Raisa bingung, dirinya benar benar harus ikut bersama dengan Juan ke seminar yang dimaksud? Tapi Raisa tidak siap, dia bahkan tidak mau mengakui dirinya sebagai pacar Juan. Tidak, kehidupannya saja sudah menjadi beban, apalagi kalau ditambah Juan yang selalu merepotkan.
“Tante kenapa?” tanya Kenzo yang datang kemudian memeluk kaki Raisa.
Menunduk, mendapati anak dengan pipi putih gembil tengah menatapnya. “Gak papa, ini lagi bikin makan malam buat Kenzo.”
“Um, tadi ngelamun gitu. Daripada ngelamun, bantuin Kenzo nyari pesawat yang ilang yuk?”
Raisa tersenyum, anak ini tidak jauh beda dengan papanya. Namun karena Kenzo menggemaskan, makannya bisa ditoleransi. “Bentar ya, Tantenya masak ini dulu.”
“Oke, ditungguin di sini.”
“Jangan, nanti kena minyak. Kenzo duduk di sana aja.” menunjuk sofa dengan sendok sup. Namun anak itu menggelengkan kepalanya dan memilih untuk naik ke atas meja dapur di belakang Raisa dan duduk di sana.
Ingin memberi nasehat, tapi Raisa sedang kebingungan. “Hati hati, jangan main yang aneh aneh.”
“Iya, liatin tante doang.”
“Liat Papa kamu gak?”
“Papa lagi di belakang sama Eyang Eyang.”
“Kenzo, Tante mau minta bantuan sama Kenzo. Kenzo mau kemana gak besok? Nanti Tante yang anter ya?” saking tidak inginnya ikut ke seminar hukum yang dimaksud. “Misalnya, selama di Bandung, Kenzo mau pergi ke tempat tempat seru, biar Tante yang anter ya?”
Tidak ada jawaban dari sang anak, Raisa menoleh. Dia menghela napasnya saat melihat Kenzo sudah bermain dengan sepupunya yang lain. “Raisa ya?”
Kaget seorang wanita yang sudah paruh baya datang mendekat. “Saya menantu pertama di keluarga ini,” ucapnya memperkenalkan diri. “Saya Ine.”
“Hallo, Mbak. Saya Raisa.”
“Saya tau.”
Kenapa semua orang terasa sangat menyebalkan di sini? raisa tidak suka.
“Kamu masih muda kan?”
“Masih… 22 tahun, Mbak.”
“Bagus tuh.” Mbak Ine tiba tiba mengambil pisau yang sedang dipegang Raisa untuk memotong sayuran. “Udah biar saya aja,” ucapnya dengan ketus. “Kamu itu menantu bungsu, harusnya siap siapin diri buat nikah. Jangan masak masak gini nanti keiris baru tau rasa. lagian Ibu tadi Cuma minta kamu buat nyiapin kue deh.”
“Tapi saya gak keberatan kok, Mbak, buat masak gini.”
“Saya yang keberatan liatnya. Kamu tamu di sini, calon menantu bungsu juga. Sini deh.” Tiba tiba berbisik. Membuat Raisa mendekatkan telinganya pada Mbak Ine. “Ibu tuh niatnya mau jodohin Juan sama anak konglomerat sini. tapi setelah persatuan menantu keluarga Eyang Putri, kami lebih suka kamu. Jadi, ayok kamu harus cepetan nikah sama Juan terus bikin anak cewek. Biar kami berhenti dimintai hamil lagi.”
Yah, lebih baik untuk Raisa dibenci di sini hingga ada alasan untuk menjauh dari Juan. Kalau seperti ini ceritanya, Raisa akan susah untuk keluar dari Juan.
“Sana istirahat aja, biar pembantu yang bikinin. Kamu gabung sama yang lain sana.”
Raisa tersenyum kikuk saat didorong keluar dapur. Pandangannya mengedar mencari Juan. Berhenti di ambang pintu keluar di bagian belakang, Juan di sana bicara dengan para lelaki, dan satu wanita yaitu Ibu Putri.
“Tante! Pesawatnya udah ketemu. Gak usah cariin, Tante istirahat aja ya.”
Sontak yang ada di sana menoleh mendengar Kenzo berteriak sambil memeluk Raisa.
“Ya ampun, Ibu lupa kasih kamar.”
“Biar Juan aja, Bu.”
“Heh, gak boleh! Nanti kamu apa apain,” ucap Ibu Putri melangkah mendekat pada calon menantunya.
***
“Kamarnya di sini ya,” ucap Ibu Putri mengantarkan Raisa ke lantai dua. “Istirahat aja, nanti Ibu bangunin kalau makan malam udah siap.” Sebelum Raisa menjawab, Ibu Putri kembali mengatakan, “Nggak, gak usah gak enakan. Ibu itu udah ngerasa lega liat Kenzo sama Juan sama sama deket sama kamu. Jadi nggak salah satunya. Kalau bisa, kamu nikah sama Juannya sekarang sekarang ya. tentang kuliah kamu, Ibu gak akan larang sama sekali kok, gak akan membatasi. Malah kamu bakalan lebih mudah lulus kalau sama Juan. Dia dekan kan?”
Raisa hanya tersenyum sebagai jawaban.
“Gak usah dipikirin, tapi dipertimbangkan. Banyak untung kalau jadi bagian keluarga ini. kalau kamu bilang siap, Ibu bakalan langsung ke orangtua kamu.” Menepuk bahu Raisa sebelum akhirnya meninggalkan perempuan itu sendiri di sana.
Ibu Putri sudah menyukai Raisa, perempuan itu pendiam dan mudah dikendalikan Juan nantinya. Maksudnya, tidak akan seperti ibunya Kenzo. Namun, kekhawatiran karena Raisa begitu muda. Mungkin saja dia masih menikmati kehidupannya sekarang.
“Juan, kamu harus cepetan nikahin Raisa. Dia masih suka main di umur segitu, nanti keburu ketemu sama cowok lain, atau mungkin kamu keburu keriput,” ucap Ibu Putri tiba tiba masuk ke dalam percakapan kelima anak laki lakinya.
Sontak saja Juan menjadi bahan ejekan dari saudaranya yang lain. “Iya, Bu. Kasiian udah mulai keliatan keriputnya.”
Dengan tenang, Juan mengatakan, “Bu, kalau nanti buru buru, Raisa nya sendiri bakalan ngerasa tertekan. Biarin aja, lagian dia udah bucin sama Juan.”
“Masa? Gak keliatan tuh.”
Yang langsung membuat Juan terbatuk batuk. Untungnya ejekann itu berakhir ketika sang pembantu datang ke arah mereka dan mengatakan, “Ibu Putri, ada Nona Lidya ke sini.”
Juan langsung menatap sang Ibu dengan tidak suka. “Bu, kan Juan udah bilang mau bawa calon Juan ke sini.”
“Ibu gak enak buat batalin, lagian kan nanti tinggal dikenalin aja sama Raisa.”
Juan menatap tidak suka pada sang Ibu yang kini melangkah pergi menemui wanita yang akan dijodohkan dengannya, wanita asli Bandung yang satu komunitas dengan ibunya. “Kalau jadi sama dia, namamu ganti jadi Aris, Jun. biar kayak di cerita itu.”
“Cerita apa?” timpal kakaknya yang lain.
“Layangan nyangkut bukan sih?”
"Kamu yakin gak mau sama Lidya? Jangan PHP-In dia. kayak yang gak tau aja gimana cewek kalau ngamuk." Abangnya yang lain menambahkan.
Juan memutar bola matanya matanya malas, dia segera mengubah topik pembicaraan. “Bang, mau minta bantuan.” Akhirnya Juan mengatakan kalau dirinya membutuhkan tenaga orang orang yang bergelar professor untuk bekerja di fakultas hukum. “Buat akreditasi, Bang.”
“Sibuk amat, istirahat dulu napa, Jun. kamu kan udah mau punnya calon, perhatiin.”
“Nah karena itu, aku perhatiinnya dengan bikin akreditasi bertahan di huruf A. mana angkatan tahun kemaren pada males malesan buat lulus. Makanya sekarang angkatannya Raisa di push biar pada lulus cepet.”
“Kebijakan nilai di kamu juga berubah?” tanya salah satu kakaknya yang sama sama bekerja sebagai dosen.
“Kemaren ngobrol sama wakil dekan I, udah ada keputusannya sih mau diganti kebijakan. Nah, karena ormawa kemarin juga gak aktif, wakil dekan III ngajuin buat kegiatan baru. tapi belum dirapatin sama semua ketua prodi.”
“Pusing amat jadi dirimu,” ejek salah satu kakaknya.
****
“Saya ada pesan dari Ibu Putri kalau Nona Raisa jangan merasa tersingkirkan.”
“Maksudnya?” raisa baru bangun tidur sudah merasa kaget dikatakan seperti itu.
“Ada wanita yang mau dijodohin sama Pak Juan datang, Ibu Putri bilang gak enak kalau suruh pulang lagi. Makannya dia di sini.”
Raisa tidak peduli. Tapi karena mendengar wanita itu adalah orang yang dipilih Ibu Putri untuk dijodohkan dengan Juan, kenapa tidak dilanjutkan saja? hingga rencan rencana mulai tersusun di dalam pikirannya. Raisa keluar kamar setelah mandi, melihat banyak orang di lantai bawah. Tidak sabar untuk segera hari sabtu dan pulang kembali ke Jakarta.
“Tantee! Duduk sini! mam dulu!”
“Sini, Sayang.” bahkan Juan dengan sengaja mengatakan hal itu. oh, membuat orang lain menggodanya.
Malu malu, Raisa duduk diantara Juan dan juga Kenzo, dengan posisi berhadapan langsung dengan wanita yang asing itu. “Ini Lidya, dulu dia adik kelasnya Juan,” ucap Ibu Putri memperkenalkan.
Tadinya, Raisa akan berbaik hati. Tapi melihatnya menilai penampilan dari atas ke bawah, Raisa merubah pemikiran. “Hallo, Tante,” sapanya yang membuat Lidya membulatkan mata.
Makan malam itu, membahas hal hal yang tidak Raisa pahami. Mereka merundingkan tentang Rancangan Undang Undang yang menetapkan pemilik hotel akan dikenakan denda kalau membiarkan orang yang belum punya pasangan menginap.
“Kayaknya gak bakalan kejadian, banyak investor asing di kita. Dengan adanya undang undang itu, minat mereka akan semakin berkurang, ya nanti terpuruk sendiri ekonomi kita,” ucap pria yang lebih tua. “Di kamu gak ada pembahasan ini?”
“Ada sih, Yah. Cuma gak secara resmi. Kita lagi mancing mancing ormawa lagi buat bisa aktif, gak kayak sebelumnya.”
“Periode kamu harus bagus itu fakultas. Bekas dekan kemarin apa kabar?”
Juan mengangkat bahunya. “Tiga tahun lagi akreditasi, makannya sekarang ditekankan angkatan 2019 buat bisa lulus bulan Mei nanti. Ipk juga punya standar sendiri. dank arena tahun sebelumnya gak ada latihan dasar kepemimpinan, maka lembaga sama ormawa mau berkoordinasi. Juan juga harus ambil banyak kerjasama kayak sama sekolah advokat, narik professor buat ngajar. Cuma sih, lebih focus ke mahasiswanya sendiri.”
Ibu Putri bertanya, “Raisa angkatan berapa?”
“2019, Bu.”
“Wah, kamu jadi bahan percobaan kepemimpinan Juan dong ya?”
Raisa menatap Juan takut takut, kenyaataannya memang seperti itu. dirinya akan ditumbuk dengan berbagai kegiatan, tekanan dalam nilai.
“Nanti mahasiswa juga akan dibentuk kelompok buat kolaborasi bikin jurnal sama para dosen,” lanjut Juan sambil menatap Raisa.
Kenapa perasaan Raisa jadi tidak enak sekarang, merasa dirinya akan semakin terjebak dengan dekan fakultas Hukum ini.
“Oiya, kan nanti juga ada program magang.”
Hidupnya sudah sulit, ditambah lagi jadi mahasiswa semester akhir. Lengkap sudah penderitaannya.
"Kayaknya Raisa gak akan sanggup," ucap Lidya secara tiba tiba. Wanita itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi saat mengatakannya. "Raisa tau gak perbedaan penyidikan dan penyelidikan apa?"
pertanyaan dan serangan tiba tiba jelas membuat Raisa menegang. ada apa dengan wanita ini?
"Enggak ya? Kayaknya kamu gak cocok deh sama Juan. mana bisa mengimbangi dia dengan sumber daya kamu yang rendah kayak gini?" Kemudian Lidya tersenyum dengan manis dan menatap Juan. "Mas Juan, bukannya kamu udah janji ya bakalan jalan jalan sama aku keliling Bandung kalau nanti ke sini? sama Kenzo juga? Jadi?"
orang orang di sana ikut menegang, Lidya mengibarkan bendera perang secara terang terangan. seperti dirinya tidak Terima kalau yang dipilih oleh Juan. "Jadi kan, Mas? aku masih punya loh screenshot kamu yang janjiin aku bakalan jalan jalan di Bandung. dan aku maunya malam ini."
Juan menarik napasnya dalam. "Nanti kita omongin ini."
"Kenapa nanti? sekarang aja biar semua orang tau betapa jahatnya kamu yang ngasih aku harapan palsu. Yang kenyataannya kamu sekarang malah milih mahasiswa bodoh ini."
"Lidya jangan gitu." Ibu Putri ikut turun dalam percakapan yang menegangkan. "Ibu tau kamu kecewa karena Juan gak pilih kamu. Tapi jangan kayak gini."
"Emang kenyataannya dia bodoh." Menatap Raisa dengan tatapan yang tajam. Lidya sudah menahan perasaan kesal sedari tadi dengan kenyataan Juan yang tidak memilihnya. "Ibu tau gak kalau anak ini dulu pernah gesek mobil aku terus gak tanggung jawab sama sekali? Mana pantas dia sama Juan. lagian aku juga pernah liat dia sama pacarnya pas aku di Jakarta. Kamu. pacarnya Mahen kan?"
Raisa melotot kaget. Bagaimana bisa wanita itu tau?
"Berhenti membuat keributan di meja makan." Juan turun tangan. Dia berdiri dan menarik tangan Lidya pergi dari sana.
meninggalkan ruang makan yang tegang atas apa yang dilakukan Lidya secara mendadak. Ibu Putri berdehem di sana dan menatap sang suami meminta bantuan. Dimana pria paling tua itu menghela napasnya. "Maaf ya, Raisa. selain Lidya adik kelasnya Juan, dia juga deket sama Juan. Tapi Juan gak pernah anggap dia sebagai wanita, jadi kayaknya dia kecewa banget."
Raisa hanya diam, dia mengerucutkan bibirnya mengingat kenyataan kalau dirinya memang bodoh dan tidak pantas berada di keluarga ini.
"Jangan sedih. Ibu ngikut sama pilihannya Juan kok." Ibu Putri menambahkan.
"Meskipun kami liat kalau kamu masih muda, semoga bisa ngurus Juan dan Kenzo nantinya ya." Sang Calon ayah mertua mengatakan. menandakan kalau dirinya lebih suka pada Lidya ketimbang dirinya.
Dan apa yang sedang dilakukan Juan dan Lidya? kenapa mereka tidak kunjung kembali?