Lexa Gusar.

1144 Kata
Darren terbangun sendirian di ranjang hotel, sementara Alexa sudah tidak ada dari sampingnya. “Astaga, apa yang terjadi semalam?” keluhnya seraya memegang kepalanya yang terasa berdenyut sakit. Darren teringat jika semalam akhirnya bisa berbicara dengan Alexa, keningnya berkerut mengingat wajah gadis itu yang seolah mengingatkannya pada seseorang. Dia lalu ingat ketika mengutarakan niatnya untuk bertanggung jawab atas kehormatan gadis itu, tapi dia lalu tertawa merasa konyol setelahnya. “Dia itu ayam kampus, dia tidak akan menyesal kehilangan kehormatannya hanya demi uang!” ujarnya mendengus, kesal sendiri dengan perasaannya. Tak ingin terlalu jauh memikirkan Alexa, Darren bergegas beranjak dari tempat tidur untuk segera membersihkan diri. Dia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 07.30 pagi. “Masih ada waktu untuk sarapan!” gumamnya. Darren secepatnya pergi dari hotel itu, dia mampir menuju ke sebuah restoran untuk sekedar sarapan. Sedang dia menikmati roti dan secangkir espressonya, ponselnya berdering. Dia termangu untuk sesaat melihat nama Youra tertera di layar ponselnya, itu adalah nomor teleponnya Widi. Sekejap dia merasa bersalah memikirkan Youra yang sampai saat ini masih ada di Rumah Sakit. “Astaga, apa yang sudah kulakukan!” ucapnya mendesah pelan, dia merasa menjadi Ayah yang kotor karena sementara anaknya masih sakit dia malah mencari ayam kampus untuk disetubuhi. “Ya, Mah. Youra baik-baik saja?” tanyanya langsung menanyakan putri kecilnya itu. “Tidak apa-apa, Mama hanya khawatir karena semalam kamu nggak pulang. Kamu pulang ke rumah?” tanya Widi. Darren merapatkan bibirnya, terpaksa dia harus berbohong menjawab pertanyaan Widi. “Ya, aku pulang ke rumah. Maaf, Ma!” ucapnya dengan hati dipenuhi perasaan kalut. “Nggak apa-apa, Sayang. Mama tahu kamu mungkin capek!” kata Widi lembut. “Youra bagaimana?” tanya Darren. “Semalam dia tidur dengan nyenyak, dokter juga sudah memberikan lampu hijau agar Youra bisa dibawa pulang dan dirawat di rumah saja, tentu dengan rawat jalan teratur sesuai jadwal!” jelas Widi dengan nada lega. Sejenak Darren pun menarik nafas lega mendengarnya. “Syukurlah kalau begitu!” ucap Darren, “setidaknya lingkungan rumah tidak akan membuatnya tertekan!” tambahnya. Widi mengiyakan. “Kamu lagi di mana sekarang? Sudah di kampus?” tanyanya kemudian. “Iya, Ma. Hari ini ada ujian dan sialnya aku belum bersiap untuk itu, semalam pulang terlalu larut karena harus mengerjakan sesuatu!” tutur Darren sambil mengusap wajahnya dengan gusar. “Oh, ya sudah kalau begitu. Kamu juga hati-hati, jaga kesehatan, jangan terlalu sering begadang. Kalau memang kerjaannya sudah selesai, sebaiknya tidur saja!” “Mama sendiri ‘kan seharian jagain Youra, mana bisa aku tidur nyenyak?!” “Iya, Mama mengerti. Khawatir boleh, tapi kita yang jagain orang sakit juga nggak boleh sakit. Kalau salah satu dari kita sakit, Youra bagaimana? Kamu mikirnya logis, dong!” ujar Widi terkekeh geli. Darren tersenyum menanggapi komentar santai dan logis ibunya itu. “Ya sudah, jangan lupa sarapan. Nanti kalau misalnya sudah ada keputusan dari dokter kita bisa pulang, Mama kasih tahu kamu!” kata Widi. “Iya, Ma!” jawab Darren sesaat sebelum akhirnya mereka pun menyudahi percakapan itu. Darren termangu sebentar menatap layar ponselnya, memandangi foto Youra dan juga Ae-ri di sana. “Maafkan aku!” bisiknya sendu. Tidak ingin terlambat tiba di kampus, Darren pun bergegas untuk menyelesaikan sarapannya lalu secepatnya pergi dari situ. *** Di sisi lain, Alexa juga bergegas berangkat menuju kampus sambil uring-uringan. Percakapannya dengan Darren semalam membuatnya gusar dan merasa tidak nyaman setelahnya. “Sialan!” gerutunya gusar ketika tali tasnya tersangkut di pegangan pintu. Mbok Sumi yang sedang menyiapkan sarapan hanya bisa menghela nafas seraya menggeleng melihat tingkah anak majikannya itu. “Yang sabar toh ,Non. Kenapa misuh-misuh begitu?” tegurnya dengan lemah lembut. “Nggak apa-apa, Mbok!” sahut Alexa mendengus pelan, seraya kemudian duduk di meja makan. Mbok Sumi memperhatikan wajah Alexa yang terlihat menahan kesal dan muram. “Apa yang terjadi semalam? Non juga pulangnya larut sekali, bahkan hampir subuh. Mbok sampai kaget tadi!” katanya bertanya perlahan. “Nggak ada apa-apa!” sahut Alexa lagi dengan wajah muram, dalam hati dia minta maaf karena tanpa sengaja menjawab dengan ada ketus. Mbok Sumi pun tidak bisa memaksa agar Alexa menjawab lebih jelas lagi. “Ya sudah, sekarang sarapan dulu. Hari ini mau ke kampus?” ujarnya bertanya kemudian. “Iya, Mbok, ada ujian!” jawab Alexa seraya membalik piringnya. Mbok Sumi tersenyum geli mendengarnya. “Non itu sudah lulus, harusnya sudah menjalani S2 tapi sekarang malah ujian lagi, kayaknya soalnya juga gampang, ya!” katanya polos. Alexa tertawa kecil mendengarnya. “Ya tetap saja, Mbok, kalau otaknya bebal soal gampang pun rasanya kayak rumus paling sulit!” katanya. “Tapi kalau buat Non Lexa sendiri itu mah mudah, ya ‘kan? Apalagi buat Mas Revan, dia itu anak yang paling jenius yang Mbok tahu!” katanya dengan nada bangga. Alexa mencebik. “Kalau sudah nyebut Mas Revan saja, Mbok tuh kayaknya bangga banget sama dia!” ujarnya berpura-pura kesal. Mbok Sumi pun hanya tertawa karenanya, tahu jika sebenarnya Alexa hanya bercanda. “Non Lexa sama Mas Revan itu anak paling cerdas yang pernah Mbok besarkan. Tuan Raiden juga tidak ada tandingannya di dunia ini, meskipun Mbok sudah tidak bekerja di sana, tapi uang bulanan masih ada dan lancar!” ujarnya terkekeh malu-malu. Alexa tertawa senang mendengarnya. “Ya itu karena jasa Mbok itu sebenarnya tidak bisa diukur dengan uang, kasih sayang yang sudah Mbok berikan pada kami tidak bisa tergantikan uang sebanyak apapun!” “Makasih banyak, Non. Semoga keluarga Ryuzaki panjang umur dan sehat selalu, murah rezeki dan selalu akur itu intinya!” katanya tersenyum haru. “Aamiin, makasih banyak, Mbok!” sambungnya. Mereka pun sarapan bersama, Alexa hanya menghabiskan setengah jatah sarapannya lalu buru-buru meminum jusnya. “Hati-hati di jalan, Non!” kata Mbok Sumi melambai melihat Alexa terburu-buru keluar dari rumah. “Iya, Mbok!” sahut Alexa. Beruntung saat itu ada mobil taksi yang lewat, Alexa langsung menghentikannya. Dia segera naik dan berangkat menuju kampus sebelum terlambat. Oleh karena pulang menjelang subuh dari hotel, Alexa sempat ketiduran untuk sesaat dan akhirnya membuatnya terlambat bangun untuk pergi ke kampus. Itu membuatnya sedikit ceroboh dan melupakan beberapa hal detail yang seharusnya dia pakai sebagai Zahwa. “Astaga! Bagaimana kalau aku bertemu dengan Darren?!” gumamnya ketika dia masuk ke toilet, menyadari jika dia tidak memakai lensa kontak dan kacamata tebalnya, jauh dari penampilannya sebagai Zahwa, mahasiswa miskin yang apa adanya. Ketika itu Putri yang baru saja masuk ke toilet pun sedikit terperangan melihat Alexa–Zahwa, yang lain dari biasanya. “Kamu Zahwa? atau Alexa?” ujarnya berbisik di akhir kalimat sambil tertawa cekikikan. “Tuh ‘kan!” keluh Alexa dalam hati, Putri sendiri bisa mengenalinya. “Aku bangun kesiangan di hotel, nggak sempat bersiap-siap, makanya begini!” kata Alexa beralasan. “Tapi ini lebih baik, kamu tuh cantik, Zahwa. Kalau kamu lebih sering berdandan seperti ini, Si Yuda pun pasti bakal mengekor terus sama kamu!” ujarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN