DAT | Perhatian

1018 Kata
"Maaf ya Pak, Asma udah bohong sama Dokter tadi." ujar Asma menggigit bibir bawahnya gugup. Pasalnya sejak mereka keluar dari klinik laktasi, Basuki tak mengeluarkan sepatah kata pun. Basuki menghela napas berat sebelum mengangguk ringan. Dia tidak ingin memperpanjang masalah itu. "Ndak perlu dianggap serius." balas Basuki acuh dan kembali melanjutkan langkahnya. Asma menatap punggung lebar Basuki yang kini berjarak cukup jauh darinya. Kedua tangannya tak berhenti memilin dengan raut yang sulit diartikan. Gadis itu akhirnya pergi menyusul bapak sambungnya yang sudah sampai di parkiran. Lalu menerima uluran helm yang pria itu berikan padanya. Asma terus menatap wajah Basuki yang tak menunjukkan raut yang berarti. Hanya wajah datar yang pria itu tampilkan saat ini. "Masih ingin di sini?" tanya Basuki yang telah selesai memasang helm-nya. Pria itu sudah menunggangi kuda besinya sembari menatap Asma dengan pandangan bertanya. Asma tampak mengerjap sebentar sebelum menggeleng. Gadis itu buru-buru memakai helm-nya. Namun yang terjadi justru dia mengalami kesusahan saat memasang gesper helm. Basuki yang memang menunggu Asma siap, seketika menghela napas berat. Entah mengapa setelah gadis itu mengakui dirinya sebagai istrinya membuat Basuki merasa aneh. Bukan marah, tapi seperti... ya apakah tidak ada alasan lain? Padahal dirinya sudah mewanti Asma agar berbicara jujur pada dokter wanita itu. Tak ingin membuang waktunya terlalu lama, Basuki terpaksa turun dari motor dan berdiri tepat di depan Asma. Menatap lurus netra bening gadis itu yang menyorotnya dengan pandangan seperti "Bapak mau ngapain?" Tanpa suara, Basuki tiba-tiba saja menunduk. Mengulurkan tangannya ke depan dan memasangkan gesper helm untuknya. Membuat Asma tanpa sadar menahan napasnya saat jarak wajah keduanya sangat dekat. "Sudah." ujar Basuki datar, dan kembali menegakkan wajahnya. Asma berdehem pelan untuk menghilangkan rasa canggung yang menderanya. Dia merasakan pipinya yang memanas karena mendapatkan perlakuan tersebut dari bapak sambungnya. Mengapa sekarang rasanya berbeda? Bukankah dulu Basuki juga sering memberikannya perhatian semacam ini? Kenapa sekarang Asma justru merasa tersipu? "Ma-Makasih, Pak." ujar Asma kikuk. Kedua sudut bibirnya tertarik, menciptakan sebuah senyuman yang terlihat canggung. Basuki hanya berdehem dan kembali menaiki motornya. Asma lalu ikut melakukan hal yang sama. Mendudukkan dirinya di jok belakang motor bapak sambungnya. Jika biasanya Asma akan langsung berpegangan dengan pinggang Basuki, lain cerita dengan sekarang. Entah mengapa gadis itu merasa canggung untuk melakukannya. Dia lebih memilih berpegangan pada behel motor. Di sisi lain, Basuki mulai melajukan motornya meninggalkan pelataran rumah sakit. Selama perjalanan, pria itu merasa ada yang janggal. Tanpa sadar dirinya menunduk menatap kedua sisi pinggangnya. Yang saat ini terasa kosong. Biasanya dia akan merasakan dua pasang tangan mungil yang berpegangan erat di sana. Basuki berdecak, merasa terusik dengan hal itu. Dan karena itu juga dia dengan sadar semakin menambah kecepatannya. Asma menggigit bibir bawahnya resah saat laju motor yang Basuki kendarai semakin cepat. Dirinya yang merasa takut karena berpegangan pada behel motor lantas beralih memegangi pinggang Basuki dengan erat. Tanpa disadarinya, sudut bibir Basuki terangkat naik menciptakan sebuah senyuman. Pria itu lalu menarik kedua tangan Asma secara bergantian, dan meletakkannya di perutnya. "Pegangan yang erat. Bapak mau ngebut." kata Basuki ketika merasakan tubuh mungil di balik punggungnya yang tiba-tiba tersentak karena sentuhan itu. || Selama perjalanan pulang, jantung Asma tak berhenti berdegup kencang karena memikirkan apa yang telah Basuki lakukan. Jika biasanya pria itu hanya akan membiarkannya berpegangan pada pinggang, kali ini Basuki justru memaksanya untuk memeluknya. Dengan kedua tangannya yang berada di depan perut keras pria itu. Sibuk dengan lamunannya, Asma sampai tidak sadar jika beberapa menit lalu Basuki sudah menghentikan motornya di sebuah tempat. Pria itu terdiam, menatap wajah anak sambungnya dari kaca spion. Melihat tak ada tanda-tanda gadis itu akan turun, membuat Basuki akhirnya bereaksi. Perutnya sedari tadi sudah terasa lapar karena menunggu antrian yang sangat panjang. "Kenapa diam saja? Kamu ndak mau turun apa?" tanya Basuki sembari menoleh. Pria itu sudah melepaskan helm-nya. Namun belum sempat merapikan rambutnya. "Hah?" Asma mengerjap mendengar pertanyaan yang dilontarkan Basuki secara tiba-tiba. Dia lantas mendongak, menatap wajah bapak sambungnya. Asma dibuat terpaku saat melihat penampilan Basuki yang tampak berbeda. Jika biasanya Asma akan melihat rambut hitam Basuki yang tersisir rapi. Kali ini dia justru melihat surai gelap itu tampak berantakan. Dan entah mengapa justru membuat penampilan Basuki terlihat keren dan tampan. Basuki berdecak karena lagi-lagi Asma tampak termenung. Namun yang membuatnya salah tingkah, gadis itu melihatnya tanpa berkedip. "A-Asma? Hey?" Basuki berusaha menyadarkan Asma. Dia sampai menggoncang bahu gadis itu karena tak kunjung mendapat respon. Basuki yang mulai kesal dengan tingkah Asma yang menyebalkan, akhirnya dengan mendengus menyentil kening gadis itu. Membuat sang empu mengaduh sakit dan tersadar dari lamunannya. "Kamu ini kenapa? Sedari tadi Bapak lihat melamun terus." cecar Basuki dengan raut sebal. Asma mengulum senyum sembari menggaruk pipinya yang tidak gatal. Kebiasaan yang sering dilakukan gadis itu ketika salah tingkah. "Asma nggak kenapa-napa kok, Pak." jawab Asma meringis. "Ya sudah kalau begitu cepat turun. Kita sudah sampai dari tadi." titah Basuki dengan wajah masam. Asma dengan cengengesan turun dari motor bapak sambungnya. Gadis itu lalu mengernyit saat baru menyadari dimana mereka sekarang berada. "Kok ke sini, Pak?" tanya Asma heran. Basuki yang baru saja melepaskan jaketnya menatap sebentar ke arah gadis itu. Lalu dengan santai menyampirkannya ke atas stir motor. "Bapak lapar sedari tadi menunggu antrian sampai berjam-jam." jawab Basuki yang kini sudah berdiri di samping Asma. Karena tinggi keduanya yang berbeda jauh, Asma harus mendongak saat berbicara dengan Basuki. "Tapi Dika gimana, Pak? Asma khawatir karena kita terlalu lama ninggalin dia." ujar Asma tampak resah. Basuki tersenyum tipis melihat raut wajah Asma saat ini. Dia sangat bersyukur karena gadis itu benar-benar tulus terhadap anaknya. "Kamu tenang saja. Hari ini Mbak Santi sedang tidak sibuk. Bapak juga sudah mengabarinya tadi." balas Basuki mencoba menenangkan. Asma yang awalnya enggan, akhirnya setuju untuk masuk ke dalam warung bebek goreng langganan bapaknya. Lagipula dia juga tidak tega melihat wajah kelaparan yang tergambar jelas di wajah bapak sambungnya itu. "Oke deh kita makan dulu. Tapi jangan lama-lama ya, Pak. Asma bener-bener khawatir sama Dika." kata Asma setuju. "Iya. Sekarang lebih baik kita masuk dulu." Basuki mengangguk sembari menggandeng tangan Asma masuk ke warung yang tampak sangat ramai itu. Asma yang digandeng tiba-tiba oleh bapaknya, seketika menegang. Dengan jantung yang kembali berdegup kencang. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN