Sampai Di Stasiun

2007 Kata
Tanpa pikir panjang Kayla langsung berlari keluar dari stasiun meski dalam lima belas menit lagi kereta yang ditumpanginya akan segera berangkat. "KAYLA!" panggil Vira dan Risda bersamaan ketika melihat kepergian Kayla. Sedangkan Juna, dia segera mengambil koper Kayla yang ditinggal pemiliknya. Dia juga berlari cepat menyusul Kayla dengan koper yang digeretnya. Vira dan Risda menatap heran kedua orang itu. Mereka saling bertayaan dan segera ikut menyusul yang lainnya. Kayla masuk lebih dulu ke dalam mobil disusul Juna, lalu Vira dan Risda. Juna menyimpan koper Kayla ke bagasi dan tanpa basa-basi lagi dia menyalakan mesin mobilnya segera melaju meninggalkan stasiun menuju rumah sakit. Kayla tak peduli lagi jika dia ketinggalan kereta hari ini, dia hanya ingin melihat Liam. Karena jalanan yang penuh kendaraan membuat mereka sedikit lama untuk sampai fi rumah sakit. Juna segera memarkirkan mobilnya. Mereka semua turun dari mobil dan berlari menuju kamar Liam. Kayla berlati lebih cepat disusul Juna tepat dibelakangnya. Kayla langsung membuka pintu kamar Liam dan mendapatkan beberapa perawat dan seorang dokter yang sedang mengelilingi Liam. Kayla berhenti di ambang pintu sambil mengatur nafasnya. Juna juga berdiri bersama Kayla disana. Vira dan Risda menyusul tak lama kemudian. Mereka masuk bersama, beberapa perawat melepaskan beberapa alat ditubuh Liam kecuali oksigen dan infusnya. Kini mereka bisa melihat kondisi Liam. Liam membuka matanya, dia berkedip. Tatapannya langsung bertemu dengan Kayla. Deru nafasnya terlihat normal. Mereka belum ada yang membuka suara. Perawat dan dokter yang baru saja menangani Liam kini beranjak keluar memberikan waktu kepada mereka. Liam berkedip sekali lagi, "Kay..." panggilnya lirih. Jemarinya bergerak seolah ingin menggapai tangan Kayla. Kayla ang sadar akan hal itu segera melangkah maju. Tangannya menggapai tangan Liam, dia menggenggamnya erat. Kini Juna, Vira dan Risda mundur perlahan memberikan jarak kepada kedua insan itu. "Kayla..." panggil Liam lagi. Setelah merasakan hangatnya tangan Kayla dalam genggamannya. Kayla mengangguk, "Iya.. Ini aku," balas Kayla semakin menggenggam tangan Liam dengan kedua tangannya. Dia berdiri tepat di sebelah Liam yang masih terbaring lemah. Senyum Kayla perlahan terbit. Liam menarik Kayla ke dalam pelukannya dengan sekuat tenaga yang dia bisa. "Maaf," ujar Kayla di dalam pelukan mereka. "Maaf kenapa hm?" tanya Liam. Tangannya mengusap-usap surai Kayla lembut. Kayla menggeleng pelan. Lama mereka berpelukan hingga Kayla melepaskan pelukannya lebih dulu. Liam lalu melihat Vira, Risda dan Juna yang sedang berdiri memerhatikannya dan Kayla sedikit lebih jauh. Liam menyapa Vira dan Risda dengan senyuman dan dibalas mereka berdua dengan senyuman juga. Dia kini berganti melihat Juna. "Ada kamu," ujar Liam. "Iya, halo," sapa Juna sambil membungkukkan tubuhnya sedikit untuk menyapa. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Juna. "Lebih baik," jawab Liam dengan senyuman. Juna, Vira dan Risda kini keluar meninggalkan dua insan yang ingin menghabiskan waktunya berdua lebih lama. Kayla kini sudah duduk di sisi ranjang, tapi Liam menariknya untuk tidur disisinya. Mereka berbaring sambil menatap satu sama lain. "Sudah berapa lama aku tidur?" Liam bertanya. "Lima hari," jawab Kayla, "Apa kepalamu sakit sekali?" lanjutnya bertanya. "Sudah tidak seberapa. Kamu kok bawa koper? Mau kemana?" tanya Liam saat dari tadi melihat koper milik Kayla di sisi kamar itu. "Seharusnya kembali ke Jakarta, tapi Juna dapat panggilan kalau kamu sudah sadar. Jadi aku langsung kesini lagi," jelas Kayla. "Kay..." panggil Liam. "Hm? Iya?" "Kamu... Udah ga marah sama aku? Kamu ga benci lagi sama aku?" pertanyaan yang sedari tadi ingin ia tanyakan akhirnya terucapkan dari mulutnya. Kayla hanya menggeleng menjawabnya. "Kenapa?" "Kamu emang nyakitin hati aku, tapi gatau kenapa aku ga bisa kehilangan kamu. Aku berusaha ikhlas, aku berusaha lupa, aku berusaha ga peduli, aku berusaha menghindar, tapi rasanya percuma. Semuanya sia-sia, yang ada justru aku malah semakin nyakitin diri aku sendiri," jelas Kayla panjang lebar. "Maaf Kay, maaf udah bikin hati kamu hancur," ujar Liam tulus. Mereka berdua terlarut ke dalam tatapan masing-masing. Kenangan-kenangan indah di masa lalu terlintas di pikiran mereka. *** Keesokan hatinya Kayla sudah berada di stasiun bersama Juna, Vira dan Risda seperti sebelumnya. Kayla akan kembali ke Jakarta hari ini, benar-benar kembali. Liam masih dalam pemulihan, dia akan kembali ke Jakarta juga dalam beberapa hari kedepan bersama dengan Vira dan Risda. "Maaf ya aku selalu merepotkan," ujar Kayla kepada Juna. Juna menggeleng, "Sama sekali tidak, Kayla," balasnya. "Hati-hati disana ya, Kay. Kabarin kita kalau udah nyampe." "Iya, nanti kita ketemu disana kok. Salam juga buat Nenek," ujar Vira menyahuti Risda. Kayla mengangguk, dia lalu membawa kedua temannya ke dalam pelukannya. "Tolong jagain Liam ya," ujar Kayla. "Iya, Kay," balas Vira dan Risda. Kini Kayla yang menghampiri Juna, dia merentangkan kedua lengannya. Juna tersenyum dan menyambutnya, dia memberikan pelukan hangat kepada Kayla. "Hati-hati ya, Kay. Sampai jumpa lagi lain waktu," ujar Juna. "Iya, terima kasih Juna. Sampaikan salamku untuk bunda," balas Kayla. Mereka lalu melepaskan pelukannya. Perlahan Kayla melangkah menjauhi yang lainnya untuk masuk ke dalam kereta. Dia melambaikan tangannya sembari terus melangkah. Kini Kayla bisa berangkat dengan tenang tanpa ada rasa khawatir sedikitpun. Kayla sudah benar-benar masuk ke dalam kereta hingga menghilang dari pandangan Juna,Vira dan Risda. "Ya udah yuk," ajak Vira untuk pergi dari sana. "Kalian duluan saja, aku harus pulang dulu," ujar Juna. "Mau kita antar?" tanya Risda. "Tidak usah, terima kasih. Kalau gitu aku pergi dulu," pamit Juna dan berlalu pergi. Begitu Juna pergi, Vira dan Risda juga beranjak dari sana. Mereka akan kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Liam nanti malam. Juna berhenti di depan stasiun, dia mencari angkot untuk ia tumpangi karena tak ada bis yang lewat di daerah situ. Juna akan pulang kerumahnya terlebih dulu sebelum kembali ke rumah sakit nanti malam sesuai kesepakatan bersama. Kayla yang sudah duduk tenang di dalam kereta api kini mengambil ponselnya. Pertama-tama dia mengirim pesan kepada Resti. "Aku akan berangkat, Nek," ucap Kayla di dalam pesan yang dikirimnya. Dia lalu membuka room chatnya bersama Liam yang sudah lama tak saling mengirim pesan. Dia lalu mengetikkan sesuatu untuk memberitahu Liam. "Aku sudah di dalam kereta." seperti itu bunyi pesannya. Kayla lalu meletakkan ponselnya, dia memandang keluar jendela. Disaat yang bersamaan, bunyi mesin kereta api mulai terdengar. Kereta mulai nyala sebelum melaju secara perlahan. Kayla menyandarkan punggungnya ke kursi untuk mencari posisi ternyaman untuk tubuhnya. Kayla menatap keluar jendela, menikmati pemandangan ketika kereta mulau melaju kencang. Jendelanya dia buka sedikit agar udara dari luar bisa ia hirup. Kayla menarik nafasnya dalam, perlahan rasa kantuk mulai menyerangnya. Ia menutup matanya dan menuju ke alam mimpi. Beberapa jam dia lalui untuk sampai ke jakarta. Kayla tertidur selama satu jam, setelah itu dia tak bisa tidur lagi. Kini Kayla sampai di Jakarta. Dia turun dari kereta dengan koper di tangannya. Dia akan pulang ke rumah dengan taksi karena Kayla melarang Resti untuk menjemputnya. Di depan, Kayla memberhentikan salah satu taksi. Dia menyimpan barang-barangnya dibagasi mobil dibantu dengan supir taksi itu. Kayla memberikan alamat rumahnya, taksi itu lalu melaju menuju ke arah rumah Kayla. Hari sudah malam saat Kayla tiba di Jakarta. Kini pemandangan gedung-gedung pencakar langit kembali Kayla lihat dengan kedua matanya. Kayla menatap ke luar jendela, melihat keramaian dimalam hari. Kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang melintasi jalanan, lampu-lampu kota yang terang benderang memberi cahaya untuk jalanan, pejalan kaki yang berada di trotoar, pedagang-pedagang yang melakukan bisnisnya di malam hari. Kayla tiba di rumah setelah melalui perjalanan selama beberapa menit. Resti sudah duduk di teras depan sedari tadi, sejak Kayla menelfon kalau dirinya sudah tiba di stasiun Jakarta. Kayla turun dari taksi, barang-barangnya juga sudah dia turunkan. Dia berjalan dengan koper yang digeretnya menghampiri Resti. Resti membuka kedua lengannya menyambut Kayla untuk sebuah pelukan hangat. Kayla segera membalas pelukan Resti. "Nenek... Kayla kangen banget sama Nenek," ujar Kayla di dalam pelukannya. "Nenek juga nduk. Kamu apa kabar?" balas Resti dengan bertanya. Kayla melepas pelukan mereka, "Sehat Nek. Kayla baik-baik aja kok," balas Kayla tersenyum senang. "Ayo masuk dulu," ajak Resti. Dia akan membantu Kayla membawakan kopernya, tapi langsung Kayla tahan. Dia melarangnya, Kayla sendiri yang membawa kopernya masuk. Kayla menyimpan barang-barangnya terlebih dahulu ke kamarnya. Setelah itu dia menyusul Resti ke dapur. Resti sudah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. "Wah.. Nenek semua yang masak ini?" tanya Kayla saat melihat banyak menu yang tersedia di meja makan. Mereka lalu makan malam bersama-sama. Selepas makan mereka berbincang sebentar sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing. Sebelum tidur, Kayla pergi membersihkan diri terlebih dahulu karena Tubuhnya terasa lengket. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Kayla duduk diatas kasurnya. Dia mengambil ponselnya untuk mengabari teman-temannya negitupun Juna. Setelah itu dia beralih dengan kontak Liam. Kayla menelfonnya. Telfonnya berdering beberapa saat sebelum diangkat. "Halo," sapa Liam diseberang sana. "Halo, Liam." "Sudah sampai Kay?" tanya Liam. "Iya sudah dari tadi kok. Kamu sama siapa disana?" tanya Kayla balik. Liam melirik Juna yang duduk di sofa, "Sama Juna," balas Liam setelahnya. "Sudah makan? Sudah minum obat? Sakitnya udah berkurang belum?" pertanyaan beruntun Kayla membuat Liam tersenyum di balik telefonnya. "Iya sudah, Kayla," balas Liam. "Kamu sendiri?" tanyanya. "Iya sudah, sama Nenek tadi makannya," ujar Kayla. Mereka lalu bercerita sepanjang malam hingga Kayla merasa mengantuk dan mereka mengakhiri panggilannya. Kayla langsung jatuh tertidur saat itu juga, terlebih dia harus ke kantor besok pagi. *** "Sore ini sudah bisa pulang, nanti untuk lepas jahitannya bisa dilakukan di Jakarta, nanti biar saya yang urus perpindahan pengobatannya," jelas seorang dokter yang merawat Liam selama ini. Saat ini sudah memasuki hari ke enamnya setelah siuman dari komanya. Karena kesehatannya sudah pulih sepenuhnya, Liam akhirnya diperbolehkan pulang sore nanti. Tetapi dia belum bisa melepas perbannya. Liam meminta kepada dokter untuk memindahkan pengobatannya karena dia harus segera kembali ke Jakarta. Selain karena pekerjaan yang menuntunnya, tetapi tentu saja juga karena sosok Kayla yang sudah sangat ia rindukan beberapa hari ini. "Terima kasih dok," ujar Liam. Dia sana bukan hanya ada Liam tetapi juga ada Vira, Risda dan Juna. Setelah dokter itu keluar dari kamar rawat Liam, yang lain segera menghampuri Liam. "Yakin mau pulang hari ini?" tanya Vira. "Iya," balas Liam yakin. "Kepalamu beneran sudah tidak apa-apa?" kini Juna yang bertanya. Liam mengangguk, "Tidak apa-apa. Tolong bantu aku pesankan tiket kereta ya," ujar Liam. "Jangan naik kereta," cegah Risda. "Terus naik apa?" "Mobil saja," usul Vira. "Ga mungkin gue ngebiarin cewek nyetir," ujar Liam menolak saran Vira. "Kalau begitu biar aku saja yang menyetir," ucap Juna menengahi.. Merek semua menoleh ke arah Juna, "Kamu tau jalan ke arah Jakarta?" tanya Vira. Juna mengangguk, "Sebenarnya aku sudah pernah kesana beberapa kali," jelas Juna. Dengan begitu semuanya merasa tenang. "Beneran tidak apa-apa? Bundamu gimana?" tanya Risda saat teringat soal bunda Juna. Juna tersenyum, "Bundaku baik-baik saja, syukur penyakitnya tidak kambuh lagi setelah kecelakaan itu," ucap Juna memberitahu keadaan bunda Juna. Bunda Juna seperti itu juga berkat Kayla, entah kenapa Kayla lah orang yang paling diingat bundanya selain anak dan suaminya. "Terima kasih banyak Juna," ujar Liam menatap Liam. Juna mengangguk, "Ya sudah istirahat saja dulu, besok baru kita berangkat ke Jakarta," ucap Juna. "Jangan, jangan besok. Nanti malam saja," tolak Liam. "Ya ampun Liam... Kondisimu-" ucapan Risda dipotong langsung oleh Liam. "Gue gapapa serius," ujar Liam. Dia bahkan sudah bisa duduk tegak saat ini, dia juga sudah bisa ke kamar mandi sendiri. "Ya udah deh, terserah," pasrah Vira dan Risda. Sedangkan Liam dan Juna terkekeh. Setelah itu Juna, Vira dan Risda pamit pulang lebih dulu untuk beres-beres. Juna juga akan berpamitan dengan bundanya. "Juna mau ke Jakarta, bun," ujar Juna yang sudah berhadapan dengan bundanya. "Mau apa nak?" tanya bunda Juna karena tiba-tiba saja Juna akan pergi ke Jakarta. "Mau antar Liam bunda, dia harus kembali ke Jakarta tapi dia belum bisa menyetir, takut kenapa-kenapa. Naik kereta pun membahayakan kondisinya," jelas Juna. "Oh begitu," bunda Juna mengangguk mengerti, "Ya sudah tidak apa-apa. Hati-hati di perjalanan." "Iya, bun," balas Juna. "Bukankah Kayla juga di Jakarta?" tanya bunda Juna saat teringat Kayla. Juna mengangguk, "Spertinya aku akan bertemu dia juga disana," ujar Juna. "Kalau begitu bunda titip sesuatu untuknya ya. Sebentar, tunggu sini," setelah itu bunda Juna berlalu pergi, dia menuju ke lemarinya dan mencari sesuatu disana. Dia lalu kembali dengan sebuah selendang di tangannya. Dia memberikan itu kepada Juna, "Ini salah satu hadiah dari ayahmu, kurasa Kayla pantas untuk dapat ini," ujar bunda Juna. Juna menerimanya, dia tersenyum lebar. Juna lalu memeluk bundanya erat, "Terima kasih bunda," ujarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN