan pelan, menganti kalimatnya lagi. "Ini kan Ibu kasih pulpen 5 ke Rani. Rani anggep aja habis beli pulpen sama kayak Budi. Rani buat nulis ini pulpennya satu, karena Kayla pulpennya juga habis dia pinjem sama Rani terus Rani kasih ke Kayla satu."
"Aku enggak mau kasih ke Kayla bu," ucap Rani membuat Keynara menepuk jidatnya. Di luar ruangan Revan diam-diam memperhatikan Keynara yang sibuk mengajar. Awalnya dia ingin mengantarkan makanan, tapi dia melewati kelas di mana tempat Keynara mengajar.
"Kenapa?"
"Soalnya tadi Kaylanya gitu."
"Kan kalau berteman enggak boleh pelit, kalau Rani pelit nanti enggak punya temen loh," kata Keynara.
"Yaudah aku pinjemin ke Kayla," kata Rani menyodorkan pulpennya ke Kayla. Kayla mengucapkan terimakasih kepada Rani.
"Nah sekarang pulpen Rani tinggal berapa?" tanya Keynara. Rani menghitung pulpen yang ada di tangannya.
"Ada 4, bu."
"Yang ini Ibu ambil aja ya, Ibu anggep ini udah habis tadi Rani pake."
"Tapi, Rani belum make apa-apa masa udah abis, Bu."
"Misalkan aja kok, enggak beneran abis." Yaks, ketika Keynara mulai merasa kesal tapi dia menarik napasnya.
"Sabar, Key sabar. Orang sabar di sayang, Revan eh salah Allah. Astaga malah ngelantur 'kan lagi ngajar," batin Keynara.
"Oh gitu iya bu. Pulpen Rani jadi tinggal 3 dong, bu."
"Nah iya. Sekarang ada yang ngerti enggak ada berapa sisa permen Budi sekarang? Caranya sama kayak Rani yang ngasih Pulpen ke Kayla."
"Saya paham, bu." Alex mengacungkan tangannya. Padahal, Alex duduk di belakang sendiri tapi memang Alex yang sedikit lebih menonjol di kelas ini.
"Iya, Alex gimana, nak caranya?" tanya Keynara menunjuk Alex. "Sini maju aja jelasin ke temennya," suruh Keynara. Alex pun maju ke depan. Keynara memberikan spidol kepada Alex. Rani dan Kayla menyingkir agar Alex menuliskan di Papan tulis.
"Rani sama Kayla boleh duduk dulu ya sekarang."
"Baik, bu. Ini pulpennya." Rani menyerahkan pulpennya kepada Keynara. Lalu, mereka berdua duduk.
"Sudah, bu." Keynara melihat jawaban yang terpampang di Papan tulis.
"Nah jawaban Alex sudah benar. Jawabannya 23 ya. Terimakasih, Alex."
"Sama-sama, Bu." Alex menyerahkan spidolnya lalu duduk di bangkunya kembali.
"Sekarang Ibu jelasin dulu, ya biar kalian semua ngerti. Jadi, Budi ini 'kan awalnya pun permen coklat 30 lalu dia makan 2 butir jadi sisa permen Budi jadi tinggal 28 ya, anak-anak sampai sini paham?"
"Paham, Bu Guru...."
"Kalau paham Ibu lanjut ya, tadi sebelumnya 'kan permen sisa 28 nah Reno dateng, Budi kasih permennya ke Reno sebanyak 5 butir. Jadi, sisa permen sekarang 23 anak-anak. Sama 'kan jawabannya dengan punya Alex."
"Sama, Bu Guru. Nah ada yang enggak paham di sini?"
"Paham, Bu."
Bel sudah berbunyi waktu jam istirahat. Keynara juga sudah selesai dengan penjelasannya tadi.
"Sudah jam istirahat kalian boleh istirahat. Kita lanjut lagi habis istirahat ya...."
"Baik bu Guru...." Keynara membereskan buku dan tempat pensilnya lalu membawanya untuk ke kantor. Sampai di depan dia melihat Revan.
"Loh, Revan kami kok di sini?"
"Iya aku ngelihat kamu ngajar seru banget." Keynara jadi malu mengajar sambil dilihat oleh Revan.
"Kamu ngapain ke sini?" tanya Keynara mengalihkan kegugupannya.
"Aku tadinya mau nganterin makanan tapi pas ketemu Vira katanya lagi ngajar. Pas lewat eh ternyata kamu ngajar di sini."
"Oh gitu ngapain repot-repot segala ini mau langsung pulang atau gimana?"
"Kamu ngusir?"
"Bukan ngusir kalau misalnya masih mau ngobrol ya jangan di sini enggak enak dilihat orang."
"Oiya. Yaudah di depan tempat kamu ngajar 'kan ada tempat makan di sana aja gimana?"
"Tapi aku enggak bisa lama ya aku masih ngajar nanti."
"Iya, paham kok." Keynara mengangguk dia ke kantor dulu untuk meletakkan buku-bukunya. Revan menunggu di depan gerbang sekolah.
"Vir ada Revan aku mau ke tempat makan di depan gerbang itu ya. Nanti kalau ada yang nyari aku kamu telepon aja."
"Tumben ngapel jam kerja emang dia enggak kerja?"
"Enggak tahu aku. Dia juga enggak bilang tadi tahu-tahu dia di depan pintu kelas pas aku baru selesai ngajar."
"Oh lumayan lama berarti, tadi aku ketemu dia nanya kamu."
"Hah? Beneran? Wkwkw."
"Iya udah sana dia udah nungguin kamu tuh pasti."
"Eak ngapel jam kerja," ucap Vano yang tiba-tiba datang dengan membawa bukunya. Dia juga baru selesai mengajar sepertinya.
"Mana ada ngapel jam kerja orang cuma mau makan."
"Heleh sama aja," saut Vano. Keynara hanya tersenyum dan pergi menyusul Revan.
.....
"Lama banget naro buku aja," ucap Revan yang mendumal.
"Wkwkw iya-iya maaf. Biasalah cewe 'kan ngobrol dulu."
"Hm...." Mereka menyebrang untuk ke tempat makan tersebut. Revan menggandeng Keynara. Ada rasa hangat dan sakit juga sekaligus. Dia nyaman berada di dekatnya tapi orang yang disukainya itu terasa jauh.
Sampai di sana Revan memesan makan untuk mereka dan Keynara pun memesan makanannya. "Tadi kamu katanya nganter makanan?"
"Iya ini. Tapi buat kamu di rumah aja enggak basi kok."
"Apa emang?"
"Ya nanti kamu lihat aja sendiri."
"Yaudah aku makan ini aja 'kan kamu udah bawa makanannya."
"Enggak usah udah. Makan ini aja udah aku pesen juga." Makanan mereka datang. Mereka makan dalam keheningan setelah makan barulah mereka mengobrol ringan.
"Kamu tumben banget ke sini enggak ngabarin emang kamu enggak kerja?"
"Lagi enggak sih. Tadi berangkat cuma sebentar."
"Oh. Terus ngapain enggak ada kerjaan ke sini."
"Ya lagian kamu enggak di rumah aku mau ke sana enggak ada orang."
"Ya emang lagi di rumah Bunda jadi enggak di rumah."
"Kapan pulang?"
"Yaelah baru juga sehari di sana."
"Ya lama."
"Ya emang mau ngapain kalau mau main ya ke rumah aja. Perasaan kita kalau ketemu tinggal ketemu deh."
"Mana ada orang ketemu sebulan cuma dua kali."
"Wkwkw lagian mau ngapain setiap hari 'kan kita sama-sama sibuk juga."
"Ya seminggu sekali gitu."
"Enggak mau orang capek kerja ngapain seminggu sekali."
"Hmm...."
"Van gimana? Sampai kapan kita deket kalau emang pada akhirnya kita pisah?"
"Kamu maunya gimana? Kalau misal aku kenalin kamu maunya aku jawab udah ada apa belum?" Keynara tertawa mendengar penuturan bodoh Revan. Mana ada cewe yang bakal jawab iya kamu bilang aja enggak ada di mana posisi Keynara nyata.
"Ya terserah kamu. Kalau kamu jawab enggak ada yaudah berarti sekarang kita pisah."
"Wkwkw buru-buru banget." Nahkan Revan malah menjawabnya dengan santai padahal hati Keynara terasa sakit cuma dia tahan.
"Ya ngapain mempertahankan orang yang enggak bisa diajak satu tujuan? Cuma buang-buang waktu." Revan terdiam kata-kata Keynara tamparan tapi dia juga belum bisa memutuskan apa yang harus dia pilih.
"Yaudah kita jalanin dulu ya."
"Iya jawabnya juga selalu gitu jalanin-jalanin dan jalanin. Kamu pikir semakin jauh perasaan ini enggak bakal makin besar juga, Van kamu enggak mikir sampe sana?"
"Ya iya aku mikir tapi ini juga 'kan masih lama ngapain dipikir jauh-jauh."
"Dahlah, Van udah waktunya aku masuk kerja lagi. Aku males debat juga."
"Ya bukan gitu, aku juga bingung Key coba kalau kamu diposisi aku kamu bakal ngelakuin apa?"
"Ya aku bakal tegas. Kalau emang enggak ada niat aku bakal berhenti. Kalau niat ya lanjut kamu 'kan cowo kok nanya aku," ucap Keynara menggebu-gebu
"Kita bahas ini nanti lagi ya. Kamu mulai kerja aja lagi." Keynara kesal, lagi-lagi mengakhiri percakapan begitu saja.
"Yaudahlah tadi kamu mending enggak usah ke sini sekalian."
"Key...."
"Apa lagi."
"Aku minta maaf udah nyakitin kamu."
"Udah sering dan aku juga sering maafin 'kan jadi yaudah. Selesai." Keynara bangkit.
"Key ini makananya."
"Makasih maap ngerepotin. Hati-hati kalau pulang."
"Aku anter ya sampe depan gerbang."
"Gerbangnya cuma di depan mata."
"Ya enggak papa. 'Kan nyebrang takut kamu kenapa-kenapa."
"Emamg aku anak kecil." Revan hanya terkekeh dan bangkit mengantarkan Keynara menyebrang jalan. Keynara menolak di gandeng karena kecewa Revan bertemu hanya untuk memberikan luka dan Keynara kesal dengan itu.
"Dah gih ngajar lagi, Bu Guru," ucap Revan menggoda Keynara. Keynara hanya memutar bola matanya.
"Yaudah, Makasih aku ngajar dulu. Kamu pulangnya hati-hati."
"Iya. Kamu juga semangat."
"Hmm..." Keynara lalu masuk ke dalam membawa tas berisi makanan yang tadi di berikan Revan.
.....
Tbc ... Sampai bertemu Keynara besok lagi...