sword and blood

1561 Kata
    Perjalanan mereka selama dua tahun lamanya membuahkan hasil yang memuaskan, Eryk mengetahui dengan jelas bagaimana keragaman itu indah, mereka dapat hidup bersama dengan rukun, meski ada beberapa yang tidak, namun ia merasa bahwa itu hanyalah hal yang lumrah dilakukan untuk memperluas wilayah mereka masing-masing. Namun malam purnama ketika rapat Negeri dilaksanakan, Eryk sadar… bahwa sifat serakah lah yang membuat peperangan terjadi diantara manusia saat ini, dan itu jelas bukan karena ingin memperluas wilayah, namun ingin menguasai dunia dan menjadi yang tak terkalahkan. Dalam hatinya, sangat jelas ia menolak rencana yang di susun oleh sang Raja dan sang Ayah. Ia merasa bahwa perang tidak perlu dilakukan, karena pada dasarnya perang hanya akan menyakiti banyak pihak dan merugikan. Ia sangat ingin menginterupsi dan menyatakan ketidak setujuannya terhadap Rencana ini, namun ia kembali berpikir bahwa ia bukanlah siapa-siapa di sana. Namun ketika Lan larb, sang Pangeran sekaligus sahabatnya mengutarakan ketidak setujuannya terhadap Rencana ini, membuat Eryk akhirnya memberanikan diri dan membela sang Pangeran hingga akhirnya ia harus menangkis kibasan pedang yang dilakukan oleh sang Ayah padanya yang saat itu merasa malu atas apa yang diucapkan oleh Eryk dalam membela Lan larb. Ia tahu bahwa hal ini pasti akan terjadi, mengingat bahwa pikiran Lan larb dan pikirannya tidak akan pernah satu jalur dengan pikiran mereka semua yang berada di dalam ruang rapat saat ini. … Merasa bahwa mereka harus merencanakan sesuatu, membuat keduanya memutuskan untuk bertemu di Vandkilder, tempat yang sudah seperti saksi bisu mengenai aktivitas keduanya dalam hal berlatih, berbincang dan berdiskusi mengenai kerajaan. Eryk menatap Lan larb yang datang dengan wajah yang kusut, ia terlihat seperti seseorang yang baru saja dilanda oleh angin p****g beliung dan badai ganas yang memporak porandakan tatanan rapihnya, dan Eryk mengerti pasti Cecilia lah penyebab ia seperti saat ini sekarang. Lan larb menghela nafasnya cukup berat dan kini terduduk di salah satu batu yang menempel di samping mata air itu, Kedua mata Eryk yang semula menatap langit, kini kembali menatap sang Pangeran yang baru saja berucap, “kita harus melakukan sesuatu, Eryk” sekiranya itulah yang ia dengar dari sang Pangeran yang kini menatapnya dengan amat serius, “dan tolong jangan menatapku dengan seperti itu!” protes Lan larb ketika Eryk memasangkan pandangan iba untuknya, mendengar protesan dari sang Pangeran membuatnya mengehela nafas yang menganggukkan kepalanya mengerti dengan hal itu, Kedua mata itu kini menatap Lan larb dengan serius, ia menatap sang Pangeran seraya berucap, “apa yang harus kita lakukan? Karena kurasa hal ini akan percuma jika kita hanya melarangnya saja seperti yang kita lakukan di ruang rapat, ucapan kita tidak akan pernah diindahkan oleh mereka semua” penjelasan yang diucapkan Eryk membuat Lan larb menghela nafasnya dengan berat, Mereka berargumen dengan hebat mengenai apa yang harus mereka lakukan untuk menghentikan rencana sang Raja untuk menguasai dunia, hingga akhirnya Eryk terdiam kala Lan larb berucap, “ dan jika mereka semua masih bersikeras untuk melakukannya, maka aku lah yang akan membinasakan kaum ku sendiri” separuh tidak percaya dan separuh perasaannya mengatakan bahwa Lan larb benar-benar serius terhadap apa yang ia katakan beberapa saat yang lalu, dan kali ini kedua mata Lan larb menoleh menatap Eryk dan bertanya, “apakah kau masih berpihak padaku, setelah mendengar hal ini, Eryk? Ataukah kau akan berbalik dan mengikuti rencana mereka?” itulah hal yang dipertanyakan Lan larb kepada Eryk yang saat ini terdiam untuk berpikir. Beribu kekhawatiran jelas terpampang di wajahnya, namun ia juga tidak bisa membirkan perang terjadi, dan hal itulah yang kini membuatnya mengangguk seraya menatap sang Pangeran dan berucap, “sampai mati, saya akan memihak padamu”. dengan tekat yang besar, ia percaya bahwa langkah yang ia lakukan saat ini adalah seratus persen benar, ini demi kebaikan seluruhnya yang pada akhirnya harus terjadi. … Seperti dugaan Eryk dan Lan larb, cara lembut tidak pernah menyadarkan mereka, dan berbalik menyerang keduanya hingga pada akhirnya Lan larb dan Eryk harus menghentikan mereka dengan kejam. Darah mengalir dari permukaan pedang milik Eryk yang baru saja memenggal sekumpulan orang yang menghinanya dan menghina sang Pangeran, darah yang menetes saat itu membuat angin berhembus dengan dingin, mata air yang semula tenang berubah menjadi pusaran yang menakutkan dan bahkan langit di Negerinya kini menunjukkan Sklitnya. Eryk menoleh menatap Lan larb yang mengatakan bahwa sudah tidak ada jalan lagi bagi mereka selain membinasakan kaum ini, ia memerintahkan Eryk untuk pergi ke pedesaan dan menangani mereka para warga, dan membiarkan dirinya sendiri yang melawan Kerajaan. Meski ia merasa bahwa Lan larb tidak mungkin tega melakukannya, namun pada akhirnya ia harus memercayai sang Pangeran yang kala itu menatapnya dengan tekad yang luar biasa besarnya, tekad itu demi menghentikan mereka. Eryk berjalan menuju desa, dengan pedang yang sudah dilumuri oleh darah. Ia pada akhirnya harus menebas siapapun yang datang dan menyerangnya, karena mereka juga akan mengetahui hal yang terjadi di Vandkilder beberapa saat yang lalu, ketika ia menebas orang-orang itu dengan kejam. darah segar melumuri tubuh dan pedangnya saat ini, ia menyadahi bahwa ia sudah melakukan kekejaman tersebut kepada separuh dari orang-orang yang berada di desa, dan saat ini ia teringat bahwa ia memiliki seorang adik yang kala itu tengah belajar bersama dengan yang lainnya di aula pedang, dan itulah yang ia tuju saat ini, Oefenruimte Pedang. Riingg~ Riing~ Terdengar dengan jelas suara lonceng yang berbunyi dari kejauhan sana, yang menyadarkan Eryk bahwa Lan larb juga tengah melakukan hal yang sama dengannya di Kerajaan saat itu.   Dikejauhan, Eryk menangkap sekumpulan orang yang berlari mendekatinya dengan pedang yang mereka bawa. Namun seperti dugaan mereka, tak ada satu pun orang yang dapat mengalahkan ‘sang bilah tajam’ termasuk orang-orang yang kini sudah tergeletak di hadapan Eryk yang kala itu sudah menebas mereka dalam sekali tebas. Langkahnya kini menelusuri Oefenruimte Pedang, dan ia dapati sang adik Sagremor tengah berlatih pedang dengan sangat fokus, ia bahkan tidak menyadari pergantian warna langit saat ini. “hei” panggilan lembut dari sang kakak lah yang menyadarkannya, kedua matanya kini terbelalak kaget ketika melihat sang kakak kini berjalan mendekatinya dengan darah yang melumuri seluruh tubuhnya, “kakak, apa yang terjadi? Kenapa kakak berlumuran darah?? apakah perang terjadi?” itulah pertanyaan yang terlontar darinya yang kini menatap sang kakak dengan khawatir, Eryk tersenyum dengan senang, ia mengetahui bahwa sang adik pasti akan mengerti dengan cepat, dan ia juga tidak bisa menyalahkan kepintarannya itu. “Dengar Sagremor adikku, jadilah orang yang baik, lindungilah orang yang lemah tanpa harus menjadikan dirimu sebagai seorang pemimpin, kau bisa menjaga mereka tanpa menjadi seorang penguasa. Dan ingatlah, bahwa semua manusia itu sama, tak ada bedanya… hanya sifat rakus dan iri lah yang menjadikan mereka sedikit berbeda, tapi pada dasarnya, mereka adalah sama… dan ingatlah bahwa aku, ibunda, ayah dan bahkan Lan larb amat menyayangimu. dan maafkan aku” ucap Eryk seraya memeluk dengan erat sang Adik yang terdiam dan berpikir, “apa yang telah kau lakukan??” itulah pertanyaan yang terlontar dari sang adik, sebelum akhirnya Eryk meraih bahunya dengar erat dan mendorongnya hingga ia terperangkap di dalam batang pohon Nium yang saat itu berada tepat di belakangnya, Seiringan dengan itu, orang-orang yang tersisa kini berlari kearahnya dan termasuk Cecilia. Mereka menyerang Eryk secara bersamaan, dan Eryk mampu menghabisi mereka hanya dengan bermodalkan pedang miliknya, dan tanpa mengeluarkan keahlian Nium sedikitpun. Setelah ia rasa bahwa seluruh Warga telah ia binasakan, kedua matanya kini menoleh menatap batang pohon Nium atau lebih tepatnya menatap Sagremor yang terperangkap dan menyaksikan semuanya di sana, “tetaplah hidup, Sagremor” itulah yang ia ucapkan sebelum akhirnya pergi meninggalkan Sagremor yang menjerit dan meronta di dalam batang pohon itu. … Eryk terduduk di atas batu di pinggir Vandkilder, saat itu ia menunggu kedatangan sang Sahabat, Lan larb yang ia rasa masih melawan mereka-mereka yang tinggal di istana. Ia termenung sejenak dan berpikir bahwa yang ia lakukan bisa saja menjadi bumerang baginya, ia menyesal, ia merasa bahwa ia telah gagal untuk menjadi seorang kakak mengingat ia mengurung sang adik di dalam batang pohon Nium. Dan saat ini ia hanya mengharapkan bahwa nanti akan ada seseorang yang menyadari bahwa masih ada kehidupan di dalam Negeri ini dan menyelamatkan sang Adik dari mimpi buruk yang baru saja ia berikan padanya. Srakk!! Kedua mata Eryk menangkap Lan larb yang saat ini berjalan dengan lemas menghampirinya dengan baju yang sama-sama dilumuri oleh darah, seperti dirinya saat ini. Ia tidak menyangka bahwa Lan larb bisa melakukannya, ia membunuh sang Ayah dan membunuh sang Raja. Dengan tersenyum Eryk memuji sang Pangeran yang kini terkekeh. “apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” tanya Eryk padanya yang kini terdiam sejenak, ya… sebenarnya Eryk sudah dapat mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia bertanya seperti itu untuk meyakinkan sang Pangeran dengan rencana itu, apakah ia benar-benar serius atau dia hanya akan menjadi seseorang yang sama seperti mereka (mengambil alih Kerajaan yang sudah binasa). Dan sesuai dugaan, Lan larb memerintahkannya untuk membunuh dirinya atas apa yang telah ia lakukan, dan bahkan ia mengatakan bahwa ia berhasil menghasut Eryk untuk ikut membinasakan mereka yang pada dasarnya, itu tidaklah benar. Tidak, ia juga tidak akan bisa hidup setelah dengan kejam melakukan hal itu pada kaumnya sendiri, dan ia pun akhirnya memutuskan untuk sama-sama mengakhiri hidupnya di tangan sang sahabat, pada akhirnya mereka saling menusuk satu sama lain dan sama-sama menghadapi maut mereka secara bersamaan.   Namun pada detik terakhir ketika Eryk akan menghadapi kematiannya, Eryk merasa menyesal karena telah membohongi sang sahabat yang kini sudah terlebih dahulu menghembuskan nafasnya di hadapannya, ia memang membunuh semuanya, namun tidak dengan sang adik… ia tidak sanggup melihat kematian sang adik di tangannya ataupun tangan Land Larb. Karena ia sangat menyayangi sang adik. is The end of story Nium from Eryk Ivano Zelum.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN