Putri malah tersenyum dan mendenguskan tawa kecilnya. “Y-ya, aku aminkan boleh nggak, ya!” ujarnya terkekeh.
Alexa pun tertawa geli jadinya, dengan kata lain dia mendoakan supaya Putri banyak ‘pelanggan’.
Duh!
“Sekarang, pergilah. Obati ibumu dulu, baru kita omongin kerjaannya!” kata Putri tersenyum lebar.
Alexa mengangguk mengiyakan.
“Satu lagi, … nih!” Putri meletakkan sebuah ponsel Android ke tangan Alexa.
“Apa ini?” tanya Alexa heran.
Putri tersenyum, “Bukan model baru dan mahal, nggak bisa selfie bagus juga. Tapi kalau kamu nggak ada hape, gimana aku ngasih kerjaannya?” ujarnya.
Alexa termangu, dia lalu mengangguk membenarkan seraya tersenyum.
“Makasih banyak, Put. Aku nggak tahu kalau kamu sebaik ini, kamu sudah mengeluarkan uang banyak untuk aku dalam sehari ini. Pastinya kamu sudah kerja keras untuk mengumpulkan semuanya!” tutur Alexa.
Meskipun Putri menghasilkan semua itu dari keringat haram, tapi Alexa terbiasa dididik untuk menghargai setiap kerja keras orang lain. Tentunya Putri memiliki alasan dibalik semua ini, sehingga akhirnya dia terjerumus ke dalam situasi seperti sekarang.
“Nggak apa-apa, aku tau rasanya sendirian dan kekurangan uang. Rasanya putus asa dan mikir kayaknya aku mau mati saja,” ucap Putri tersenyum sendu.
“Lalu, kamu akhirnya bisa melakukan apa saja dengan pekerjaan yang sekarang? Wah, aku jadi makin semangat!” seru Alexa.
Putri mengerjap mendengarnya, seolah baru sadar jika dia sudah terlalu lepas kendali dan hampir membuka diri terhadap Alexa.
“Y-ya, pokoknya pake saja! Nanti kuberi kabar, jadi jangan sampai hapenya kamu jual!” tukas Putri kembali dengan ketusnya, lalu bergegas pergi meninggalkan Alexa.
Alexa terdiam lalu menghela nafas melihatnya.
“Kayaknya dugaanku memang benar, tapi aku harus memastikan sendiri dan menciduk siapa mucikarinya!”
Alexa lalu memandangi amplop coklat di tangannya, juga ponsel yang diberikan Putri.
“Ini hanya seujung jari, tapi aku nggak bisa menyepelekannya begitu saja. Bagaimanapun, ini adalah hasil keringatnya dan menyerahkannya secara ikhlas sama aku!” gumamnya.
Untuk lebih meyakinkan jika dia memang pergi menggunakan uang itu, Alexa bergegas meninggalkan kampus dan tujuannya adalah menuju rumah Bu Sumi.
“Non? Kok nggak bilang-bilang mau kemari? Kalau tahu Non Lexa mau kesini tadi Mbok siapin makan siang!” sambut Mbok Sumi.
Alexa tersenyum, “Nggak apa-apa, Mbok. Aku tadinya nggak sengaja ke sini,” katanya seraya duduk menghempaskan tubuhnya di kursi model lama milik Mbok Sumi.
Itu tak luput dari perhatian Alexa, dia menebar pandangan ke seluruh penjuru ruangan dan menyadari jika rumah pengasuhnya itu memang begitu sederhana dan tak pernah berubah seingat dia sejak kecil.
“Mbok sudah membersihkan kamar tamu yang di depan itu, jadi kalau Non Lexa mau istirahat sudah bisa ditempati!” kata Mbok Sumi sambil menujuk ke ointu kamar paling depan.
Sejenak Alexa menoleh ke arah yang ditunjuk. “Iya, makasih, Mbok,” katanya.
“Sebenarnya aku kemari mau menyimpan ini,” lanjut Alexa sambil mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya.
“Apa itu?” tanya Mbok Sumi sambi menerima amplop dari Alexa dan mengintip isinya.
Alexa terkekeh kecil, “Bayaran pertamaku jadi ayam kampus!” ujarnya.
Sontak saja Mbok Sumi terkejut mendengarnya. “Astaghfirullah!” serunya setengah melempar amplop itu, membuat isinya hampir berhamburan keluar. Tampak tumpukan uang seratus ribuan terhampar setengahnya di atas meja.
“Non, jangan nekat begini! Kan ini hanya penyamaran saja, Non Lexa jangan sampai terjerumus juga. Apa kata Tuan dan Nyonya nanti, mereka pasti kecewa dan Mbok nggak bisa membayangkan murkanya Tuan Revan kalau tahu soal ini!” serunya hampir menangis sambil menggengam tangan Alexa.
Alexa justru merasa geli melihatnya, dia beralih menyentuh tangan Mbok Sumi yang sudah keriput itu.
“Ya nggak lah, Mbok. Masa iya aku kayak gitu!” tukasnya tersenyum meyakinkan wanita tua itu.
“Lalu ini?” cicit Mbok Sumi menunjuk pada amplop di meja.
Alexa tersenyum, “Aku ‘kan bilang sama target yang aku curigai kalau sedang membutuhkan uang untuk berobat, ehm! … amit-amit, ya, Mbok! Aku bilang mau berobat ibu, nah dia ngasih bantuan dengan uang itu ke aku, dengan syarat nanti aku bayar kalau aku kerja juga kayak dia!” jelasnya.
Perlahan air muka Mbok Sumi kembali cerah, dia menyentuh d**a sambil menghembus nafas lega.
“Ya Allah, Mbok pikir ….“ Hembusnya tanpa melanjutkan kalimatnya.
“Nggak lah, Mbok. Aku pasti bisa jaga diri, kok. Tenang saja!” kata Alexa tersenyum.
Mbok Sumi tersenyum sendu sambil menatap Alexa, tangannya terangkat menyentuh wajah cantik yang kali ini berkacamata itu.
“Yang Non hadapi nanti adalah p****************g yang menganggap wanita hanyalah mainan pemuas nafsu binatang mereka, baiknya Non berhati-hati dan jangan sampai terjebak masuk berdua saja dengan salah satu dari mereka!” ucapnya mengingatkan.
“Iya, Mbok. Aku akan berusaha memikirkan cara yang lebih aman dalam menjalankan misi ini,” kata Alexa mengerti dengan kekhawatiran pengasuhnya itu.
“Iya, Non. Semoga diberi kemudahan dan keselamatan di sepanjang misi yang Non lakukan!” ucap Mbok Sumi penuh harap.
Sedang mereka lanjut mengobrol ringan, ponsel pemberian Putri berdering. Alexa permisi sebentar menjauh dari Mbok Sumi untuk mengangkat telepon, mengabaikan tatapan curiga wanita tua itu dan tersenyum saja.
“Eh, Putri?” sahutnya langsung menyebut nama gadis itu.
“Udah ngeh ya kalau ini aku!” kekeh Putri dari seberang sana.
“Ya, ‘kan kamu yang ngasih hapenya tadi, gimana, sih!” ujar Alexa tertawa.
“Heum, iya. Oh, ya, kamu di mana sekarang? Lagi di RS kah? Gimana keadaan ibu kamu sekarang?” tanya Putri.
Sejenak Alexa melirik pada Mbok Sumi yang menunggu sambil mengawasinya, tentunya sambil menajamkan telinganya mendengarkan apa yang diucapkan Alexa dengan raut wajah cemas.
“Eh, i-iya. Aku habis bayar biayanya, jadi kemungkinan besok atau lusa bias operasi!” jawab Alexa, menggigit lidahnya sebentar karena dia mulai lihai berbohong.
“Syukurlah kalau begitu. Jadi, kalau memang kamu sudah tenang, kita bisa mulai kerja besok malam. Aku sudah memberitahukan soal kamu sama atasanku, dia bilang oke saja, tapi ….“
“Tapi apa, Put? Ada kendala?” tanya Alexa khawatir jika ada yang mencurigainya.
“Bukan apa-apa, nggak ada kendala sama sekali. Hanya saja maaf, kayaknya kamu butuh makeover, deh!” tukas Putri tertawa kecil.
Alexa reflek menunduk memperhatikan penampilannya sendiri. Selama menjalankan misi ini, dia memang mengubah gaya berpakaiannya menjadi lebih sangat-sangat sederhana. Bahkan dengan kacamata baca berbingkai tebal bertengger di hidung mancungnya, mana ada laki-laki yang akan termakan birahi jika melihatnya.
Alexa pun terkekeh pelan, “Heum, kayaknya aku butuh bantuan kamu lagi, Put. Aku nggak punya pakaian seksi soalnya!” ujarnya, dia melirik ke arah Mbok Sumi yang melotot mendengar ucapannya barusan.
Putri tertawa renyah di seberang sana. “Itu gampang! Nanti aku jemput kamu di RS, kamu siap-siap saja, ya!” katanya.
“Hah? Di RS?” Alexa kaget sendiri jadinya.
“Iya, kenapa memangnya? Ada masalah?” tanya Putri tanpa terdengar curiga sedikitpun.