16.

1074 Kata
"Pelayananmu." "Pelayananmu." "Pelayananmu." Jawaban Arkan tersebut terus saja menghantui Keysa. Terus saja terngiang berulang-ulang seperti radio rusak yang mengganggu serta membuat Keysa kepikiran. Padahal hal itu telah berlalu lebih dari dua hari dan Arkan saja tidak pernah membahasnya sebab kelihatannya pria itu sibuk sekali dengan pekerjaannya. "Apa maksudnya coba?" dengus Keysa sambil mencebikkan bibirnya kesal. "Maksudmu apa?" Arkan tiba-tiba saja sudah berdiri tepat berada dibelakang Keysa yang membelakanginya. Sontak saja hal itu membuat Keysa kaget dan menoleh. "Dari kapan kamu berada disini?" jawab Keysa dengan kembali bertanya. Arkan menilap tangannya sambil memasang raut wajah favoritnya, datar sedatar tembok yaris tak berekspresi. Arkan menghampiri Keysa lantas duduk disebelahnya. "Pertanyaan ada untuk dijawab bukan untuk ditanyakan balik. Tetapi, baiklah kamu tidak usah menjawab pertanyaanku dan aku saja yang menjawab pertanyaanmu. Aku beritahu bahwa aku disini mengamatimu sejak kamu geleng-geleng kepala sambil merona malu seolah sedang memikirkan hal yang mesum." 'Pertanyaan ada untuk dijawab bukannya ditanya balik? Pernyataan itu cocoknya dengan dirimu sendiri karena justru kamulah yang lebih dahulu menjawab pertanyaan yang aku lontarkan tanpa tau kamu dibelakang dan kamu menjawabnya dengan pertanyaan. Dasar tuan tidak sadar diri!' Keysa mendumel dalam hatinya. 'Dan apa katamu, aku berpikir m***m? memangnya kenapa, masalah buatmu? Ini juga gara-garamu!' lanjutnya masih dalam hati, sebab jika mengatakan langsung takutnya Arkan kembali mengancamnya menggunakan Syaniah. "Kamu tak punya pekerjaan lainkah, sampai-sampai begitu luangnya punya waktu mengamatiku?" cibir Keysa sambil mendengus tanpa sadar begitu saja keluar dari mulutnya. Begitu menyadari kalimatnya, Keysa langsung merutuki kalimatnya terlebih lagi setelah mendapatkan tatapan tajam dari Arkan. Sial, susah payah Keysa menahan diri untuk tidak menghujat Arkan, kalimatnya yang lain malah berulah mengeluarkan kalimat cibiran begitu mudahnya. Keysa memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya merutuki dirinya sendiri. 'Habislah aku, dia pasti lagi akan untuk mengancam atau akan menjawabku dengan kalimat tajamnya.' Keysa membatin takut tak sanggup mendengar kalimat mematikan Arkan yang selalu saja berhasil melukainya tanpa menyentuh. "Kamu salah besar, sayang!" ucap Arkan dengan nada penuh peringatan. "Aku punya banyak pekerjaan, dari pekerjaan kantor, mengurusi rumah dan juga kamu isteriku yang tak tahu diri yang tahunya menyusahkanku saja!! Keysa meremas tangannya menahan rasa sesak yang sudah diduganya akan datang menghampirinya. Kalimat Arkan begitu hebatnya mudah sekali menyinggung dan melukainya. "Makan dan minum obat saja susah dan harus aku ancam dahulu. Sebegitu inginkah kamu menyusahkanku, sehingga kamu tak mau sembuh dan lebuh memilih bertahan menahan rasa sakit ditubuhmu!" tuduh Arkan sambil mengeram tak suka. "Aku tidak seperti itu, berapa kali aku katakan kepadamu? Aku bukanlah wanita sekeji itu sampai rela nekat sakit demi untuk menyiksamu." Keysa membantah seraya membuka matanya menatap Arkan untuk meyakinkannya. "Sudahlah, aku tak berminat mendengar ocehan sampahmu!" hujat Arkan tanpa perasaan bersalah. "Aku tak butuh itu! Dan aku butuhnya jawabanmu mengenai keadaan telapak kakimu, aku harap sudah sangat membaik, sebab besok malam kamu harus menemaniku menghadiri pesta perayaan pernikahan rekan bisnisku." Arkan yang malas berdebat mengalihkan pembicaraan mereka pada topik lain. "Lukanya sudah tak sakit dan saat aku berjalanpun sudah tidak terasa ngilu lagi." "Oh, ya?" Arkan yang tak percaya memeriksa telapak kaki Keysa langsung. Lantas menekan kuat luka Keysa sontak saja empunya meringis kesakitan. "Aarrrgghh, sakit!" "Katamu sudah membaik tadi, kamu ini bagaimana?!" bentak Arkan sambil menatap nyalang. "Pembohong!! Kalau masih sakit katakan sakit. Jangan coba-coba menyembunyikan hal itu dariku, karena aku pasti akan mengetahuinya dan takkan membiarkan niat burukmu untuk tetap bisa sakit agar bisa terus menyiksaku. Kamu tahu aku benar-benar tak suka selama kamu sakit, aku terpaksa mengerjakan pekerjaan rumah, membersihkan rumah ini, memasak belum lagi menghadapimu yang licik ini. Aku sungguh tak menyukai pekerjaan itu, sebab harusnya kamulah yang harus melakukannya bukannya malah aku." "Aku--" "Mau berpura-pura minta maaf seolah menyesalinya! Tidak perlu, aku tahu inilah yang kamu mau, Keysa. Tapi tunggulah kamu sembuh aku pasti tak akan lupa untuk membalasmu!!" Peringat Arkan setelah memotong kalimat Keysa yang bahkan baru saja akan dilontarkan. Keysa pun terdiam tak berniat membantah Arkan lagi. Keysa membiarkan Arkan menghina dirinya sesuka hati walaupun ia akan merasakan sesak hati. Melawanpun, toh percuma saja! Arkan keras kepala dan tetap saja akan menuduhnya melakukan hal yang tidak-tidak. Puas mengeluarkan kekesalannya terhadap Keysa yang tak melawannya lagi. Arkanpun ikut terdiam dan membuat mereka berada dalam suasana keheningan larut dalam pikiran masing-masing. 'Sampai kapan kamu memperlakukanku begini? Belum puaskah kamu melukaiku di masa lalu. Membeliku, menikahiku paksa juga membuatku terluka, tapi malah menuduhku melakukannya dengan sengaja untuk menyiksamu. Kamu sendiri yang memecat pembantu rumah tangga, tapi anehnya saat kelimpungan menyaksikan rumah yang kamu berantakkan malah menuduhku sengaja berlama-lama sakit agar kamu terus yang melakukan pekerjaan rumah.' Keysa membatin tak habis pikir. 'Mana lagi kamu sok sibuklah, ngomong kayak udah benar-benar capek ngurusin rumah ... padahal nyatanya kamu malah membuat rumah semakin berantakan.' Keysa menghela nafasnya panjang lalu beralih menatap Arkan yang ternyata tengah menatapnya juga. Lalu pikiran Keysa teralihkan membayangkan tumpukan piring kotor yang berada di dapur, juga tumpukan pakaiannya juga Arkan. Keyataannya Arkan tidaklah melakukan pekerjaan berat seperti ucapannya. Perlu diketahui Arkan hanya melakukan pekerjaan ringan, memesan makanan untuk mereka berdua, membuat kopinya sendiri dan juga bagian benarnya, dia kesusahan saat menyuruh Keysa makan dan minum obat saja. Mungkin terbiasa dilayani, makananya terbiasa ada di meja sebelum ia memintanya, kopi, bahkan untuk urusan air mandinya pun terbiasa sudah tersedia. Mungkin hal itulah yang menyebabkan Arkan tak biasa mandiri sehingga prustasi dan bersikap berlebihan terhadap Keysa. Seolah-olah dirinyalah yang kerepotan mengurusi rumah nyatanya Arkan tak melakukan apapun, selain dari pada mengomel rewel dengan raut wajah datar sedatar tembok yang selalu ia tunjukkan. Arkan muak melakukan tak ada yang melayani kebutuhannya seperti bagaimana sebelumnya, makanya tempo hari ketika Keysa menanyakan kepadanya apa yang harus diberinya sebagai ucapan terima kasih, Arkan hanya menjawab ingin dirinya dilayani, sebab sudah lelah dengan kegiatannya yang mengharuskan dirinya melakukan semuanya sendiri. "Keysa," panggil Arkan membuat Keysa menoleh. "Ya." "Kini hanya tinggal kakimu yang sakitkan?" tanya Arkan memastikan. Keysa mengerut heran. "Ya, hanya itu dan juga nafsu makanku yang belum kembali." Arkan berdehem dengan wajah angkuhnya. "Ekhemm ... kamu pijatlah tubuhku. Aku merasa pegal sekali jangan lupa kepalaku yang juga terasa pening. Kamu tahu aku merasakan ini karena lelah mengurusimu yang masih betah sakit terus." 'Bukan aku yang betah sakit, kamu saja yang terus memaksaku mengiyakan ucapanmu yang mengataiku masih sakit terus ...' Keysa mendumel menjawab Arkan dalam hatinya. "Yasudah, berbaliklah! Aku akan melakukanya." Keysa memutar bola matanya jengah bercampur kesal tanpa Arkan ketahui, sebab Arkan sudah lebih dahulu berbalik membelakangi Keysa dan bersiap merasakan tangan ajaib Keysa yang akan menghilangkan rasa pegal linu dari tubuhnya. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN