4- Tidak Pulang

1243 Kata
Hari terus merangkak naik, tetapi Mia belum juga pulang ke rumah. Sementara, waktu sudah menjelang magrib. Leo dengan kesusahan harus mengurus Rafa sendirian. Meski sering membantu Mia untuk menjaga Rafa, tetap saja mengurus anak usia satu tahun, ternyata sangat sulit bagi Leo. Untung saja Anak itu tidak rewel. Ba'da Isya terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya, diiringi suara seorang lelaki paruh baya yang memanggil. Tok tok tok " Mas Leo! Mas!" Bergegas Leo membukakan pintu, sambil menggendong Rafa anaknya. Ternyata tetangganya itu mengajaknya untuk menghadiri acara di rumah Pak Santoso, yang katanya akan dimulai sebentar lagi. Leo merasa kebingungan, karena tidak ada yang menjaga Rafa. " Bawa saja , gak apa-apa kok. Di sana juga anak kecil banyak yang pada ikut. Lagian itu istrimu ke mana?" ujar tetangganya ditambahin pertanyaan. "Emmh itu, Mia lagi ada sedikit keperluan Pak. Ya sudah kalau begitu saya siap-siap dulu, Bapak silahkan duluan saja. Nanti saya akan datang menyusul." Namun tetangganya itu memutuskan untuk menunggu Leo saja. Sambil nunggu Leo bersiap-siap, dia menjaga Rafa dulu. Setelah bersiap-siap, lalu Leo mengganti pakaian Rafa. Dan mereka pun berangkat. Rumah Pak Santoso. Rumah Pak Santoso tergolong rumah mewah di wilayah ini. Rumah dengan tiga lantai itu menjulang tinggi. Dengan desain yang sederhana, namun terkesan elegan. Baik halaman depan atau halaman belakang banyak ditanami rumput hias, taman bunga di bagian halaman belakang. Terdapat juga segerombolan kaktus koboi yang membuat suasana rumah itu semakin terlihat indah dan nyaman. Setiap kali memasuki pekarangan rumah Pak Santoso, Leo jadi ingat rumah mewah yang pernah ditinggalinya dulu. Ah semua itu, sekarang hanya tinggal kenangan. Leo menghembuskan napas pelan. Mereka memasuki sebuah Aula yang berada di area belakang rumah, yang memang sengaja Pak Santoso buat untuk mengadakan acara-acara tertentu, misalnya syukuran. " Halo Dede manis, ikut juga rupanya?" Leo terkejut, mendengar seseorang yang menyapa anaknya. Rafa memang digendong dengan posisi memeluk bahu Leo, menghadap ke belakang. "Maa!" pekik Rafa dengan suara ceria. Leo membalikkan tubuh, dia mengenal suara itu. Hatinya berdebar keras. Bukan karena jatuh cinta, tetapi lebih merasa tak enak hati. Apalagi saat tatapannya bertemu dengan wanita yang menyapa anaknya itu. Wanita berjilbab salem itu tersenyum ke arahnya. Lalu merentangkan tangan hendak mengambil Rafa. Dengan canggung, Leo menyerahkan Rafa, karena anak itu terus bergerak meronta-ronta ingin digendong oleh wanita itu. " Mas Leo silakan yang tenang ikuti acaranya, anak ini biar saya saja yang jaga. Oh ya kita belum kenalan. Saya Mala, anaknya Pak Santoso." Wanita itu memperkenalkan diri. Hati Leo mencelos dugaannya ternyata benar wanita itu anaknya Pak Santoso. Leo mengangguk pelan, bingung harus bereaksi seperti apa. Dengan senyum yang manis, wanita itu pun pergi menjauh dari Leo. Sambil menggendong anaknya. " Kamu deket sama Neng Mala?" seorang pria berusia tiga puluh tahunan bertanya kepada Leo. Leo menoleh. "Tidak juga, aku bahkan baru tahu dia hari ini," jawab Leo. "Dia itu janda, katanya sih cerai sama suaminya sudah enam bulan ini. Dan katanya lagi, mau menetap disini mulai hari ini," ujar pria itu menjelaskan. Leo manggut-manggut, sambil celingukkan. Ingin tahu kemana Mala membawa anaknya. Dari kejauhan, dia melihat Mala yang sedang menyuapi anaknya makan jeruk. Leo sendiri heran, kenapa Rafa bisa sampai sedekat itu dengan Mala. Acara demi acara di lewati. Tanpa sengaja, beberapa kali Leo dan Mala bertemu tatap. Leo merasa kikuk, mungkin jika hal ini terjadi di masa lalu. Leo akan dengan percaya dirinya menggoda Mala. Tapi untuk sekarang, dia sudah berubah. Selain ingin berusaha memperbaiki diri. Dia pun, merasa minder dengan kondisinya sekarang. Secara materi, dia sekarang hidup sederhana yang lebih cenderung ke susah. Secara fisik, sekarang kondisi kakinya sedikit pincang pasca kecelakaan. Mala hanya tersenyum ramah, tanpa kelihatan canggung. Mungkin, karena merasa biasa saja. Hingga akhirnya acara selesai, Leo merasa bingung harus berkata apa. Anaknya masih saja berada dalam gendongan Mala. Akhirnya memberanikan diri menghampiri Mala, yang sedang berkumpul bersama dengan kedua orang tuanya. " Pak, Bu, saya mau pamit dulu." Leo berkata dengan sopan, matanya melirik ke arah Mala. Maksudnya sih bukan genit, tetapi melirik Rafa yang ada di pangkuannya. " Oh udah mau pulang? Iya iya, kasihan juga ini anaknya udah kemalaman. " Pak Santoso yang menjawab. Tetapi Leo bisa melihat raut wajah Mala yang berubah, sepertinya enggan untuk menurunkan anaknya. Ada apa dengan wanita itu? pikir Leo. " Mala, ini Mas Leo nya mau pulang, ayo Rafa kasih ke ayahnya," itu adalah suara Ibu dari Mala. Dengan enggan, Mala pun menyerahkan Rafa. " Terima kasih Mbak udah jagain anak saya. Maaf ngerepotin." Leo berkata sopan dengan mengganggukkan sedikit kepalanya. Mala hanya merespon dengan anggukkan kecil diiringi senyuman ramah seperti biasanya. Hati Leo berdesir saat tanpa sengaja beradu tatap dengan wanita yang memiliki tatapan lembut itu. Sedangkan, Mala bereaksi biasa saja. Bergegas Leo pulang, kasihan anaknya tampak sudah mengantuk. Ia sungguh terkejut, karena ternyata Mia masih belum juga pulang. Padahal waktu sudah menunjukkan hampir jam sembilan malam. Ditambah Rafa tiba-tiba saja rewel, dan terus merengek. Mungkin mau menyusu. Mana dppi rumah tidak punya s**u formula lagi! Sambil berusaha menenangkan anaknya, Leo pun berusaha menghubungi Mia. Tut Tut Beberapa kali coba menelpon, namun panggilannya selalu saja di reject. Tut Tut Kemudian coba menghubunginya kembali, namun kali ini yang terdengar adalah suara operator yang mengatakan bahwa nomornya tidak aktif. Sepertinya, Mia sudah mematikan ponselnya. Leo mendesah kasar merasa geram dan emosi. Dan akhirnya, semalaman ini dia kurang tidur. Karena harus menenangkan Rafa, sampai anak itu benar-benar tenang dan tertidur pulas. Mata Leo berkaca-kaca saat melihat anaknya sudah terlelap, dibelainya kepala sang anak. Dikecup keningnya, lalu dia berbaring di sampingnya, dan memeluknya dengan erat. " Mia tega kamu! Di mana kamu Mi! Kenapa kamu meninggalkan anak kita!" hanya bisa bergumam kecil dan sangat pelan, karena tak mau mengganggu anaknya. Hatinya begitu dilanda kekecewaan yang luar biasa akan sikap istrinya itu. Hingga akhirnya tanpa terasa, Leo pun tertidur dengan lelap. Dia terbangun oleh rengekan anaknya sekitar jam empat pagi. "Ma, nen!" rengek Rafa dengan mata yang masih terpejam, badannya miring ke arah Leo. Tangannya meraih d**a Leo, mungkin sedang mencari buah-buahan milik mamanya yang menjadi sumber ASI untuknya. Leo yang membuka mata sambil terkantuk-kantuk pun merasakan denyut halus yang terasa nyeri di dalam sudut hatinya. " Mia, kamu tidak pulang! Tega kamu Mi," tanpa terasa buliran bening menggenang di dalam pelupuk matanya, merasa kasihan kepada anaknya yang masih kecil ini. Punya ibu tapi malah meninggalkannya dengan alasan kerja. Kerja apa? pikirnya. Sesaat kemudian, hati Leo pun dilanda kecemasan, takut juga terjadi sesuatu yang buruk kepada Mia. Dia bertekad untuk mencari Mia, jika sampai pagi ini belum pulang juga. Untuk anaknya, mungkin dia akan menitipkannya kepada.... Leo jadi bingung, dia akan menitipkan anaknya kepada siapa? Apa kepada Mala? Ah itu tidak sopan! Wanita itu bahkan anak majikannya. Tapi, dia terlihat menyukai anaknya! Leo menepuk-nepuk p****t anaknya, supaya kembali tertidur. Beruntung anak itu kembali terlelap. " Alhamdulillah!" gumam Leo penuh syukur, karena anaknya tidak merajuk. Setelah anaknya dirasa terlelap kembali, Leo segera bangkit menuju ke kamar mandi. Dengan cepat dia mandi, sebelum anaknya kembali terbangun. Terdengar suara adzan subuh, kali ini Leo tidak melaksanakan salat jamaah di masjid melainkan di rumah saja. Karena tidak ada yang menjaga Rafa. Ia memang sudah berubah, akhir-akhir ini dia sering ke masjid setiap waktu salat fardu. Belum lama dari Leo selesai shalat, terdengar suara yang mengetuk pintu. Leo sudah berpikir kalau itu adalah Mia, dia menoleh ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Sudah hampir menunjukkan pukul lima pagi. Dia melipat sajadah dan sarung, lalu menyimpan ke tempatnya. Segera mengayunkan kaki menuju ke arah pintu utama. Ceklek Pintu terbuka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN