“Ada apa, Mas?” tanya Farhan mendekat dan aku menggeleng memberinya isyarat agar tidak ikut campur. “Bukan urusan kamu,” ketus Ardika menarik paksaku masuk ke dalam kamar. Namun langkahku terhenti karen Farhan menahanku, menatapku begitu dalam. “Ada apa?” Kini giliran Ardika yang dibuat bingung. Farhan melepas genggaman tangannya memberikan sebuah kartu nama padaku. “Pak Ezra Kwangga, ingin membuat janji temu. Dia ingin konsultasi pengangkatan tumor otak ayahnya atas rekomendasi Kakek. Aku memberi nomor teleponmu, mungkin dia akan segera menghubungimu,” ujar Farhan lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ardika—mengangguk hormat dan pergi meninggalkan kami. “See? Aku bukan penipu!” ucapku seraya mengempas keras tangannya hingga terlepas dan meninggalkannya di luar kamar. “Kamu sedekat it