DAT | Induksi Laktasi

1060 Kata
"Kamu yakin, Ma?" tanya Basuki untuk yang ke sekian kalinya. Saat ini mereka tengah berada di sebuah rumah sakit. Seperti yang sudah Asma katakan beberapa hari lalu. Dia akan menggantikan peran Mbak Marni untuk memberikan ASI pada adiknya, Dika. Asma menghembuskan napasnya gusar dengan raut sebal. Sedari kemarin, Basuki tak hentinya mencecar dirinya dengan pertanyaan yang sama. "Jawaban Asma tetep sama, Pak. Asma yakin ngelakuin ini." kata Asma sedikit jengkel. "Tapi usia kamu masih sangat muda, Ma. Bapak juga khawatir orang-orang akan memandang kamu sebelah mata." Basuki menyuarakan kegelisahannya. Bukannya Basuki tidak senang Asma akan membantu merawat Dika. Tapi dia hanya tidak ingin Asma menjadi bahan gunjingan orang-orang. Apalagi di usianya yang baru akan menginjak 20 tahun bulan depan. "Untuk apa kita mempedulikan omongan orang, Pak? Kita hidup untuk diri kita sendiri. Lagipula yang Asma lakukan murni untuk membantu Dika." jelas Asma tegas. Basuki kehilangan kata-katanya mendengar jawaban bijak Asma. Kali ini dia kalah berdebat dengan gadis itu. Yang memang jika telaah, memang ada benarnya juga. Kita tidak perlu memikirkan omongan orang lain. Hidup kita tergantung pada kita sendiri. Jika kita terlalu fokus pada omongan orang, bukan tidak mungkin hidup kita akan menjadi berantakan. Tidak bebas dan penuh dengan kepalsuan. "Baiklah kalau memang itu keputusan kamu. Bapak cuma bisa dukung apa yang menurut kamu baik." ujar Basuki pada akhirnya. Asma akhirnya dapat bernapas lega setelah mendengar ucapan Basuki. Setidaknya kini ada bapaknya yang mendukung keputusannya. Gadis itu lalu mengajak Basuki untuk segera pergi menuju klinik laktasi. Asma takut antriannya akan semakin panjang jika mereka tidak segera mengantri. Asma menghela napas berat saat dirinya baru saja sampai di kawasan klinik laktasi. Sudah ada banyak pasangan suami istri yang juga berada di sana. "Duduk sini, Ma." ajak Basuki menepuk kursi kosong yang ada di sampingnya. Pria itu memilih duduk agak jauh dari orang-orang agar bisa berdiskusi dengan gadis itu. Asma mengangguk ringan dan menurut. Gadis itu mendudukkan dirinya di samping bapak sambungnya. Dengan sebuah tas selempang yang dia letakkan di atas pangkuannya. "Padahal kita udah datang sedikit pagi. Tapi antriannya masih sebanyak ini." keluh Asma dengan wajah memberengut. Basuki tersenyum ringan dan menepuk puncak kepala Asma. "Kita tunggu saja." kata pria itu menenangkan. Asma hanya mengedikkan bahunya dan kembali menatap sekitar. Baru menyadari jika beberapa orang tengah menatapnya dengan berbagai ekspresi. "Kenapa orang-orang pada liatin kita sih, Pak?" tanya Asma setengah berbisik. Basuki menghela napasnya pelan. Inilah yang dia takuti sedari kemarin. Orang-orang akan menatap Asma dengan pandangan curiga. Walaupun usia Asma sudah legal untuk menikah, namun wajah gadis itu masih terlihat imut dan seperti anak SMA. Membuat orang banyak salah paham dengan usia gadis itu. "Mereka pasti berpikiran buruk melihat kamu bersama om-om seperti Bapak." jawab Basuki mencoba berbesar hati. Asma mengernyit tak suka mendengar ucapan Basuki barusan. Memangnya ada yang salah dengan semua itu? Dia hanya pergi bersama ayahnya. "Tidak semua orang bisa berpikir positif saat melihat kita ada di sini, Ma." Basuki tiba-tiba saja bersuara saat melihat Asma yang sejak tadi diam. Asma menatap Basuki sekilas dan akhirnya mendengus. Otak cantiknya memikirkan cara agar orang-orang yang ada di depannya berhenti untuk menatap ke arah mereka. Gadis itu menggeser sedikit tubuhnya hingga lebih dekat dengan bapaknya. Lalu merangkul lengan Basuki dengan mesra. Percayalah, jantung Asma saat ini benar-benar tidak karuan rasanya. "Asma? Apa yang kamu lakukan?" tanya Basuki memicing dengan suara yang begitu pelan. Asma menatap bapak sambungnya dengan senyum singkat. Lalu kembali menatap lurus ke depan dengan wajah innocent. "Sekalian saja buat mereka berpikiran buruk tentang kita, Pak. Toh mereka sendiri yang akan rugi karena terlalu mudah berspekulasi." balas Asma tersenyum miring. || Asma tak menyangka jika datang ke tempat ini akan mengantri hingga berjam-jam. Gadis itu akhirnya dapat bernapas lega saat namanya telah dipanggil oleh perawat yang berjaga di depan ruangan dokter. "Tunggu, Ma." cegah Basuki saat Asma hendak beranjak dari tempat duduknya. "Ada apa, Pak?" tanya Asma penasaran. "Di dalam nanti kamu harus berkata jujur dengan keadaan kamu. Jika memang tidak bisa melakukan program ini, Bapak tidak apa-apa." kata Basuki yang tak ingin membebani Asma. Asma mendesah pelan dan mengangguk. Basuki akhirnya melepaskan cekalan tangannya dan ikut masuk ke dalam ruangan dokter. Di dalam ruangan serba putih itu, Dokter mulai menanyakan keluhan apa yang Asma rasakan. Dan Asma mulai menjawab tujuannya datang ke sini. "Penyebab ASI tidak keluar memang beragam. Bisa karena stres atau kelelahan pasca melahirkan, misalnya karena depresi postpartum, persalinan lama, atau operasi caesar darurat. Bisa juga karena kondisi medis tertentu, seperti diabetes, gangguan tiroid, anemia, dan lainnya." jelas Dokter wanita bernama Juanda itu. "Tapi Dok, dia ini bukan-" "Lanjutkan saja, Dok." potong Asma cepat saat mendengar Basuki menyela ucapan Dokter Juanda. Wanita itu tersenyum tipis dan kembali melanjutkan penjelasannya. Induksi laktasi banyak menjadi pilihan bagi orang tua asuh atau ibu pengganti untuk memberikan ASI bagi buah hati mereka. "Sebenarnya program ini bisa dilakukan ketika sedang hamil. Karena dapat menghabiskan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan." kata Dokter Juanda. Asma mengangguk paham. Dia melirik ke arah Basuki yang masih diam, namun dengan raut masam. "Em, begini, Dok. Sebenarnya saya baru saja menikah dengan suami saya beberapa hari lalu. Istri pertamanya meninggal setelah melahirkan seorang bayi sekitar dua bulan yang lalu. Dan rencananya, saya ingin memberikan ASI saya untuk anak sambung saya." tutur Asma lancar sembari menggenggam tangan Basuki. Basuki yang mendengar penuturan Asma tentu saja merasa bingung. Sejak kapan dirinya menikah dengan Asma? Dia juga berbohong dengan usia Dika dan kematian Ranti. Dokter Juanda tampak mengangguk paham sembari mengulas senyum. Wanita itu kembali menjelaskan mengenai program induksi laktasi yang akan Asma jalani. "Mengonsumsi pil KB dengan estrogen dan progesteron serta melewatkannya seminggu sekali setiap bulan, hormon tubuh akan menyerupai mereka yang tengah mengandung. Ibu juga bisa mengonsumsi herbal yang bisa menambah produksi air susu." kata Dokter Juanda. "Mengonsumsi obat-obatan atau suplemen herbal yang menambah produksi ASI juga bisa Anda lakukan. Makan oatmeal beberapa kali seminggu atau setiap hari pun bisa menambah suplai ASI." imbuhnya. "Jika ingin memiliki pasokan ASI maksimal dan memiliki waktu terbatas cobalah untuk memeras ASI dengan pompa delapan kali sehari, termasuk sekali di malam hari. Memang, hal ini membutuhkan komitmen, waktu, dan investasi energi, serta dukungan." jelas Dokter Juanda. Asma menghembuskan napas berat mendengar penjelasan Dokter Juanda. Dia memantapkan hati untuk menjalani program ini. Semua ini demi Dika, agar adiknya itu tidak perlu meminum s**u formula atau s**u kedelai lagi. "Baiklah, Dok. Saya yakin ingin menjalani program ini." kata Asma mantap dengan keputusannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN