Kayla pulang lebih cepat hari ini, dia berjalan melewati bangunan-bangunan untuk sampai ke halte bus biasanya.
Kayla berhenti saat dia melewati cafe Juna. Dia berfikir untuk mampir sebentar disana untuk menikmati cokelat panasnya.
Lonceng kembali berbunyi saat dia masuk ke dalam cafe. Dia memesan cokelat panasnya seperti biasa. Kakinya melangkah menuju tempat yang biasa dia duduki.
Ia menunggu pesanannya datang. Ada sesuatu yang janggal, dia tidak melihat batang hidung Juna sedari tadi. Biasanya, jika dia masuk ke sini dan duduk disini, Kayla langsung bisa melihat Juna di depannya sedang melakukan pekerjaannya. Tapi kali ini laki-laki itu tak terlihat sama sekali.
Pesanannya diberikan oleh seorang barista lain. Tepatnya dia juga seorang writers yang biasa bersama Juna.
"Juna ga masuk dua hari ini," ujar writers itu saat menyadari Kayla yang mencari-cari seseorang.
Dia memang tidak mengenal Kayla, tapi dia tahu kalau Kayla sering kesini dan mengenal Juna.
"Hah? O-oh," ucap Kayla gagap. Ia tak sadar kalau dirinya malah mencari keberadaan Juna dan malah tertangkap basah oleh temannya Juna.
Writers itu tersenyum, "Juna sakit," ucapnya.
"Hah?" Kayla semakin membeo. Entah kenapa writers itu memberitahunya tentang keadaan Juna.
Ah, dia baru ingat kalau dia sudah resmi berteman dengan Juna.
"Sakit apa?" tanya Kayla.
"Cidera waktu main basket,,tangannya patah," jelasnya.
"Astaga, jadi?"
"Di rwat dirumah sakit, sepertinya besok sudah boleh pulang. Apa kamu mau ikut bersamaku menjemput dia besok? Kebetulan besok hari minggu," ujar writers itu sekaligus mengajak Kayla.
"Ah, eum.. Gimana ya, e.. Aku tidak sedekat itu dengannya, jadi mungkin aku akan bertemu dengannya saat dia sudah kembali bekerja," ucap Kayla tidak enak jika ikut dengan teman Juna. Dia takut Juna merasa kalau dirinya bersikap sok akrab dengannya.
"Tidak apa, tidak masalah. Kamu sudah menjadi temannya. Jadi, kamu juga boleh peduli padannya, layaknya teman pada umumnya," ujar writers itu.
"Begitukah?"
Writers itu mengangguk yakin. "Juna orang paling baik yang aku kenal," ucapnya memberi tahu.
"Iya. Oke aku akan ikut besok."
Writers itu tersenyum senang. "Kita bertemu dihalte dekat sini besok jam sembilan," ujarnya.
"Baiklah, terima kasih," balas Kayla.
"Ya, aku tinggal dulu, nikmati minumanmu." setelah mengucapkan itu dia berlalu pergi meninggalkan Kayla yang menikmati minumannya sendirian.
Dia keluar dari cafe setelah minumannya habis. Kayla akan pulang ke rumah saat melihat langit yang akan menuju gelap.
***
Hari berganti, sekarang sudah hari minggu, hari dimana manusia menikmati hari liburnya meski hanya satu kali dalam satu minggu. Manusia-manusia berkegiatan sesuai dengan keinginan mereka saat masih pagi.
Kayla sedang bersiap-siap untuk mengunjungi Juna di rumah sakit bersama teman laki-laki itu, yang belum Kayla tau namanya.
Ia mengenakan pakaian yang lebih santai dengan setelan hoodie berwarna cream. Dia memakai tas selempang kecil. Setelah siap, Kayla keluar dari kontrakan.
Karena masih pagi, dan jam belum menunjukkan pukul sembilan-waktu yang sudah mereka janjikan- Kayla akhirnya memilih untuk ke sebuah mini market untuk membeli roti dan juga s**u sebagai sarapannya.
Dia menikmati sarapannya selama perjalanan. Dengan sepatu kets putih, dia melangkah menyusuri jalanan yang dilalui banyak orang.
Kayla masih harus naik bis rute pertama untuk menuju halte yang biasa menjadi tujuannya saat akan ke kantor.
Tepat saat tiba di halte keduanya, seoran teman Juna sudah menunggunya sambil duduk dengan ponsel ditangannya.
"Ekhm, hei," panggil Kayla pelan.
Laki-laki itu mendongak, "Oh, halo. Sudah datang ternyata," ucapnya langsung bangkit berdiri.
Kayla mengangguk.
"Ayo," ajak laki-laki itu bertepatan dengan datangnya bis dengan rute yang mengarah ke tujuan mereka.
Mereka melewati perjalanan dalam beberapa menit. Saat tiba dirumah sakit, teman Juna itu langsung menuntun Kayla menuju ruangan dimana Juna dirawat.
Teman Juna mengetuk ruangan bertuliskan 201. Setelah itu dia masuk lebih dulu dan Kayla menyusul dibelakangnya.
"Astaga," ucap Kayla dan Juna sama-sama terkejut.
Bagaimana tidak, pemandangan pertama yang Kayla lihat saat pertama kali masuk ke ruangan itu adalah Juna yang sudah melepas pakaian atasnya, sepertinya ia hendak mengganti baju. Kayla refleks menutup mata dengan kedua tangannya.
Begitupun dengan Juna, dia juga terkejut dengan kehadiran Kayla, terlebih dia datang disaat keadaan yang tidak mengenakkan. Laki-laki itu langsung refleks membalikkan badannya dan segera memakai bajunya.
Sedangkan teman Juna, dia hanya tertawa melihat tingkah kedua orang didekatnya itu.
"Maaf," ucap Juna setelah memakai bajunya dan berbalik kembali menghadap temannya dan Kayla.
"Udah buka mata aja," lanjut Juna.
Perlahan Kayla melepaskan tangannya yang menutup matanya. Sekarang dia melihat Juna yang sudah memakai bajunya.
"Maaf ya buat kamu ga nyaman," ujar Juna malah merasa bersalah.
"Gapapa."
"Lagian kenapa ga bilang-bilang kalau datangnya sama Kayla sih, Yo," ucap Juna kesal. Tyo, nama teman Juna. Kini Kayla sudah tau namanya.
Tyo hanya bilang kepada Juna jika dia yang akan menjemputnya di rumah sakit pagi ini. Dia tidak bilang kalau dia membawa seseorang, apalagi kalau itu Kayla.
"Lupa," ujar Tyo tak merasa bersalah sedikitpun.
Juna memutar bola matanya. Dia kembali menatap Kayla dan bertanya, "Kamu dipaksa sama dia kesini?"
Kayla langsung menggelang, "tidak, aku memang mau kesini pas tau kalau kamu sakit," ucapnya.
Mata Kayla beralih menatap tangan kiri Juna yang menggunakan armsling sebagai penyangga tangannya yang cidera.
"Itu... Apa itu sakit?" tanya Kayla.
Juna mengikuti arah tatapan Kayla, dia tersenyum tenang. "Sudah tidak," jawabnya.
"Syukurlah."
"Ayo, kita pulang," ajak Tyo. Dia mengambil barang-barang milik Juna. Barangnya tidak banyak, jadi dia bisa membawanya sendirian.
Tyo keluar lebih dulu, Kayla dan Juna mengikutinya dibelakang.
"Terima kasih sudah kesini," ujar Juna diperjalanan mereka menuju loby rumah sakit.
"Iya, sama-sama," balas Kayla sambil tersenyum.
Juna dan Kayla melangkah beriringan, mereka menuju loby lebih dulu karena Tyo masih harus membantu Juna mengurus kepulangannya dari rumah sakit.
Jadi, mereka berdua duduk di loby sembari menunggu Tyo. Mereka memutuskan untuk pulang naik taksi saja agar Juna bisa nyaman dalam perjalanannya.
"Itu... apa akan lama sembuhnya?" tanya Kayla penasaran.
"Hm... kalau kata dokter, ini diperkirakan sudah sembuh sekitar satu sampai dua minggu lagi," jawab Juna.
"Jadi, selama itu kamu ga bisa ke cafe dulu?"
Juna mengangkat bahunya, "mungkin iya, mungkin tidak. Kenapa? Kamu merindukan cokelat panas buatanku?" tanya Juna bercanda.
"Hah? Bukan, em.. Maksudku... P-pasti akan membosankan jika sendirian terus dirumah tanpa melakukan apapun," ucap Kayla membantah perkataan Juna.
Juna terkekeh, "Aku masih ada satu tangan yang sehat, dan ini masih cukup membantuku membuat kopi ataupun cokelat panas untukmu," ujarnya.
"Yah, terserah deh," balas Kayla pasrah.
Mereka berdua kembali terdiam hingga beberapa saat Tyo sudah tiba lagi dihadapan mereka.
"Sudah?" tanya Juna.
"Sudah, beres," jawab Tyo mengacungkan jempolnya.
"Terima kasih ya, Yo," ucap Juna.
"Santai, Jun. Kayak sama siapa aja kamu," balas Tyo.
Mereka kini keluar dari loby dan menaiki taksi online yang sudah dipesan oleh Tyo sebelumnya. Taksi itu langsung mengarah ke rumah Juna.
Mereka turun didepan rumahnya. Rumah itu tak begitu besar, sederhana. Dengan cat tembok berwarna putih yang mendominasi dan tanaman-tanaman di depan rumahnya menjadikan rumah itu tampak nyaman.
Juna membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan Tyo dan Kayla untuk masuk. Bagi Tyo, ini bukan pertama kalinya dia kesini. Tapi bagi Kayla, ini pertama kalinya dia berkunjung ke rumah seorang teman yang baru dikenalnya selama beberapa hari ini.
"Yuk, masuk," ajak Juna.
Barang-barang tersusun sangat rapi di dalam rumah itu, bahkan saat didepan, tanaman-tanamannya dirawat dengan baik hingga tumbuh subur. Dengan itu Kayla bisa melihat kalau Juna adalah orang yang rajin.
"Duduk aja," ucap Juna mempersilahkan Kayla untuk duduk bersama dengan Tyo yang sudah duduk lebih dulu sedangkan dirinya masih berdiri canggung.
Setelah Juna mengatakan itu, Kayla baru mau duduk.
"Aku ambilkan minum dulu," Juna berbalik masuk ke dapur. Dia membuka kulkas untuk membuat sirup. Dia akan membuka botolnya dia baru sadar kalau tangannya yang satu sedang sakit dan itu membuatnya sedikit kesusahan.
Di ruang tamu, Kayla menatap kepergian Juna ke dapur. Dia berpikir sejenak, dia baru saja mendengar Juna bilang akan menyiapkan minum untuk mereka. Kayla teriangat kalau tangan Juna sedang sakit, dia pasti tau kalau Juna sedang kesusahan.
Jadi, dengan inisiatifnya dia mengekori Juna menuju dapur.
"Mau kemana?" tanya Tyo saat melihat Kayla beranjak dari duduknya.
"Dapur, bantuin Juna," jawab Kayla segera melanjutkan perjalanannya.
Dan benar saja, saat dia sampai di dapur, dia melihat Juna yang sedang berusaha membuka tutup botol sirup dengan satu tangannya yang sehat dan dia terlihat kesusahan dengan itu.
Kayla berjalan mendekat. "Biar aku saja," ucapnya mengambil alih botol Juna saat dia tiba disampingnya.
"Tidak perlu, tidak apa-apa," ucap Juna berusaha mengambil kembali botol sirupnya dari tangan Kayla. Tapi dengan gerakan cepat, Kayla menghalangi itu.
"Sudah diam."
Hanya butuh beberapa detik Kayla sudah membuka tutup botol sirup itu, dia lalu meletakkannya diatas meja.
"Dimana kamu menyimpan gelasmu?" tanya Kayla yang melihat sekeliling dapur Juna.
Juna menunjuk atas Kayla, tepatnya di laci yang tergantung ditembok. "Disana," ucapnya.
Kayla lalu mengambil beberapa gelas dengan sedikit menjinjit karena tingginya yang kurang sampai.
Dia lalu membuat es sirupnya dengan sempurna dan meletakkannya diatas namoan yang sudah Juna siapkan.
"Maaf ya merepotkan, peran kita malah jadi terbalik," ujar Juna merasa tidak enak. Dia merasa kalau Kayla yang sebagai tamu malah bertindak sebagai tuan rumah.
"Tidak masalah, lagipula kamu juga masih sakit," ujar Kayla.
"Ayo keluar," ajak Kayla. Dia berjalan keluar dapur lebih dulu menuju ruang tamu dengan nampan dikedua tangannya. Dia meletakkannya diatas meja.
Juna sempat mengambil camilan di lemari penyimpanannya.
"Wah, jadi kamu yang buat ini. Maaf temanku merepotkan," ujar Tyo yang langsung mendapat lirikan tajam dari Juna.
Kayla terkekeh.
"Ayo kita nonton film," ajak Tyo.
"Eh, tapi apa kamu ada kegiatan lain setelah ini?" tanya Tyo kepada Kayla.
"Tidak kok, hari ini aku free," jawab Kayla.
"Baiklah, mari nonton."
Mereka berpindah ke ruang santai yang yerdapat televisi disana. Tyo maju ke depan layar televisi, dia mencari-cari film yang menurutnya bagus untuk ditonton di laci yang terletak dibawah televisi Juna. Dia sudah sering menonton di rumah Juna, jadi dia tau semua film-film yang ada disana.
"Apa ada yang baru, Juna?" tanya Tyo tanpa mengalihkan pandangannya dari sederet dvd film.
"Ada," jawab Juna.
"Apa?"
"Now you see me," ucap Juna.
Tyo menemukan dvd yang menuliskan judul yang disebutkan Juna, dia mengeluarkannya dari sana, "film tentang apa ini?"
"Pesulap, pencurian, entahlah... aku juga belum menontonnya."
"Ya sudah yang ini saja," ujar Tyo. Ia lalu mengatur televisi yang akan memutar film itu. Dia memilih duduk di lantai dan membiarkan Kayla dan Juna duduk disofa.
Film mulai berputar, beberapa jam mereka menonton dengan serius Hingga film itu berakhir.
"Bagus sekali," ujar Tyo yang disetujui oleh Kayla dan Juna.
Kayla melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Dia akan pulang karena dia harus berbelanja kebutuhannya yang sudah habis.
"Aku pulang dulu ya," ucap Kayla akan berpamitan.
"Tunggu," ucap Juna menghentikan Kayla, "biar aku antar."
"Jangan, kamu masih sakit," ujar Kayla menolak.
"Sudah tidak apa-apa."
"Tetap saja." Kayla berusaha menolak karena kondisi Juna.
"Oke, kalau begitu biarkan aku mengantar sampai halte," pinta Juna sekali lagi.
"Baiklah," ucap Kayla setuju setelah berpikir beberapa saat.
"Lalu aku?" tiba-tiba suara Tyo terdengar di tengah-tengah mereka.
Mereka berdua melupakan keberadaan Tyo. "Tunggu sini saja, aku tidak lama. Hanya sampai halte depan," ucap Juna.
"Baiklah." Tyo menurut tanpa bantahan.
"Ayo," ajak Juna.
Mereka keluar dari rumah Juna bersamaan.
"Kamu sudah kenal dengan Tyo?" tanya Juna mengisi perjalanan mereka.
Kayla mengangguk, "Baru kemarin," jawabnya.
"Dia memang aktif orangnya," ungkap Juna.
Kayla mengangguk mengerti.
Mereka terus berjalan menuju halte tempat dimana biasa mereka berangkat kerja dengan menaiki bis.
Kayla tidak memberi tahu Juna jika dia sebenarnya akan pergi ke super market terlebih dulu, karena dia takut Juna jadi ikut. Terlebih letak super marketnya tidak bisa dijangkau dengan berjalan kaki.
"Sampai sini saja, terima kasih," ucap Kayla saat mereka tiba di halte. Dia bisa lanut berjalan kaki ke kontrakannya dari sini.
"Oke."
Saat Kayla hendak berbalik, lengannya ditahan oleh Juna. Tapi di detik berikutnya, Juna langsung melepaskannya dengan canggung.
"Maaf," ujarnya.
"Tidak apa-apa. Kenapa?" Kayla bertanya karena Juna menghentikannya.
"Ehm... begini... apa aku boleh meminta nomor ponselmu? Emm, maaf kalau aku lancang," ujar Juna dengan kepala yang sedikit tertunduk.
Kayla terkekeh, "Ya, boleh. Kemarikan ponselmu, biar ku catat dikontakmu," ucap Kayla dengan tangan terulur.
Juna segera memberikan ponsel miliknya. Kayla mengetikkan angka-angka dan menyimpannya sebagai nomor miliknya. Dia lalu mengembalikan ponselnya ke Juna.
"Nih, sudah selesai," ucapnya.
"Terima kasih," ucap Juna sembari menerima kembali ponselnya dan mengecek kontak yang disimpan Kayla.
"Hubungi saja, nanti akan kusimpan juga nomormu dikontakku. Ponselku mati sekarang," ujar Kayla.
Juna mengangguk.
"Aku pergi dulu," pamit Kayla.
"Hati-hati."
Setelah Kayla menghilang ditikungan Juna berbalik dan kembali ke rumahnya.