HOT MAN 4

1130 Kata
Tania mengepalkan telapak tangannya. Ditinjunya berkali-kali guling penuh iler yang menemaninya tidur selama ini. Tania sebal, karena ternyata ibu-ibu tadi tidak berhasil menemukan perempuan yang disembunyiin Aryo. Saking nggak percayanya sama sidak ibu-ibu, Tania masuk sendiri ke rumah Aryo dan memasuki setiap kamar dan memporak-porandakan bantal guling, seprai kasur. Sampai-sampai ibu-ibu berbadan subur yang datang bersama rombongan Wulan harus menyeretnya keluar kamar rumah. “Dasar cewek sedeng! Beraninya ngamuk di rumah mas ganteng, lho!” Ditariknya rambut Tania hingga dia mengaduh kesakitan. “Bikin malu saja. Kita, kan jadi seneng bisa masuk dan ngobrol sama Mas Aryo, iya, kan Bu?” tanyanya yang membuat ibu gemuk itu mendapat sikutan kiri dan kanan dari teman-temannya. “Maaf, keceplosan. Maaf, Mas Aryo. Dia ini orang baru, masih belajar jadi tetangga. Nanti kami beresin bekas keributan yang dia perbuat.” Aryo sudah malas meladeni ibu-ibu itu, tapi dia tertarik pada Tania yang kini berdiri dengan rambut singanya dan bibir mengerucut. Matanya bergerak ke sana kemari dan kakinya tidak bisa diam. “Jangan, Bu. Masa Mbak ini yang bikin berantakan, ibu-ibu yang harus beresin. Kasihan nanti tangan halus ibu-ibu bisa lecet.” Aryo nyengir lebar. Semanis kuda poni dalam buku dongeng anak-anak. Ibu-ibu bergerak gelisah mendapat pujian dari Aryo. “Kami senang, kok, Mas. Nggak papa. Biar kami bereskan. Yuk, Bu!” Wulan memberi komando. Aryo langsung menghalangi pintu masuk. “Nggak usah. Beneran nggak usah. Saya buru-buru ada acara dan harus pergi. Jadi mohon maafff sebaiknya ibu-ibu pulang saja. Saya mau mandi.” Taruhan, ibu-ibu itu pasti pada mau melihat Aryo mandi dan berfantasi jorok sama dia. Melihat muka ibu-ibu yang berubah mesuum saja sudah bisa ditebak sampai mana pikirannya jalan-jalan. Tania mendesah, masa begini kelakuan perempuan yang sudah menikah? “Eh, eh, kamu! Siapa tadi namanya?” Aryo memanggil Tania yang hendak pergi mengekor ibu-ibu. Tania berhenti dengan anggunnya, ibu-ibu itu juga. Mereka ingin tahu kenapa Tania dipanggil khusus oleh Aryo. “Siapa namamu tadi?” “Aku belum nyebutin nama,” sahutnya ketus. Membuat Wulan menyodok pinggangnya keras. “Ya udah aku panggil saja tetangga rese…” “Kamu, tuh yang rese! Di mana kamu sembunyiin cewek yang semalam bikin ribut di kamarmu.” “Duh, ini mulut nggak pernah sekolah apa, ya? Fitnah melulu.” Bu gemuk membekap mulut Tania hingga gadis itu meronta. “Sudah nggak papa, Bu. Saya yang salah. Saya semalam nonton video bokep. Maklumlah, Bu … duda. Jomlo lagi. Malam minggu kalau kesepian ya nontonnya begituan. Maaf, ya bu ibu mungkin mbak ini terganggu karena volume playernya terlalu keras. Jadi salah paham, deh.” Aryo menggaruk belakang kepalanya. Membuat ibu-ibu semakin gemas melihat tingkah malu-malu meongnya dan berkhayal menjadi teman bobo Aryo nanti malam. Tania gerah, dia tidak tahan lagi melihat sandiwara lelaki yang jelas-jelas semalam itu rintihan perempuan yang di dengarnya. Bukan sound dari player apa lagi rintihan kuntilanak. Berengsekk emang ni laki! Pengen, deh rasanya Tania melumuri muka gantengnya itu dengan sambal level 666. Dengan kekesalan yang memuncak, Tania pulang ke rumah dan mulai memukuli guling. Bosan dengan guling, dia menendang tembok pembatas rumah mereka berkali-kali. Rasanya… Tania bisa mendengar tertawa girang Aryo yang kesenangan mengetahui kalau dia marah-marah. =*= Tania mengurut kening. Hari minggunya sungguh buruk. Setelah perseteruannya dengan Aryo, dia memutuskan untuk pergi ke mall di Batam. Dengan menggunakan taksi online dia meminta supir mengantar ke Nagoya Hill. Ternyata cukup jauh mall itu dari rumahnya. Tapi sepadanlah, walau masih kalah dengan mall di Jakarta. Tidak ada barang yang Tania ingin beli. Baju dan sepatunya masih banyak yang bagus. Kebetulan di mall itu sedang ada pameran property dan sedang ada lomba fashion show anak-anak untuk memikat pengunjung datang ke area pameran. Tania mampir sebentar untuk melihat-lihat. Sekalian melirik siapa tahu ada rumah murah dan bagus yang bisa dia beli untuk investasi. “Nggak disangka ketemu kamu lagi di sini.” Suara seseorang yang sepertinya dia kenal terdengar jelas di telinganya. Tania menoleh. “Kamu? Ngapain kamu di sini? Kamu ngikutin aku, ya?” Tania melototin Aryo yang kelihatan ganteng dan segar dengan setelan casualnya. Kaos polo, celana khaki dan sepatu sneakers. Roma wewangian citrus, aromatik rempah dan nuansa woody membuat Tania terbius dan mendadak kaku. “Ngikutin kamu? Hahaha! Memang aku nggak punya kerjaan lain, apa? Kamu sendiri ngapain di sini?” tanyanya dengan pandangan menggoda. Mendadak Tania merasa salah tingkah. “Bukan urusanmu,” katanya sambil membalikkan tubuh hendak meninggalkan Aryo. “E-eh, mau ke mana? Urusan kita belum selesai Nona!” kata Aryo. Tangannya meraih tangan Tania. “Urusan?” Tania mengibaskan tangan Aryo dari tangannya. “Aku nggak punya urusan apa-apa sama kamu!” “Oh, tentu saja ada. Kamu bikin rumah aku berantakan, ingat? Dan aku belum minta ganti rugi.” “Ap-apa? Ganti rugi?” “Nggak usah berlagak bodoh gitu, deh. Tadi kamu dengan gagahnya ngajak ibu-ibu ngegerebek rumah aku terus ngacak-ngacak kamar. Abis itu ditinggalin gitu aja. Enak banget!” “Hei!” Tania mengacungkan telunjuknya. “Kamu sendiri yang melarang ibu-ibu itu masuk dan membereskan kamar kamu!” “Kamu, kan yang ngeberantakin? Ya kamu, dong yang harus tanggung jawab beresin. Lagian, ya. Kamu tuh udah kalah. Kan sebelumnya kita sudah sepakat, kalau aku yang benar, aku bakal bikin kamu merintih di bawah aku!” ujar Aryo tajam. Sial! Tania mengetatkan gerahamnya. Aryo benar-benar licik, tapi dia nggak mau diperdaya begitu saja. Sorry banget kalau sampai dia dijadikan alasa tidur Aryo setiap malam minggu. Cih! Nggak bakal mau. “Aku nggak tertarik sama lelaki mesuum idola ibu-ibu kayak kamu. Jadi jangan pernah ngarep aku bakalan mendesah-desah kayak uler kepanasan di bawah kamu.” “Oh, kamu belum kenalan sama uler aku sudah sok bilang nggak mau. Kenalan dulu, buktikan, dijamin kamu bakalan mencabut semua omongan kamu tadi.” Apa?! Tania mungkin sudah gila. Aryo, tetangganya ini benar-benar mesuum. Bukan saja kelakuannya tapi juga omongannya. Beda jauh sama muka yang gantengnya bikin perempuan pada melirik ke arah mereka dari tadi. “Kamu berengsekk banget, tahu, nggak?” “I know,” katanya angkuh. “Dan cowok berengsekk merasa tertantang kalau ketemu cewek sok suci kayak kamu.” Tatapannya semakin menggoda. Membuat Tania berdebar dan merasa kesal pada saat yang bersamaan. “Aryo?” Seorang perempuan cantik menepuk pundaknya. “Siapa dia?” tanya perempuan itu memandang sinis pada Tania. “Bukan siapa-siapa. Kenapa?” tanyanya sambil melingkarkan tangannya ke pinggang perempuan bergaun ketat itu. Kesempatan untuk Tania melarikan diri. Cepat-cepat dia meninggalkan Aryo dan pasangan basahnya. Tania yakin kalau perempuan itu salah satu perempuan yang sudah merasakan nikmatnya uler Aryo. Kelihatan dari caranya menempelkan tubuhnya pada tubuh Aryo. Melihat Tania yang berjalan menjauh, Aryo tersenyum senang. Dia bahagia sekali bisa menggoda Tania seperti itu. Jarang-jarang ada cewek segalak Tania di Batam ini. Pasti dia orang baru yang belum tahu popularitas Aryo. Sayang… Aryo belum dapat namanya.©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN