kelana (Samun the monster of bush 1)

1116 Kata
[Samun the monster of bush]Pagi itu Abraham tengah berjalan beriringan dengan Rezen menuju Perpustakaan Kerajaan, setelah sebelumnya ia berbincang dengan sahabat karibnya, Saint yang saat itu telah diangkat menjadi seorang pemimpin Prajurit khusus Kerajaan Valens. Langkah mereka terkesan beriringan dengan Abraham yang memimpin di depan dan Rezen yang mengikutinya, mereka melangkah dengan amat cepat dan terkesan bahwa mereka tengah serius dan tidak ingin di ganggu oleh siapapun, sehingga beberapa pelayan pun menyingkir dari jalan keduanya dan menunduk hormat. Semenjak Abraham yang di tunjuk menjadi calon Raja empat tahun yang lalu, membuatnya terlihat amat tertekan, namun ia tetap tenang menanggapi hal tersebut dan mulai belajar dari awal mengenai kerajaan, dan kini Pangeran Abraham sudah menginjak umur yang ke tujuh belas. “Pangeran Ab!” sebuah panggilan menghentikan langkah Abraham dan Rezen yang kala itu melewati salah satu aula kerajaan, diliriknya Ray yang baru saja memanggil Abraham dengan amat kencang, “ada apa?” tanya Abraham dan membuat Ray menyunggingkan senyumannya sebelum akhirnya menjawab, “Baginda Raja ingin anda untuk menghadapnya sesegera mungkin, bersama dengan Rezen” dan ucapan Ray membuat kedua orang yang berdiri di hadapannya segera pergi untuk menghadap sang Raja. … Keduanya kini tengah berdiri tepat di depan pintu besar tersebut, mereka terdiam sejenak sebelum diketuknya pintu besar bermotif naga itu sebanyak tiga kali yang pada akhirnya terbuka dan menampilkan seorang Raja gagah yang terduduk disinggahsananya bersama dengan Raja Clairvoyant yang berada di sampingnya, ruangan itu amatlah besar, dengan warna silver yang mendominasi serta beberapa buah kursi yang terdapat di sisi kanan dan kiri serta sebuah meja dan kursi yang tersebunyi terdapat disudut kiri ruangan itu. Keduanya kini memberi hormat kepada sang Raja yang kini tersenyum menatap kedatangan mereka berdua. “aku datang atas perintahmu, Raja” kedua mata tajam milik Regard kini menatap Abraham dengan cukup tajam, Ginormous yang kala itu duduk di berdampingan dengan Regard pun hanya terkekeh, dan Rezen menyenggol lengan sang Pangeran setelah sebelumnya ketiga orang itu mendengar ucapan Abraham yang dinilai kurang sopan di waktu yang tidak seharusnya. Karena pada dasarnya seorang calon Raja diharuskan bersikap seformal mungkin di jam-jam yang telah ditentukan. Kedua mata Abraham kini menatap Rezen cukup terganggu, pasalnya ia tidak suka di senggol seperti itu dan ia juga merasa bahwa ia tidak melakukan kesalahan apapun sedari tadi. “apa yang kau lakukan selama ini, Ab?” pertanyaan Ginormous menginterupsi mereka, mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Ginormous membuat Abraham menatap ke kanan atas, guna mengingat apa saja yang telah ia lakukan, “hari ini aku bertemu dengan Saint dan berniat pergi ke perpus untuk membaca beberapa peraturan serta strategi perang, namun aku berakhir di hadapan kalian setelah salah satu prajurit mengatakan bahwa Raja memanggilku” jawaban yang jelas, sekaligus mampu membuat Rezen menundukkan kepalanya merasa bersalah dan Regard mengusap wajahnya dengan cukup frustasi. “sifat memang tidak bisa diubah, Regard… biarkan saja dia seperti ini” mata Regard kini menoleh Ginormous yang baru saja berucap dengan tatapan tidak setuju, “dia akan menjadi bahan gunjingan Raja lainnya, bagaimana bisa… huft” Regard tidak meneruskan ucapannya selain menghembuskan nafasnya frustasi, mendengar ucapan dua Raja itu membuat Abraham melipat kedua tangannya di depan dan berucap, “sebenarnya, kalian memanggilku hanya untuk membahas ini??” sela Abraham di tengah perbincangan antara Regard dan Ginormous saat itu, membuat keduanya menoleh ke arah Abraham dengan tatapan yang cukup terganggu karenanya, “tentu tidak!” jawaban Regard terdengar amat kesal padanya, namun entah Abraham mengetahuinya atau tidak… ia hanya bersikap tenang dan menganggukkan kepalanya dan kembali berucap, “lalu apa?” tanyanya. “apa kau mengenali putraku, Ab?” pertanyaan Ginormous diberi jawaban berupa anggukan oleh Abraham, “Zhumon? Dia adalah teman baikku” mendengar hal tersebut membuat Ginormous kini menganggukkan kepalanya dan memberikan sepucuk surat padanya yang kemudian surat tersebut di ambil oleh Rezen dan diserahkan pada Abraham yang tetap berdiri di tempatnya dan enggan untuk mendekat. “surat?? putramu akan menikah??” tawa Ginormous pecah mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Abraham yang kala itu berucap sebelum membaca isinya, “baca terlebih dahulu, Ab!” itulah perintah dari Regard, Abraham menyerahkan surat tersebut pada Rezen dan berucap, “kapan?” pertanyaan Abraham membuat alis Regard berkerut, “kau yakin sudah membacanya?” tanya Regard merasa penasaran dengan sikap sang anak yang beribicara seolah dia telah mengetahui apa isi dari surat tersebut, “aku tidak perlu membacanya, karena aku tau sifat temanku yang satu itu… beberapa minggu yang lalu dia menemuiku dan mengatakan bahwa ia akan mengurung sesuatu yang besar dan berserakkan, dan aku mengartikan bahwa ia akan segera berkelana” sebuah senyuman diperlihatkan oleh Ginormous, “kau mengenalinya dengan cukup baik” ucapan Ginormous membuat Abraham menganggukkan kepalanya, “jika kau memberikan sebuah surat padaku, dan lagi… surat itu adalah surat resmi, berarti kau memintaku untuk menemani anakmu berkelana, apakah dugaanku benar?” Ginormous kembali mengangguk dengan senyuman yang tidak pernah pudar menatap Abraham yang kini menghela nafasnya sejenak sebelum akhirnya berucap, “oke, aku akan menemaninya… jadi mohon permisi, aku dan Rezen harus segera bersiap menemui Zhumon di pagar depan kerajaan” dengan santai Abraham berbalik dan pergi meninggalkan keduanya, sedangkan Rezen membungkuk hormat sebelum akhirnya mengikuti langkah sang Pangeran. “tidak punya sopan santun!” umpat Regard cukup kesal melihat sikap Abraham beberapa menit yang lalu, “biarkan dia, dia menyengajanya, Regard” dikerutkannya dahi Regard ketika ia mendengar Ginormous berucap, “maksudmu??” tanya Regard merasa tidak memahaminya, “tindakkan yang ia lakukan saat ini adalah bentuk protesnya terhadap tuntutan yang akan segera ia pikul” jawab Ginormous pada Regard yang kini terkekeh, “jadi maksudmu, putraku itu tidak ingin menjadi seorang Raja?” diliriknya Ginormous yang saat itu menyeruput teh hijau yang tersedia untuknya di sana, “ya, dia sama sekali tidak menginginkannya” dihelakannya nafas Regard setelah mendengar penjelasan dari Ginormous, “tak ada yang bisa kulakukan, Ginor… kau tau sendiri, putra mahkota yang tersisa hanyalah dirinya, tapi di usianya yang telah menginjak tujuh belas saat ini pun sama sekali tidak mencirikan calon Raja yang baik!” jelas Regard cukup frustasi, “ya… aku tau itu, jadi biarkan saja dia seperti itu untuk beberapa saat ini” ucapan yang dilontarkan oleh Ginormous membuat Regard menghela nafasnya dan mengangguk mengiakan sara sang sahabat. … “tidakkah anda merasa malu bersikap seperti itu, pangeran?” diliriknya sang kepercayaan yang baru saja bertanya padanya, “jangan urusi urusanku dan cepatlah berkemas, kita akan melakukan perjalanan yang cukup panjang” cukup Abraham mengatakan kata seperti itu membuat Rezen menuruti perintahnya dan pergi meninggalkan sang Pangeran yang tengah berkemas di dalam kamarnya. Abraham berharap itulah yang terjadi, namun pada kenyataanya Rezen tidak bergerak dari tempatnya dan terus menatap sang Pangeran, dan membuatnya cukup terganggu dengan tatapan tersebut, “ah! Okay!! aku tidak merasa malu karena aku sengaja melakukannya, Rezen… jadi cepatlah berkemas dan kita pergi sebelum Zhumon meninggalkan kita berdua di gerbang depan Kerajaan!”, “saya sudah mengemasi barang-barang saya, dan lagi, pangeran… kita menangkap monster, bukan untuk menangkap pemandangannya” Abraham menatap Rezen yang menghela nafasnya dengan berat, ya… hal itu disebabkan karena Abraham kini memasukkan kanvas serta kuas dan catnya kedalam kain miliknya. …  to be continue. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN