“Eh, kalau di RS takutnya ada yang lihat, soalnya hari ini bos ibuku mau datang menjenguk katanya!” tolaknya cepat.
“Heum, gitu, ya!” sahut Putri, “oke, deh. Kalau gitu dimana kita ketemu?” tanyanya kemudian.
Alexa cepat memutar otak, dimana sekiranya tempat yang bisa dia datangi tanpa harus cemas ketahuan orang yang dia kenal.
“Gimana kalau di halte kampus saja?” tukasnya.
“Heum, oke, sih. Kita ketemu di sana, dari sekarang saja, gimana? Kita punya banyak daftar untuk dikerjain, lho!” kata Putri tertawa kecil.
Alexa mengiyakan dengan hati lega, dia pun lalu menyudahi percakapan mereka itu. Tapi ketika dia berbalik, Mbok Sumi sudah berdiri di dekatnya dengan mata memicing curiga.
“Eh, Mbok, kenapa?” tukas Alexa cengengesan.
Mbok Sumi menarik nafas berat dan menatap Alexa dengan cemas
“Non yakin mau melakukan ini?” katanya.
Alexa mengerti dengan kekhawatiran Mbok Sumi, dia mengangguk seraya menggenggam tangan wanita tua itu dengan lembut.
“Iya, Mbok. Ini kesempatan bagus buat aku masuk ke dalam lingkaran pergaulan mereka, dan kalau aku bisa menemukan mucikarinya dengan cepat, maka semua ini juga akan selesai!” ucapnya.
Mbok Sumi mengangguk lesu, “Ya, Mbok ingin bantu tapi dengan apa dan bagaimana. Wanita tua yang keriput begini nggak akan dilirik sama laki-laki!” dengusnya setengah menyalahkan keadaannya sendiri.
Alexa justru terkekeh merasa lucu dengan apa yang dipikirkan Mbok Sumi.
“Mbok pasti cantik dan lincah waktu muda dulu, dan kalau kita hidup di jaman yang sama, sudah pasti Mbok akan jadi besti aku yang bisa diandalkan!” katanya.
Mbok Sumi tersenyum malu. “Iya, Non. Sudah tua begini saja Mbok bersedia membantu, selama keluarga Ryuzaki masih membutuhkan tenaga dan dedikasi Mbok, seumur hidup pula Mbok akan mengabdi pada kalian!” katanya.
“Dan kami sangat beruntung memiliki orang berdedikasi kayak Mbok Sumi di keluarga. Mbok yang memiliki andil besar dengan tumbuh kembangnya Mas Revan, sehingga dia masih jadi manusia normal ketika Papa terlalu keras sama dia!” imbuh Alexa sambil merangkul bahu ringkih Mbok Sumi dengan hangat.
Mbok Sumi tersenyum senang mendengarnya. Dia tahu semua orang yang ada di dalam keluarga Ryuzaki memang baik hati dan tidak pernah semena-mena dalam memperlakukan para karyawannya, meski karakter Raiden dan Revan sendiri sebenarnya sama-sama keras kepala dan saling bertentangan.
“Non mau pergi sekarang?” tanya Mbok Sumi menggenggam tangan Alexa dengan tatapan penuh cemas.
Alexa mengangguk, “Iya, mumpung lagi lancar dan rekanku itu nggak curiga sama sekali!” katanya.
Mbok Sumi mengangguk meski wajahnya terlihat khawatir, Alexa pun paham sekali dengan perasaannya.
“Pokoknya aku akan berhati-hati, Mbok. Doain aja semoga semuanya cepet selesai dan aku bisa tenang melanjutkan kuliah lagi!” ucap Alexa.
Mbok Sumi tersenyum tipis mengiyakan.
***
Alexa segera berangkat, dia memesan taksi yang menjemputnya agak jauh dari rumah Mbok Sumi. Dia melakukannya dengan detail, tak mau aksinya mendapat celah sedikitpun di mata orang lain. Juga jika tidak mendesak, dia tidak mau melibatkan siapapun orang terdekatnya dalam misinya ini termasuk Mbok Sumi sekalipun.
“Kamu di mana, Za?” Putri menelepon.
Sejenak Alexa bengong sebentar, dia masih saja lupa dengan nama samarannya itu .
“I-iya, aku di … di ….“ Sejenak Alexa melihat ke luar jendela, menyadari jika dia sudah hampir sampai di kampus.
“Aku masih di jalan, tapi sebentar lagi sampai, kok!” sahutnya.
“Ya, aku juga mau mampir dulu, ada perlu sebentar. Nanti tunggu di sana, ya!” kata
Putri.
“Oke, deh!” ujar Alexa seraya bersiap turun karena taksi yang ditumpanginya sudah tiba di depan kampus.
Sekilas saja Alexa melirik ke arah bangunan kampus yang sudah mulai lengang, dia berjalan menuju halte di depan sana supaya lebih teduh. Dia memeluk tas buluk yang jadi propertinya dalam penyamaran ini, isinya tak ada yang aneh selain minyak kayu putih, semprotan merica dan bedak bayi. Dia menyiapkan semua dengan total tanpa ada celah sedikitpun yang akan membuat orang lain curiga siapa dia, bahkan dia memakai lensa kontak minus sehingga bisa memakai kacamata tebal khas kutu buku.
Tiba-tiba …
“AWAS!”
BRUK!
“HEI!”
Alexa terpelanting dan terjatuh karena ada orang yang berlari menabraknya, setelah itu ada gerombolan orang yang tampaknya sedang mengejar orang tadi.
“Awas, Mbak, dia copet!” teriak orang-orang itu ketika melewati Alexa yang jatuh terduduk, namun tak seorangpun yang menolongnya.
“Sialan!” gerutu Alexa meringis menahan sakit di pergelangan tangannya.
“Sepertinya terkilir!” gumamnya mendengus pelan.
Alexa memunguti barang-barangnya yang tercecer satu persatu, tapi tiba-tiba ada yang membantu mengambil kayu putih yang hendak diraihnya.
“Eh!”
Alexa mendongak, dia melihat Darren rupanya yang menolongnya itu. Detik itu juga dia menundukkan wajahnya.
“Pak Darren? Sedang apa dia di sini?” gumamnya dalam hati.
“Kamu, ini punya kamu juga ‘kan?” ucap Darren menyodorkan botol minyak kayu putih itu, dia berjongkok di hadapan Alexa.
“I-iya, te-terimakasih!” sahut Alexa tanpa berani mengangkat wajahnya, diraihnya botol hijau kecil itu dari tangan Darren.
Tangan mereka bersentuhan, keduanya pun sama-sama tertegun merasakan ada sambaran listrik tak terlihat di antaranya. Namun Darren kemudian memegang tangan Alexa dan membantunya untuk berdiri. Ketika sudah berdiri dengan benar, Alexa menarik tangannya dari Darren dengan kepala masih tertunduk.
“Eh, kamu mahasiswa di sini juga ‘kan? Kamu yang tadi saya lempar spidol!” ujar Darren menunduk mencoba melihat wajah Alexa.
“Duh, kok bisa ingat, sih!” gerutu Alexa, kesal mengingat keningnya yang terkena spidol yang dilempar Darren gara-gara ketahuan mengobrol.
Darren tak segera beranjak, seolah menunggu jawaban dari Alexa.
“Zahwa!”
Alexa memejamkan mata sambil mengumpat dalam hati, menyesali Putri yang malah datang di saat yang tidak tepat.
“Jadi namamu Zahwa?” tukas Darren.
Alexa menarik nafas dalam-dalam, bagaimanapun rasanya tidak sopan berbicara tanpa melihat lawan bicaranya. Dia sebentar mengangkat wajahnya dan mengangguk menjawab pertanyaan Darren.
“I-iya, Pak!” sahutnya pelan, dia melirik ke arah Putri yang tampaknya juga tahu situasi. Gadis itu tidak jadi berhenti dan pergi entah kemana.
“Eh, makasih sudah bantu saya, tapi sepertinya saya harus pergi, Pak!” ucap Alexa.
Darren termangu, dia lalu mengangguk mengiyakan.
“Tapi kamu baik-baik saja, ‘kan? Apa ada yang luka?” tanya Darren ingin memastikan jika mahasiswanya itu dalam keadaan baik.
Alexa cepat mengangguk menjawabnya. “Iya, Pak. Sekali lagi makasih!” katanya.
Darren mengiyakan, sebentar dia meneliti Alexa dari sudut matanya, gadis itu benar-benar polos dan jauh dari kesan ayam kampus, tidak seperti gadis lain.
“Setidaknya masih ada yang benar-benar menuntut ilmu dengan tulus!” gumamnya dalam hati, hanya saja dia sedikit kesal mengingat Alexa yang malah mengobrol ketika jam pelajarannya berlangsung.
Darren lalu pamit pergi dari hadapan Alexa, kembali ke mobilnya yang terparkir di pinggir jalan tak jauh dari sana. Tadi dia tak sengaja melihat seorang gadis yang terjatuh diserempet orang-orang itu, namun tak disangka jika ternyata itu adalah mahasiswanya sendiri.