Liam berjalan berpaling dari Kayla, rasanya memang sudah biasa saja. Ia kemudian langsung meninggalkan kantor Kayla untuk segera melangsungkan fitting bajunya bersama calonnya. Menurut Liam, calon istrinya lebih dewasa dan hampir mendekati tipenya. Tidak ada kekurangan yang berarti di mata Liam, hanya rasa nyaman saat mengenal calon istrinya itu.
Sementara di sisi lain, Kayla masih mengatur hatinya agar tidak berantakan saat di tempat kerja. Salah sekali dia menemui Liam saat ini, namun mau tak mau karena ia tak ingin dianggap sebagai wanita lemah dan tidak memiliki pendirian. Biarlah kisah cintanya ini menjadi cerita nanti di saat ia memiliki anak kelak.
“Jangan melamun terus,” kata Risda yang memberikan dessert box yang ia pesan dari ojek online. Risda menjulurkan sendok ke tangan Kayla untuk segera memakan dessert box miliknya itu dari pada melamuni orang seperti Liam.
“Enggak worth it rasanya kalau lo malah ngelamunin laki modelan Liam, udah makan ini aja biar mood lo baik,” kata Risda sambil duduk kembali ke tempat duduknya sendiri. Sebelum meninggalkan Kayla ia pun tersenyum sejenak untuk menenangkan temannya yang sedang gundah gulana itu.
Kayla menatap dessert box yang ada dihadapannya dan berdoa dalam hati untuk diikhlaskan perasaannya terhadap Liam. Kayla tahu seharusnya ia tidak meletakkan banyak ekspektasi kepada Liam, mau bagaimana pun Liam belum resmi sebagai suami atau orang yang bisa Kayla letakkan beban di pundaknya. Akhirnya Kayla pun memakan dessert box itu sambil mengerjakan kembali pekerjaannya.
“Kalian ada yang bersedia ngambil job di luar kota dua bulan enggak? Bakalan kerja bareng kantor cabang sana, gue butuh dua orang. Akomodasi semuanya di tanggung sama kantor,” kata supervisor mereka yang dikenal sebagai Mba Sari.
Mba Sari menatap ke arah anak-anak buahnya ini yang masih diam memikir. Begitu pun juga Kayla yang menimbang-nimbang tawaran yang lumayan menggiurkan ini. Ia takkan ada di kota ini selama beberapa waktu, ia juga jadi ada alasan untuk tidak datang jika memang ia sibuk. Akan tetapi ia juga tak bisa meninggalkan neneknya sendirian.
“Lo aja gimana Kay?” tanya Mba Sari kepadanya. Kayla yang tadinya sedang menimbang-nimbang pun terkesiap mendengar namanya di panggil oleh Mba Sari.
“Gimana?” tanya Mba Sari kepada Kayla.
“Gue pikir-pikir dulu gimana Mba?” tanya Kayla yang masih menimbang-nimbang pekerjaan yang akan dia lakukan dan bagaimana kegiatannya di sini.
“Iya, gue kasih waktu sampai sore ya. Ini ngelanjutin project yang pernah lo ajuin. Jadi alangkah baiknya kalau lo juga ikut, kalau engga ya gue lempar ke yang lain. Btw ini kerjanya digaji di luar gaji lo biasanya ya,” kata Mba Sari akhirnya untuk menarik anak buahnya yang bekerja karena butuh uang ini.
“Iya Mba, nanti kita kabarin,” kata Risda yang mewakili semua teman-temannya.
“Oke,” akhirnya Mba Sari pun keluar dari ruangan mereka dan bergerak pergi menuju ruangannya sendiri.
“Kita diskusi pas istirahat ya, lo semua harus punya hasil yang bagus dan alasan yang bagus kalau mau nolak,” kata Risda kepada semua orang termasuk dengan Kayla.
Kayla pun akhirnya menyibukkan dirinya lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Dia merasa bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk lari dari kehidupannya di kota yang sumpek ini. Ia juga bisa mencari kesibukan dan relasi baru di sana.
Neneknya bisa ikut dengannya selama dua bulan atau ia titipkan pada Risda dan Vira untuk mengawasi. Ada juga tetangganya yang bisa ia mintai tolong menjaga neneknya, jadi Kayla sudah menetapkan keputusannya sembari mengerjakan pekerjaanya.
“La, sini. Kita mau rembuk sekalian makan,” kata Vira yang menyadarkan Kayla bahwa jam makan siang sudah masuk.
“Oh iya,” akhirnya Kayla memberhentikan pekerjaannya yang sudah selesai itu, kemudian mengikuti teman-temannya untuk makan ke kantin yang biasa menjadi langganan mereka.
“Gimana, lo udah ada keputusan?” tanya Risda kepada Kayla yang memang diharapkan ada dalam project kali ini.
“Lumayan banget, Kay,” kata salah satu teman kerja Kayla lainnya. kayla mengangguk mengiyakan, ia memang sudah memiliki jawaban yang mereka juga tidak akan melewatkannya jika jadi Kayla.
“Gue ikut,” kata Kayla dan akhirnya mereka mengangguk setuju.
Apalagi Vira dan Risda yang langsung tersenyum, mereka merasa bahwa keputusan Kayla kali ini tepat sekali. Akhirnya mereka pun melanjutkan diskusi untuk siapa yang akan menemani Kayla. Terpilihlah Bano, seseorang yang juga memiliki suara terkuat sama seperti Kayla untuk pergi dan melanjutkan project kerja.
“Gimana?” saat mereka baru saja sampai di dalam ruangan, Mba Sari langsung menagih janji yang mereka ucapkan tadi.
“Bano sama gue Mba yang ikut,” kata Kayla kepada Sari yang terlihat puas sekali.
“Bagus, nanti pulang kerja lo berdua ke ruangan gue,” Sari pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan lagi pekerjaannya yang tertunda karena menanyakan hal itu kepada anak-anak buahnya.
***
Setelah diberikan pembekalan bahwa mereka akan pergi tanggal 29 akhir bulan ini membuat Kayla sedikit deg-degan namun senang. Ia bisa dengan cepat tidak menemui Liam lagi, apalagi menemui calon istri Liam, rasanya belum siap. Akan tetapi entah kenapa Kayla ingin sekali menghadiri pernikahan mereka sebagai bentuk bahwa dirinya ini baik-baik saja.
“Kay, kok melamun?” tanya neneknya yang sedang memperhatikan cucunya ini.
“Enggak Nek, agak capek aja,” ujar Kayla sambil melepaskan tas dan id card yang ia gunakan. Resti—nama nenek dari Kayla—pun menatap ke arah cucunya itu dengan khawatir.
“Mau dipanggilin Mbok Rahmi?” tanya Resti yang menawarkan cucunya untuk di urut tradisional oleh tukang urut langganan mereka.
“Boleh deh, Nek.”
Mendengar persetujuan cucunya, Resti pun dengan sigap memanggil tukang urut langganan mereka itu. Sementara Kayla memutuskan untuk memejamkan matanya. Mungkin efek dari menangis tadi, rasanya semua energi Kayla terkuras.
Tak lama kemudian akhirnya Mbok Rahmi datang bersama dengan anaknya, Resti langsung mempersilahkan Mbok Rahmi untuk masuk dan membangunkan Kayla yang ketiduran. Mbok Rahmi menatap kea rah Kayla dengan senyuman kemudian mereka pun bersiap.
“Kaku banget badannya, Neng,” kata Mbok Rahmi yang sudah mulai mengurut badan Kayla.
“Iya Mbok, capek banget di kantor. Lagi banyak kerjaan kemarin-kemarin,” sahut Kayla sambil menikmati urutan Mbok Rahmi.
“Kamu gimana sama pacarnya?” tanya Mbok Rahmi yang mengetahui Liam sebagai pacar Kayla.
“Udah enggak, Mbok. Dia malah mau nikah sama orang lain dalam waktu dekat-dekat ini,” kata Kayla yang sebenarnya agak sedikit sesak namun tetap harus terlihat baik-baik saja.
“Terus kamu gimana?” tanya Mbok Rahmi kepada Kayla.
“Fokus karir dulu aja deh, Mbok. Enggak mikir jodoh-jodohan lagi,” tersirat sedikit rasa dimana Kayla merasa sangat putus asa disini, karena ia memang sudah tidak memikirkan atau mengharapkan laki-laki baik dalam waktu dekat ini mendekatinya.
“Ya sudah Neng, kan nanti bakalan ada laki-laki baik yang mendekat kalau misalnya Neng menunjukkan pesona yang positif,” kata Mbok Rahmi yang membuat Kayla menganggukkan kepalanya setuju.