Jalanan ibukota seakan tak pernah mau untuk sepi. Begitu rumit di kanan kiri ribuan orang dengan kericuhan dan riak hidup masing-masing. Langit pagi hari ini buktinya tak memberi suasana hangat untuk sekedar menenangkan pikiran dari kemelut yang sudah lama Ressa rasakan. Alunan nada dari pemutar musik tak juga membantunya agar berdamai dengan apa yang ia rasakan.
Ya, semalam. Mimpi itu terulang. Bayangan kejadian yang menimpa keluarganya mengulas luka kembali meski sudah berlalu bertahun-tahun lamanya.
Tanpa air mata, dan tanpa ekspresi. Itulah yang membuat gemuruh hatinya tak menentu sekarang. Meski Hansen selalu membimbingnya agar berdamai dan melepaskan semua kejadian itu tetap saja luka hati Ressa takkan berlalu begitu saja.
Bahkan jawaban atas apa yang menjadi alasan semua itu saja belum Ressa dapatkan. Baik dari Hansen, maupun siapa saja yang saat itu ada bersama keluarganya.
Yang mampu ia jalani sekarang hanyalah melanjutkan hidup. Bukan untuk sebuah impian atau apapun tapi lebih tepatnya sampai akhir nafasnya berhembus dan kembali berkumpul bersama mendiang kedua orang tuanya.
Ressa berjalan santai melewati lobby kantor dan menuju lift karyawan. Langkah kakinya terhenti begitu melihat pemandangan saat lift itu terbuka dan menampakkan dua orang manusia yang seketika membuatnya berdecak sebal.
Pria dan wanita itu mendekatinya. Ressa masih bersikap tak peduli. Saat kakinya hendak memasuki lift, sebuah kalimat pedas terdengar di telinganya.
"Baby, besok jangan lupa antar aku ke kantor lagi ya? Sekalipun aku sibuk tapi aku gak akan lupa kalau aku punya seorang pacar yang sangat baik dan tampan seperti kamu..." seringai jelas tercetak di bibir Dinda.
Yang jadi objek bicara masih saja mematung, namun tak lama ia bersuara. "Oke, besok aku antar kamu ke kantor lagi..." jawab Nando dengan ekspresi yang segan.
Ressa hendak masuk ke lift namun lift sudah menutup, terlambat. Langkah kakinya hendak beralih ke tangga sebelum si wanita ular disampingnya kembali bersuara.
"Aku gak akan membiarkan pacar aku kesepian hanya karena aku terlalu sibuk."
Apa maksud wanita ular ini? Jadi Nando suka kesepian selama jadi pacarnya begitu? Geram sudah Ressa seketika gadis itu berbalik hendak pergi. Tiba-tiba sebuah tangan mencekalnya dan raut wajah Dinda berubah masam.
"Res, aku minta--" ucap Nando terjeda saat sebuah panggilan terdengar. Langkah kaki itu pun mendekat. Mereka bertiga beralih memandang ke sumber suara.
"Ressa!" Evrand melangkah santai. Terlihat aura dan kemaskulinan pria berambut sedikit pirang itu. Ototnya tercetak dibalik kemeja fit body yang dia kenakan.
Genggaman Nando ditepis Ressa begitu saja. "Iya pak, ada yang bisa saya bantu?" Sahut Ressa sopan.
Evrand melirik Nando dan Dinda sekilas lalu kembali menatap Ressa serius. "Ke ruangan saya dan bawa desain iklan yang kemarin sudah final. Saya mau memastikan klien kita tidak akan mengajukan komplain kemudian hari," terlihat Evrand tegas dan pria itu melenggang masuk lift yang sudah kembali terbuka.
Ressa masih diam di tempat. Evrand menatap gadis itu lalu menarik gadis itu ke dalam lift dan pintu lift pun menutup.
Degup jantung Ressa tiba-tiba mencuat. Ia menelisir sosok Evrand disampingnya. Apa ini salah satu buntut pertengkaran mereka sebelumnya. Ressa masih berkemelut dalam hati. Evrand yang seakan jadi objek pandangan memecah keheningan itu.
"Kamu di lantai berapa? Saya mau ke lantai 7," suara berat Evrand memecah lamunan Ressa.
"Saya mau ke lantai 5 pak," jawab Ressa sedikit menunduk. Mau bagaimana kekesalannya pada pria itu kemarin, tetap saja sekarang Evrand adalah atasannya.
Lift berdenting dan angka 5 nampak menandakan Ressa harus keluar. Gadis itu berjalan cepat bahkan tanpa basa basi sedikitpun. Sesaat pintu lift menutup baru Ressa tersadar dan berbalik, tapi sudahlah.
Ia menuju meja kerjanya. Teman yang lain sudah mulai berdatangan juga. Ressa memperhatikan jam di meja kerja dan 15 menit lagi ia harus segera ke ruangan Evrand.
Ressa merapikan seragam dan berkas desain yang harus dia bawa. Lift bergerak dan menunjuk angka 7. Ressa melangkah dan menghampiri meja sekretaris GM, ia menyampaikan keperluannya lalu diantar masuk setelah jawaban masuk terdengar dari dalam ruangan itu.
Evrand tengah berdiri membelakangi pintu tepat di depan jendela ruang kerjanya. Sambil menyesap kopi membuat sebuah pemandangan tersendiri di mata Ressa.
"Permisi pak," tegur Ressa membuat si empu ruangan itu berbalik.
Evrand mempersilahkan Ressa duduk. Ada rasa gugup tersendiri yang Ressa rasakan. Tidak biasanya dia harus gugup di depan atasan.
"Mana desain yang saya minta?" tanya Ervand tanpa basa basi. Jangan lupakan ekspresi datarnya.
Ressa yang mendapat titah langsung menyerahkan map berisi beberapa rancangan iklan dan penjabaran nilai iklannya. "Untuk fisik iklan sudah saya kirim ke email bapak."
Evrand memeriksa iklan yang diputarnya lalu mencocokkan dengan isi di berkas yang Ressa sodorkan. "Rapi, tidak terlalu berat namun cukup jelas penyampaiannya. Apa kamu yang mendesainnya sendiri?"
"Untuk desain isi dan komposisi bahan dikerjakan oleh saya dan Monika. Sementara untuk proses editing dan action gambar di realisasikan oleh Kevin, Vira, dan Yuda. Dengan pengawasan Pak Nicko dan bimbingan dari tim analis project agar sesuai dengan permintaan klien kita," jelas Ressa tak lupa memberi sebuah senyum tipis.
Evrand sedikit terkejut dengan senyum itu, namun ekspresi dinginnya mampu menganulir semua itu.
"Oh ya Res, apa Nicko sudah memberitahu tentang permintaan saya?"
"Permintaan apa pak?" Ressa kembali dibuat heran oleh atasannya itu.
Evrand mengambil sebuah map dan menyodorkannya pada Ressa. Dengan berdebar Ressa menerima map tersebut dan membacanya perlahan. Mata Ressa membulat beberapa saat setelah membaca isi map itu. Mulutnya menganga dan raut wajah Ressa berubah geram.
"Apa saya akan di mutasi ke cabang lain?! Salah saya apa pak? Ini mendadak sekali!" Ressa tak kuasa menahan kesabarannya.
Evrand bersedekap d**a dan bibirnya sedikit terangkat. "Tidak ada yang salah. Setelah project iklan ini selesai kamu akan ditunjuk menjadi kepala divisi Visual Action Project FinalTouch di cabang Kota Batam. Karena cabang baru, makanya kita membutuhkan SDM yang mumpuni untuk mengembangkan perusahaan disana?"
Kembali Ressa terperangah. Mulutnya belum juga terkatup.
"Enggak! Saya gak bisa pak..." ucap Ressa memelas.
"Saya sudah memeriksa beberapa orang yang direkomendasikan oleh bagian HRD. Dan menurut saya kinerjamu cukup bagus," jelas Evrand tenang.
Cukup? Hehh pria ini mengatakan cukup? Menyebalkan! Gerutu Ressa dalam hati.
"Kalau kau sudah setuju silahkan tanda tangani surat itu dan mulai bulan depan bisa langsung pindah kesana. Fasilitas seperti tempat tinggal dan kendaraan beserta sopir sudah disediakan. Jadi tidak perlu khawatir."
Evrand masih menunggu gadis di depannya kembali menyahut. Terlihat Ressa berubah gusar setelah Evrand menjelaskan jabatan barunya. Apa rencana ini akan berhasil? Namun yang Evrand heran kenapa Nicko tak memberitahu Ressa sebelumnya. Apa temannya itu tidak rela kalau staff kesayangannya akan dipindah tugaskan.
"Pak, kalau ada pilihan lain yang bisa saya tempuh, mungkin saya bisa memilih yang lain..." sahut Ressa lemah.
Evrand menegakkan duduknya dan menatap sedikit dekat ke arah Ressa. "Ada," ucapnya singkat.
"Apa pak?" tanya Ressa polos.
"Gantikan posisi sebagai sekretaris saya dan kamu tetap bertahan di kantor ini."
Habis sudah kebaikan hatinya. Gadis itu jelas geram, ternyata ini tujuan Evrand memanggilnya.
"Pak Evrand!"
"Ya Ressa," senyum jelas tercetak di wajah tampan itu.
"Bapak mau membalas saya?!"
"Asal kau tahu, pukulanmu yang begitu kuat itu sudah melukai rahang saya dan membuat sedikit robekan disini," tunjuk Evrand di sudut bibir kirinya.
"Pak Evraandd!!!" Geram Ressa amat sangat kesal.
Gelak tawa Evrand membuat gadis itu bersungut sungut. "Oh ya, apa hubunganmu dengan pria dan staff wanita tadi pagi, yang bertemu di lift lantai dasar? Hmm apapun itu, setidakmya ucapkan terima kasih pada saya karena sudah menyelamatkanmu dari mereka, hm..." goda Evrand lagi yang seketika merubah raut wajah Ressa.
Gadis itu berubah sendu dan ada mendung yang lewat di pikirannya. Bagaimanapun kepercayaan selama 2 tahun pacaran dengan Nando rusak begitu tahu bahwa pria itu tega menduakannya. Bayangan saat Ressa memergoki mantan kekasihnya sedang b******u dengan Dinda di apartemen pria itu membuat suasana hatinya sedih. Sakit hati karena terlihat bodoh di depan dua manusia b******k itu.
Evrand merasa bersalah ketika dilihatnya wajah Ressa yang tak bersahabat. Bahkan candaan yang ia lontarkan tak digubris oleh gadis itu. Ah, untuk apa dia harus mengungkit kejadian pagi tadi.